Sejarah Celana Dalam, Dulu Pakai Kulit Hewan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Celana dalam sudah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi umat manusia. Konsep celana dalam sudah ada sejak zaman pra-sejarah. Pada 7,000 tahun yang lalu, manusia menggunakan kulit hewan untuk menutupi kemaluannya.

Hal itu terbukti dari penemuan mumi Otzi, si Manusia Es yang meninggal di Pegunungan Alpen lebih dari 5,000 tahun yang lalu. Mumi tersebut terlihat mengenakan celana dalam berbahan kulit kambing.

Cawat bisa jadi adalah pakaian dalam pertama manusia sejak lebih dari 6.000 tahun yang lalu. Cawat adalah satu-satunya pakaian yang ada dalam peradaban terkuno.

Namun, pemakaian cawat sebagai pakaian dalam, tak cocok dikenakan di cuaca hangat, apalagi panas. Sebaliknya, pada musim dingin, cawat menjadi pakaian dalam yang cukup menghangatkan daerah vital.

Celana dalam pun sudah ada pada Zaman Firaun. Saat itu, manusia berpikir untuk menutupi sebagian tubuhnya mulai dari bawah pusar untuk menjaga kebersihan, terutama kaum perempuan.

Para budak Firaun menutup kemaluannya dengan kain panjang guna menutupi bagian selangkangan sampai bokong. Hal ini mereka lakukan untuk melindungi bagian vital itu agar tidak mengalami lecet selagi bekerja. Sementara, kaum bangsawan pada masa itu cukup mengenakan kain tipis yang kencang dengan sabuk emas untuk menutupi kemaluannya.

Bahkan, ketika Firaun meninggal, di makamnya terdapat 145 celana dalam cadangan. Celana tersebut terbuat dari katun linen dan berbentuk segitiga seperti popok yang terikat di bagian pinggang.

Bangsa Inggris merupakan orang pertama yang memakai model pakaian dalam pada abad ke-15. Saat itu, hanya kaum bangsawan, terutama Ratu yang memakainya. Pada masa itu, bentuknya sangat berbeda dengan saat ini. Bentuknya seperti jumpsuit yang berbahan kain tipis.

Tren celana dalam pun menyebar. Meski celana dalam laki-laki terlihat lebih longgar. Braies, bahan yang lebih longgar dan menyerupai celana. Cara pakainya, kedua kaki kita masuk ke dalam lingkaran kain kemudian terikat di bagian pinggang.

Di pertengahan betis, bagian bahannya akan terasa ketat. Braies umumnya tersedia dengan flap dengan kancing di bagian depan. Gunanya, agar laki-laki dapat pipis tanpa harus repot-repot menurunkan Braies.

Karena revolusi industri, pembuatan celana dalam pun gencar di produksi tahun 1793. Saat itu, celana dalam pria pada umumnya memiliki bentuk yang menutupi seluruh badan yang disebut dengan skivvies.

Selain itu, lingerie menjadi pakaian dalam wanita saat itu. Sebagai pakaian dalam, lingerie berfungsi sebagai korset untuk mengecilkan perut. Tidak sedikit perempuan yang memakai jenis pakaian dalam ini agar terlihat lebih langsing.

Korset juga mengalami perkembangan. Tak hanya menonjolkan bentuk badan, korset juga membuat pemakainya memiliki postur tubuh yang tegak karena pundak ditarik ke belakang.

Tahun 1820-an, korset berinovasi dengan beragam motif dan model. Pinggang langsing pun menjadi simbol kecantikan perempuan pada 1860-an. Korset pun dibuat dengan tulang ikan paus dan baja agar lebih ketat lagi.

Namun kemudian, pada awal 1880-an, ada kampanye reformasi gaun yang mencoba membangun kesadaran akan kerusakan organ dalam akibat pemakaian korset. Akhirnya, seseorang bernama Inez Gaches-Sarraute menemukan korset kesehatan. Korset ini mampu menegakkan postur tubuh tanpa harus merusak organ tubuh dalam.

Perang Dunia I

Ketika Perang Dunia I, para tentara sekutu mengeluh karena skivvies membuat kulit mereka iritasi. Sementara, marinir Angkatan Laut Amerika Serikat memprotes sebab skivvies mudah membuat senjata mereka lecet.

Akhirnya, pemerintah Amerika Serikat membuat celana dalam khusus bagi tentara dengan bahan dasar katun berwarna putih. Pemilihan warna putih ini yang kemudian membuat Nazi Jerman menjuluki tentara Negeri Paman Sam itu sebagai “Target White Underwear”.

Sadar menjadi sasaran musuh, para tentara AS segera mengubahnya dengan motif loreng untuk berkamuflase dengan hutan. Pada Perang Dunia I, tentara sekutu pun sudah mengenakan boxer dan celana dalam berbentuk segitiga atau brief.

Selanjutnya, celana dalam yang merupakan buyut dari beragam bentuk CD yang kita kenal sekarang, menjadi salah satu penemuan penting pada 1930-an. Celana dalam terus mengalami perkembangan. Bentuk celana dalam segitiga pertama kali diperkenalkan di Chicago oleh perusahaan Coopers pada 19 Januari 1935. Beradaptasi dengan era, berbagai perusahaan lainnya memproduksi celana pendek dengan sabuk elastis atau sekarang sebutannya celana Boxer.

Meski begitu, celana dalam pernah mendapat penentangan sekelompok kaum Hippies di AS tahun 1980-an. Mereka beranggapan jika penggunaan celana dalam sangat tidak natural dan membatasi kebebasan berekspresi. Aksi-aksi protes yang mereka lakukan pun cukup kontroversial karena memabakar seluruh celana dalam yang mereka curi.

Reporter: Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Transformasi Ekonomi Indonesia: Swasembada Pangan dan Energi Jadi Prioritas Strategis

Di tengah kompleksitas situasi geopolitik dunia yang terus berkembang, Indonesia memposisikan program kemandirian pangan dan energi sebagai prioritas strategisnasional. Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memperkuat sektor pertanian dan energi terbarukan, sebagai bagian dari transformasi ekonomi menuju kemandirian dan penciptaan lapangan kerja berkelanjutan. Transformasi ekonomi Indonesia melalui program swasembada pangan dan energimerupakan wujud nyata dari cita-cita kemandirian bangsa yang telah lama didambakansejak era kemerdekaan. Program strategis ini tidak hanya bertujuan mengurangiketergantungan impor, tetapi juga menghidupkan kembali semangat berdikari yang menjadi fondasi kedaulatan nasional Indonesia.  Dalam konteks kemandirian bangsa, swasembada pangan dan energi menjadi pilar utama yang menentukan kemampuan Indonesia untuk berdiri tegak di tengah dinamikaglobal yang penuh ketidakpastian.  Swasembada bukan tujuan jangka pendek, tetapi fondasi kemandirian nasional. Pemerintah terus membangun visi jangka panjang yang mencakup ketahanan logistik, kedaulatan ekonomi, dan stabilitas nasional. Perspektif ini menegaskan bahwa program swasembada harus dipahami sebagai investasi strategis untuk generasi mendatang. Peter Abdullah, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, memberikan perspektif mendalam mengenai pentingnya transformasi struktural ini bagimasa depan bangsa Indonesia. Menurut Peter Abdullah, upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bangsamelalui swasembada pangan dan energi merupakan langkah strategis dalammemperkuat ketahanan nasional, baik dalam situasi damai maupun krisis global. Pandangan ini menegaskan bahwa program swasembada bukan sekadar target produksi, melainkan investasi jangka panjang untuk stabilitas negara.  Ketahanan pangan dan energi bukan semata isu ekonomi, melainkan bagian daripertahanan negara. Dalam konteks ini, pemerintah mendorong penguatan sektordomestik agar Indonesia tidak bergantung pada impor dalam kondisi darurat. Strategi ini menjadi semakin relevan mengingat berbagai gejolak geopolitik yang kerapmempengaruhi rantai pasokan global. Peter Abdullah melihat upaya ini sebagaimomentum penting untuk mengubah paradigma pembangunan yang selama ini terlalubergantung pada sektor ekstraktif dan impor. Fokus pada transformasi ekonomi ini tidak hanya bertujuan mencapai swasembada, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih resilient dan inklusif. Denganmemperkuat fondasi domestik, Indonesia diharapkan dapat mengurangi kerentananterhadap fluktuasi harga komoditas global dan shock ekonomi eksternal. Peningkatan produktivitas menjadi fokus utama dalam roadmap swasembada nasional. Pemerintah mulai membenahi sistem insentif agar petani memperoleh keuntungan yang layak, sekaligus menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian. Langkah inidipandang krusial mengingat tantangan regenerasi yang dihadapi sektor pertanianIndonesia. Pemerintah mengedepankan keseimbangan antara harga yang terjangkau bagikonsumen dan pendapatan yang memadai bagi petani. Strategi ini diharapkan dapatmeningkatkan daya beli masyarakat perdesaan dan mendorong pertumbuhan ekonominasional yang lebih merata. Dukungan terhadap komoditas unggulan seperti beras terus diperkuat dalam program swasembada nasional. Pemerintah melihat potensi besar untuk mencapai swasembada, mengingat kapasitas panen Indonesia yang lebih tinggi dibanding negara-negara maju. Optimisme ini didukung oleh kondisi geografis dan iklim Indonesia yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini