MATA INDONESIA, JAKARTA – Meski lahir di Pekalongan, 25 September 1939, namun Dr. Nono Anwar Makarim, S.H., L.LM. dialiri darah Minangkabau dari sang ayah dan keturunan Arab dari ibunya. Lelaki yang kini menjelang 81 tahun itu memang tidak seterkenal nama anaknya, namun dia bukan orang sembarangan bagi negeri ini.
Setidaknya di kalangan hukum, nama Nono Anwar Makarim diakui sebagai pengacara top. Sebab, tidak mungkin pengacara sekelas Hotman Paris Hutapea mau berguru kepadanya tahun 1983.
Nono dikenal sebagai pengacara yang cerdas dan sudah menangani banyak perkara besar di awal karirnya.
Nono lulus dari fakultas hukum sebuah universitas terkemuka di Amerika Serikat, Harvard. Dia meraih gelar master di perguruan tinggi itu tahun 1975.
Namun sebelumnya, setelah lulus Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1973, Nono sempat menjadi fellow researcher di Harvard Centre for International Affairs, (1973-1974).
Nono juga bukan hanya cerdas namun dia juga seseorang dengan idealisme yang terjaga baik. Itu terbukti sejak berkuliah sudah menjadi aktivis organisasi kemahasiswaan.
Dia merupakan salah seorang eksponen angkatan 1966. Kawan-kawannya banyak hidup dari Pemerintah Orde Baru, Nono memilih menjadi pengacara.
Nono juga sempat bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada) sejak 1958 dan memimpin Harian KAMI (1966-1973). Selain memimpin surat kabar mahasiswa tersebut, Nono juga merangkap sebagai anggota DPR-GR dari kalangan mahasiswa (1967-1971).
Namun, setelah menyelesaikan kuliah di Amerika Serikat, Nono tidak mengikuti kawan-kawannya mencari hidup dari penguasa Orde Baru, dia justru menggeluti karir pengacara dengan bergabung di Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution.
Kemudian pada tahun 1980, ia mendirikan kantor hukum bersama Frank Taira Supit, koleganya ketika di Harvard. Jadilah kantor hukum mereka bernama Makarim & Taira S.