MATA INDONESIA, JAKARTA – Selain berkiprah di dunia tarik suara dan layar lebar, Rhoma Irama juga turut andil dalam dunia politik. Bahkan, pria yang dijuluki Raja Dangdut tersebut memiliki perjalanan panjang karir politiknya.
Kiprahnya dalam dunia politik dimulai ketika pria kelahiran 74 tahun silam itu didapuk sebagai Juru Kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tahun 1977. Pamor partai berlambang kakbah tersebut meroket ketika Rhoma bergabung. Bahkan, disetiap kampanye yang dihadirinya, selalu dipadati massa pendukung.
Pada Pemilu 1977, PPP memperoleh suara yang signifikan bahkan mengalahkan partai penguasa Orde Baru, Golongan Karya (Golkar). Begitu pula pada pemilu selanjutnya di tahun 1982. Walaupun suara Golkar lebih unggul, suara yang diperoleh PPP tak sedikit.
Rhoma dianggap telah mengkritik pemerintahan dan tidak sejalan dengan Golkar. Di masa itu, ia mendapat sejumlah tekanan, seperti dilarang tampil di TVRI dan beberapa kali diserang oleh orang tak dikenal.
Karena merasa telah dikecewakan oleh PPP, pada tahun 1986 Rhoma lantas mundur dari partai yang telah dibelanya tersebut. Di tahun yang sama, ia ditawari Sudharmono, Pimpinan Golkar, untuk masuk ke partai berlambang pohon beringin tersebut.
Namun, dengan tegas Rhoma menolaknya.
Ia tampil kembali di TVRI dua tahun kemudian setelah melunak pada pemerintah. Di tahun tersebut, ia merilis banyak lagu termasuk “Judi” yang meledak dipasaran.
Rhoma akhirnya menduduki kursi pemerintahan ketika menjadi anggota MPR di tahun 1992 hingga 1997. Saat itu, ia diutus menjadi perwakilan golongan seniman dan artis.
Meski diketahui telah menolak tawaran Golkar untuk bergabung, pada tahun 1997 namanya masuk dalam daftar calon legislatif (caleg) sementara partai berwarna kuning tersebut.
Banyak penggemarnya yang dibuat kecewa oleh keputusan yang diambil Rhoma. Ia memanen makian dan cacian dari para penggemarnya kala itu.
Kekecewaan para penggemar dituangkan dalam aksi-aksi anarkis, seperti membakar poster idolanya tersebut. Hingga pada 24 November 1998, Rhoma mundur dari Fraksi Golkar.
Lama tak berkiprah di dunia politik, pada tahun 2008 Rhoma kembali ke PPP. Ia kembali ke partai yang dibentuk tahun 1973 itu besama ustaz kondang, Zainuddin MZ, Noer Muhammad Iskandar SQ dan Fadil Hasan.
Namun, pada 2013 namanya masuk dalam calon caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada Januari 2014 Rhoma mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) PKB.
Setahun jelang pemilu 2014, namanya sudah santer diberitakan menjadi capres. Bahkan, beberapa baliho bergambar dirinya menunggang kuda dipasang di beberapa titik di Jakarta pada November 2013.
Meski sudah menyumbang suara besar dan mengeluarkan biaya serta tenaga yang tak sedikit, Rhoma tak jadi diangkat sebagai capres dari PKB. Saat itu, Muhaimin Iskandar, memutuskan untuk berkoalisi dengan Partai Demokrasi Industri Perjuangan (PDIP) yang mengusung capres Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Merasa dikhianati, pada tanggal 16 Mei 2014 Rhoma mencabut dukungannya ke PKB. Ia pun mendeklarasikan dukungannya pada Prabowo – Hatta pada 24 Mei 2014.
Pada 25 April 2015 ia mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Namun, ia kalah suara dari rivalnya, Yusril Ihza Mehendra. Rhoma hanya mendapat 122 suara sedangkan Yusril memperoleh 386 suara.
Tiga bulan berselang, Sang Raja Dangdut ini mendeklarasikan partai yang dibentuknya, Partai Islam Damai Aman (Idaman). Ia mengatakan akan berjuangan meletakan Islam sebagai fondasi Indonesia melalui partai yang didirikannya tersebut.
Rhoma melantik pengurus DPP Partai Idaman pada tanggal 14 Oktober 2015 di Tugu Proklamasi, Jakarta. Musik dangdut turut mengiringi pelantikan pengurus baru tersebut.
Sayangnya, Partai Idaman tak lolos menjadi peserta Pemilu 2019. Sehingga, ia mengajak partai berlambang hati tersebut untuk bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) pada tahun 2018.
Reporter: Diani Ratna Utami