MATA INDONESIA, JAKARTA – Reggae adalah musiknya Jamaika. Muncul dan dikembangkan di akhir era 60 an. Istilah reggae merujuk pada gaya musik khusus yang muncul mengikuti perkembangan ska dan rocksteady dari Inggris. Jika kedua aliran musik ini bertempo cepat, reggae sebaliknya. Musik ini memiliki tempo lebih lambat.
Mengutip indoreggae, musik Ska muncul pada tahun 40–50an. Dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues. SKA adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Perkembangan Ska yang kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady” yang punya tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
Reggae muncul dari Jamaika, sebuah pulau yang penghuninya adalah suku Indian Arawak. Nama Jamaika berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”.
Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak, yang kemudian tergantikan oleh ribuan budak berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut bekerja pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar manusia pun berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus.
Sama seperti lahirnya musik jazz, reggae muncul dari jeritan dan protes para budak afrika ini. Apalagi tradisi mereka saat meluapkan emosinya selalu ada nyanyian dan bebunyian sederhana. Musik ini awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian.
Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.
Kata reggae berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata ‘ragged’ (gerakan hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska). Dalam perkembangannya musik ini dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika.
Tak hanya itu, musik ini makin bercampur karena banyak orang Jamaika memainkan musik R&B dengan gaya musik Afro-Amerika. Namun secara teknis dan musikal, para musisi reggae ini terinspirasi dari musik Ska, yaitu mengocok gitar secara terbalik, memberi tekanan nada pada nada lemah dan ketukan drum yang multi-ritmik.
Bicara reggae tentunya tak lepas dari sosok Bob Marley. Terlahir dengan nama Robert Nesta Marley pada 6 Februari 1945 di St. Ann, Jamaika, Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit hitam. Pada tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota Jamaika, Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai profesi menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak mendengarkan musik R&B dan soul yang kemudian hari menjadi inspirasi irama reggae, melalui siaran radio Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia menikmati hentakan irama Ska dan Steadybeat dan kemudian mencoba memainkannya sendiri di studio-studio musik kecil di Kingston.
Bob Marley
Bersama Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing Wailers yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit “Simmer Down”. Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude bwai” (rude boy), anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan di jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada pertengahan 1960-an dan sempat membuat penggagasnya patah arang hingga memutuskan untuk berkelana di Amerika. Pada bulan April 1966 Bob kembali ke Jamaika, bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I —raja Ethiopia– ke Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari.
Kharisma sang raja membawa Bob menjadi penghayat ajaran Rastafari pada tahun 1967. Bersama The Wailer, band barunya yang ia bentuk setahun kemudian bersama dua personil lawas Mc Intosh dan Livingston. Bon menyuarakan nilai-nilai ajaran Rasta melalui reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob menjalankan peran profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi dan nilai Rasta melalui lagu-lagunya.
The Wailers bubar di tahun 1971, namun Bob segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire muncul. Menyusul kemudian Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand Up” dan “ I Shot the Sheriff” yang sempat populer oleh Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration (1976) dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai ikonnya.
Pada tahun 1978, Bob Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya. Sayang, di usianya yang sangat muda 36 tahun, ia menderita kanker yang kemudian mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 di ranjang rumah sakit Miami, AS, seusai menggelar konser internasional di Jerman. Sang Nabi kaum Rasta telah berpulang, namun inspirasi humanistiknya tetap mengalun sepanjang zaman.
Meninggalnya Bob Marley kemudian memang membawa kesedihan besar buat dunia. Namun penerusnya seperti Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah jelas pembentuk musik Reggae yang menjadi senjata oleh Bob Marley untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia.
Reporter : R Al Redho Radja S