Mengenal Waruga, Batu Besar yang Menjadi Tradisi Pemakaman Masyarakat Minahasa

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Keragaman suku dan budaya di Indonesia membuat negara kesatuan ini menjadi negara yang unik. Satu hal yang membuat masing-masing suku memiliki keunikan tersendiri adalah adat istiadatnya.

Salah satunya tradisi pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Minahasa Utara, Manado. Umumnya, jenazah dikubur di bawah tanah dengan posisi yang dibaringkan. Lain halnya dengan warga Minahasa yang memasukkan jenazah ke dalam sebuah batu besar.

Waruga terdiri dari dua bagian, yaitu bagian badan dan bagian atap. Meski bagian badan waruga umumnya sama, namun atap waruga selalu mempunyai ukiran yang berbeda-beda. Ukiran atau pahatan yang ada pada atap waruga menunjukkan status sosial dan profesi jenazah seseorang yang ada di dalamnya.

Batu besar tersebut namanya Waruga, yang terdiri dari dua kata, ‘waru’ yang berarti rumah dan ‘ruga’ yang berarti badan. Bisa disimpulkan waruga ini adalah tempat badan di mana roh dari badan tersebut telah kembali pada Yang Maha Kuasa.

View this post on Instagram

These ancient stone sarcophaguses or waruga were once used by the Minahasans of North Sulawesi, Indonesia. Waruga consist of an ornately carved lid covering a large stone box. Dead Minahasans were wrapped in woka, a type of palm leaf, then put into the box in a foetal position – sitting on their heels, with their head resting on their knees. In 1828 Dutch settlers banned the use of waruga, as they believed the unusual graves to be responsible for outbreaks of typhoid and cholera. Around 370 warugas survive to this day, many of which are in Waruga Archaeological Park in Sawangan, where this photo was taken. You’ll also find preserved waruga as you explore the nearby town of Tomohon. To read about unusual places you can visit around the world, check out my alternative travel blog, link in bio. My Instagram profile is packed with bizarre travel pics. I post two striking photos every weekday. I’ve snapped interesting and unusual people, places, animals and ceremonies around the world. I have such sights to show you! #northernsulawesi #manado #manadotrip #manadotravel #tomohon #tomohontrip #tomohontravel #tomohonfoto #tomohoncity #exploretomohon #amazingtomohon #visittomohonl #waruga #warugagrave #warugaminahasa #sarcophagus #tomb #minihasan #Sawangan #Sawanganwaruga #Sawanganvillage #grave #graveyard #gravephoto #graveyardphotography #gravephotography #gravephotographer

A post shared by David McComb (@posts_from_the_edge) on

Konon, mayat yang telah dimakamkan dengan cara seperti ini akan berubah dengan sendirinya menjadi abu tanpa melalui proses kremasi. Hal unik lainnya, waruga itu tidak dibuat oleh keluarga atau kerabat mereka, melainkan orang yang meninggal itu sendiri.

Posisi mayatnya tidak dibaringkan, melainkan kaki jenazah ditekuk, hingga tumit menempel pada pantat serta kepala yang mencium lutut. Hal ini bukan tanpa sebab, masyarakat Minahasa meyakini bahwa orang yang sudah meninggal akan kembali ke posisi dimana saat dia di dalam kandungan.

Oh iya, posisinya juga harus menghadap ke utara. Mengapa harus menghadap ke arah utara? Karena adanya unsur simbolik yang menandakan bahwa nenek moyak Suku Minahasa berasal dari bagian utara.

Namun tradisi penguburan seperti ini sudah ditinggalkan sejak zaman Belanda dahulu, karena saat mayatnya membusuk, baunya bisa menyebar ke mana-mana. Selain itu, pembusukan mayat itu juga menyebabkan adanya wabah kolera di sekitar Manado. (Dinda)

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini