Mengenang Ustaz Arifin Ilham, Punya Suara Serak yang Khas Akibat Gigitan Ular

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Indonesia tengah berduka lantaran kehilangan salah seorang ulama yang begitu dicintai masyarakat, Ustaz Arifin Ilham. Ustaz Arifin Ilham rencananya bakal dimakamkan di kawasan Ponpes Az-Zikra, Gunung Sindur, Bogor, Kamis ini, 24 Mei 2019.

Semasa hidup, mendiang Ustaz Arifin Ilham dikenal dengan dakwah-dakwahnya yang menyejukkan. Ulama satu ini juga dikenal dengan suara khasnya yang serak-serak basah.

Namun siapa sangka, ada cerita menarik di balik suara serak yang khas dan merdu kala melantunkan zikir itu. Suara tersebut muncul usai Ustaz Arifin digigit ular.

Dahulu almarhum dikenal sebagai sosok pecinta binatang. Di rumah ibu angkatnya di Jakarta, Arifin Ilham bahkan memelihara banyak binatang, mulai dari burung hantu, kera hingga ayam kate. Sampai kemudian pada April 1997, ia diberi seekor ular tangkapan warga kampung.

Karena kurang hati-hati, Arifin Ilham digigit ular tersebut. Ia tak sadar jika dirinya keracunan. Sampai suatu ketika saat dalam perjalanan mengendarai mobil, ia merasa ada sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Badannya terasa panas, meradang dan membiru.

Sampai akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit. Keadaannya pun makin gawat. Ia langsung ditempatkan di ICU. Dokter memvonis paru-paru, jantung dan hatinya telah lemah hingga harus menggunakan selang di mulut.

Kondisinya kritis bahkan koma. Namun dengan pertolongan Allah setelah satu bulan lima hari ia mulai sadar dan pulih. Yang mengejutkan, saat pulih suaranya mengalami perubahan.

Menurut analisa dokter, ini disebabkan pemasangan beberapa selang sekaligus di dalam mulut Arifin Ilham untuk waktu yang cukup lama. Tak ada yang menduga jika akhirnya suara tersebutlah yang justru menjadi ciri khas almarhum hingga dikenal banyak jamaah.

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini