Sejarah Kelam Desa Sangarara, Saat Warga Peru Melawan Spanyol

Baca Juga

MATA INDONESIA, SANGSARA – Sangarara. Sebuah desa cantik yang bersembunyi di balik puncak gunung. Kesunyian sangat melekat dengan desa ini, karena lokasinya berada di ketinggian 3.800 meter di pegunungan Andes. Di sepanjang jalan akan lebih banyak ditemukan domba-domba daripada manusia.

Sangarara adalah desa yang ramah dan tenang. Alun-alun kotanya menyimpan gereja-gereja kuno penuh lukisan didindingnya, dengan ukuran yang besar dan terlihat tidak proporsional. Mendaki sedikit, pemandangan benteng dengan elemen campuran purba dan sentuhan Incha klasik. Reruntuhan megah bekas peradaban ini bahkan belum banyak diketahui oleh orang-orang Peru sendiri.

Namun, siapa yang menyangka desa dengan segudang keindahan itu ternyata memiliki kenangan sejarah yang kelam. Di kota ini pemberontakan Tupac Amaru II berawal,  pertempuran antara pemberontak Peru dan penjajah Spanyol pada 18 November 1780. Ini merupakan salah satu pemberontakan masyarakat adat terpenting dengan konflik paling sengit.

Tupac Amaru II, pemimpin Desa Sangarara
Tupac Amaru II, pemimpin Desa Sangarara

Pada masa itu, pemimpin pemberontak Tupac Amaru II dieksekusi oleh Spanyol, tepatnya di alun-alun pusat Cusco. Berikut dengan istri dan keturunannya.

Pemberontakan Tupac Amaru II menjadi pemicu revolusi di sebagian besar Amerika Selatan, termasuk kemerdekaan Peru di 40 tahun kemudian.

Sosok Tupac Amaru II atau Jose Gabriel Condorcanqui kini hampir mistis. Sejarah menulis bahwa ia merupakan seorang pedagang keliling yang memberi banyak pemahaman mengenai kondisi ekonomi dan kehidupan yang menghancurkan di desa-desa Andes yang miskin. Akibat dari perampasan secara brutal oleh pemerintah kolonial Spanyol.

”Tupac Amaru II melihat Spanyol memaksa masyarakat bekerja 12 jam setiap hari. Ia melihat eksploitasi, pelecehan dan penyiksaan masyarakat. Inilah yang membuatnya melakukan pemberontakan,” tutur penduduk asli Sangarara, Enrique Arnedo Oimas.

Selain Tupac Amaru II, ternyata ada pemimpin pemberontakan lainnya yaitu Tomasa Tito Condemayta. Ia satu-satunya perempuan di wilayah Acos sebagai cacica (pemimpin lokal). Tokoh yang namanya kurang terkenal dalam sejarah Peru ini, memimpin batalionnya sendiri, yang semuanya terdiri dari prajurit-prajurit perempuan. Dengan mengantongi ketapel dan busur sebagai senjata. Perannya, menggalang dan mengorganisir perempuan pribumi. ”Pahlawan perempuan dari Pertempuran Sangarara,” kata Arnedo.

Tomasa Tito Condemayta, salah seorang Pahlawan Peru dari Desa Sangarara
Tomasa Tito Condemayta, salah seorang Pahlawan Peru dari Desa Sangarara

Itu sebabnya, menurut Arnedo,  Tupac Amaru II mengirimnya ke Sangarara – karena ia adalah pemimpin dan ahli strategi yang baik. .

Pembakaran Gereja

Arnedo beranggapan sebelum pertempuran tumpah, anak-anak setempat memberi peringatan melalui alarm bahwa tentara Spanyol sedang dalam perjalanan dari Cusco ke Sangarara. ”Mereka berada di pegunungan mengawasi domba-domba mereka dan melihat tentara datang. Mereka berlari untuk memberi tahu warga. Ketika Spanyol tiba, semua orang datang untuk berperang. Pria, perempuan, anak-anak, semua orang bersenjatakan batu dan peralatan pertanian.”

Ada kejadian menarik. Ketika pasukan Spanyol tiba, mendadak langit menumpahkan hujan es. Para prajurit akhirnya memilih bersembunyi di dalam gereja. Mereka percaya bahwa mereka akan aman di sana.

Tito Condamayta mencoba untuk mengeluarkan orang-orang Spanyol dari gereja. Salah satu caranya ia membakar gereja. Namun ada cerita sejumlah sumber bahwa justru orang Spanyol secara tidak sengaja meledakkan bahan peledak saat berada dalam gereja.

Ledakan besar itu melahap hampir semua tentara Spanyol, saat mereka berusaha melarikan diri keluar. ”Mereka mengubah orang Spanyol menjadi chicharron (perut/kulit babi goreng),” kata Arnedo tentang para pemberontak, tergelak.

Pembakaran gereja dan pembantaian orang-orang Spanyol menyebabkan warga yang merupakan umat Katolik taat dan mestizo (orang-orang dari etnis campuran Peru dan keturunan Eropa) berbalik menentang Tupec Amaru II. Saat bantuan pasukan Spanyol datang, warga malah mendukung Spanyol. Akibatnya, Tupac Amaru dan Tito tertangkap. Mereka berdua dieksekusi dengan kejam di Plaza de Armas Cusco. Warga pun ngeri melihat kebiadaban Spanyol.

Seorang penulis Erika Quinteros, yang baru-baru ini menerbitkan buku Tomasa Tito Condemayta: Una Historia de Valor y Coraje (Tomasa Tito Condemayta: A Story of Courage), menyayangkan sikap warga saat itu yang memilih Spanyol karena urusan sentimen agama. Menurutnya Tito dan Tupac Amaru sudah berjuang untuk mengusir Spanyol.

"<yoastmark

Namun sekarang sejarah mencatat lain. Kedua tokoh penting di Sangarara ini menjadi tokoh pujaan warga Peru. Pemerintah dan warga sepakat mendirikan  dua patung – Tupac Amaru II dan Tomasa Tito Condemayta – sedang memegang senjata di depan gereja. Situs rumah Tito Condemayta di Sangarara juga berubah menjadi museum.

Reporter: Sheila Permatasari

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini