Mengenang Tonny Koeswoyo, Sang Maestro Tangguh

Baca Juga

MATAINDONESIA, JAKARTA – Pecinta grup legendaris Koes Bersaudara dan Koes Plus, pasti tak asing dengan sosok Koestono Koeswoyo. Populer dengan nama Tonny Koeswoyo, ia adalah “pentolan” dari grup tersebut yang pernah begitu berjaya pada masanya.

Pada 27 Maret 1987 silam, Tonny meninggal dunia di umurnya yang ke-51 tahun. Sebelum meninggal, Tonny telah mencatatkan perjalanan karir yang panjang dalam industri musik Indonesia dan meraih sederet pencapaian.

Tonny memulai kisah perjalanannya dalam dunia musik sejak duduk di bangku SMA. Kala itu ia membentuk band pertamanya yang diberi nama Gita Remaja. Kemudian bersama teman-temannya Jan Mintaraga dan Sophan Sophian, ia membuat band Teenage’s Voice dan Teruna Ria.

Pada tahun 1958, Tonny menggaet saudara-saudara kandungnya keluarga Koeswoyo, yakni Jon Koeswoyo, Nomo Koeswoyo, Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo untuk membentuk sebuah band bernama Koes & Bros. Pada tahun 1960, Tonny mengubah nama grup ini menjadi Koes Brothers atau Koes Bersaudara.

Tahun 1962, Koes Brothers (Koes Bros) mencoba untuk masuk dapur rekaman. Tonny lah yang pertama kali melontarkan gagasan untuk membuat album rekaman. Suatu gagasan yang awalnya dianggap mustahil dan gila oleh saudara-saudaranya. Namun Tonny memberanikan diri karena ia ingin membuat lagu sendiri dan tidak menyanyikan lagu barat.

Lewat perusahaan rekaman yang terkenal kala itu, PT Irama milik Soejoso Karsono atau populer dengan nama Mas Yos, akhirnya ditelurkanlah album perdana Tonny Koeswoyo beserta saudaranya pada tahun 1963. Album Koes Bersaudara ini bersisi 12 lagu, beberapa di antaranya sangat booming pada masanya, seperti ‘Weni’, ‘Terpesona’, ‘Bis Sekolah’, ‘Senja’, dan ‘Telaga Sunyi’. Ke-12 lagu dalam album tersebut seluruhnya diciptakan oleh Tonny Koeswoyo.

Lagu-lagu Koes Bersaudara pun beredar luas melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dan Radio AURI Angkatan Udara dan berhasil mencuri perhatian para penikmat musik. Meski sudah memiliki rekaman, kesejahteraan Koes bersaudara tak berubah. Honor mereka kala itu sangat kecil. Lagu-lagu mereka yang menjadi hits seolah tak memberikan pengaruh apa-apa. Mereka pun tetap mengamen sana-sini dan menghibur di acara perkawinan dan sunatan.

Grup ini pun meraih kesuksesan dalam beberapa album rekaman berikutnya selama beberapa tahun. Meski sudah memiliki lagu-lagu sendiri dalam bentuk rekaman, mereka masih dibayar dengan honor yang seadanya kalau menyanyi di panggung. Lagu-lagu Tonny Koeswoyo boleh saja populer, tetapi kehidupan ekonomi keluarga Koeswoyo tidak banyak berubah.

Pada tahun 1965 Koes Bersaudara menjadi kelompok musik sohor tanah air dan nyaris tanpa saingan sama sekali. Tapi Koes Bersaudara masih merasa perlu manggung secara berkala di gedung bioskop Megaria sebagai selingan pemutaran film atau di Restaurant International Airport Kemayoran dua kali seminggu.

Pada tanggal 25 Juni 1965 Koes Bersaudara bersama band Dara Puspita dan Quarta Nada, diundang ke sebuah pesta yang diadakan oleh Kolonel Koesno. Ketiga band top itu membawakan lagu-lagu barat secara bergantian. Ketika Koes Bersaudara yang tampil terakhir baru saja mulai membawakan nomor The Beatles, I Saw Her Standing There, terjadi pelemparan batu-batu yang menyasar ke atap rumah Kolonel Koesno. Diikuti teriakan-teriakan berbau kekiri-kirian seperti : “Ganyang Nekolim! Ganyang Manikebu! Ganyang Ngak-ngik-Ngok!” Pertunjukan pun terhenti seketika dan Koes Bersaudara dipaksa minta maaf.

Tonny dengan tenang segera memenuhi permintaan itu dan dipaksa berjanji tak akan memainkan lagu ngak-ngik-ngok lagi. Setelah nama-nama personel dari band penghibur itu dicatat oleh pengunjuk rasa, semua yang hadir dalam pesta tersebut membubarkan diri. Tonny, Nomo, Yon, dan Yok diperbolehkan pulang dengan perasaan lega.

Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Juni 1965, keempat bersaudara Koeswoyo ini ditangkap dan dijebloskan ke Penjara Glodok. Sekeluar dari bui, situasi dalam penjara dipotret oleh Tonny melalui lagu Koes Bersaudara berikutnya. Selepas itu karier bermusik Tonny dan adik-adiknya kembali berjalan.

Setelah sempat berganti-ganti formasi dan nama, Koes Plus mulai resmi muncul pada tahun 1969 lewat debut album Volume I Dheg Dheg Plas yang dirilis Dick Tamimi bersama label Dimita/Mesra. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu ‘Kelelawar’ yang sebenarnya asyik itu. Hal itu membuat sebagian personel goyah, namun tidak bagi Tonny.

Baru setelah lagu ‘Kelelawar’ diputar di RRI, orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu kemudian lewat lagu-lagunya ‘Derita’, ‘Kembali ke Jakarta’, ‘Malam Ini’, ‘Bunga di Tepi Jalan’ hingga lagu ‘Cinta Buta’, Koes Plus mulai mendominasi musik Indonesia waktu itu di tangga musik radio.

Pada album Koes Plus volume II pada tahun 1970, Tonny berhasil membujuk kembali adik laki-laki terkecilnya Yok untuk bergabung dengan Koes Plus. Sejak itu Yok pun resmi bergabung menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Totok AR. Nama Koes Plus pun mulai dielu-elukan khalayak secara live setelah tampil membawakan lagu ‘Derita’ serta ‘Manis Dan Sayang’ dalam acara Jambore Band di Istora Senayan November 1970. Saat itu Koes Plus tampil bersama band Panbers dan beberapa band sohor lainnya.

Semua peserta menyanyikan lagu barat berbahasa Inggris. Hanya Koes Plus yang berani tampil beda dengan menyanyikan lagu ciptaan sendiri berbahasa Indonesia. Sejak itu popularitas Koes Plus seolah tak terbendung, menggelegar, dan merajai industri musik Indonesia.

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini