MATA INDONESIA, JAKARTA – Senin 12 Rabiul awal pada tahun Gajah, Muhammad SAW kecil lahir. Tepatnya 50 hari sesudah penyerangan Abrahah al-Asyram untuk menghancurkan Kabah di Mekkah.
Ketika Muhammad SAW lahir, beberapa peristiwa tak lazim terjadi di belahan bumi lain. Di malam yang cerah, bebunyian hewan saling bersahutan, tumbuh-tumbuhan pun mekar seolah-olah menyambut lahirnya manusia pilihan dan utusan Allah SWT.
Api sesembahan kaum Majusi yang telah menyala seribu tahun itu seketika padam, dan tidak mampu menyala lagi. Kemudian beberapa biara di Kerajaan Romawi tiba-tiba saja runtuh. Tak hanya itu di Persia, 14 balkon istana Raja Kisra runtuh. Peristiwa-peristiwa tak lazim itu seakan menandakan bahwa seseorang utusan Allah sekaligus sang penutup para nabi telah lahir.
Muhammad SAW lahir dalam kondisi yatim di kediaman pamannya Abu Thalib dari Bani Hasyim. Ayahnya, Abdullah, meninggal ketika Nabi masih dalam kandungan. Pada hari ketujuh kelahirannya, Syaibah bin Hasyim atau Abdul Muthalib, sang kakek menyembelih unta. Kemudian ia mengundang masyarakat Quraisy untuk makan bersama. Setelah mereka mengetahui bahwa sang bayi namanya Muhammad, mereka bertanya-tanya kenapa memberi nama itu. Sang kakek menjawab, “Aku ingin dia menjadi orang yang terpuji.”
Di kota Arab, sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk menyerahkan seorang anak untuk dirawat. Tak terkecuali Muhammad SAW. Perawatan Nabi diserahkan kepada Halimah binti Abi Dzua’ib as-Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d. Sebenarnya, sebelum kedatangan Halimah, Aminah telah menyerahkan Nabi kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab.
Saat itu jarang ada wanita yang mau menyusui dan mengasuh bayi dengan status yatim seperti Muhammad SAW. Namun ada satu wanita yang menawarkan jasa menyusuinya. Perempuan itu adalah Halimah. Awalnya Halimah tidak berniat mengambil Nabi, namun karena saat itu ia tidak mendapat bayi lain, maka ia terpaksa memilih Nabi.
Sejak saat itu Muhammad SAW tinggal bersama Halimah, Harits bin Abdul Uzza (suami Halimah) dan putrinya Syaima. Sejak Nabi di rumah Halimah, keberkahan keluarga itu berlimbah. Kambing-kambingnya gemuk dan susunya pun bertambah. Nabi Muhammad tinggal di daerah Thaif, sebuah wilayah yang sejuk dan nyaman di jazirah Arab.
Sewaktu dalam pangkuan Halimah, sebelum berusia lima tahun, Nabi tidak suka bermain di tanah, dan juga tidak suka menyantap makanan yang ada kerubungan lalat. Begitu juga saat di rumah Abu Thalib, Muhammad SAW sangat memerhatikan tempat tidurnya. Apabila pagi hari, Nabi biasanya sudah mandi dan menyisir rambutnya.
Pada usia dua tahun, Muhammad SAW kembali kepada ibunya. Namun, akhirnya Nabi balik lagi ke Halimah. Menurut riwayat, Halimah merayu Aminah agar membiarkan anaknya lebih lama lagi bersamanya.
Namun ada riwayat lain yang menceritakan ketika dibawa kembali kepada ibunya di Mekkah, ada wabah penyakit menular. Karena khawatir akan tertular kepada Muhammad SAW, Nabi akhirnya ikut kembali ke Halimah.
Seperti halnya anak-anak kecil lainnya, Nabi SAW pun bermain bersama dengan saudara-saudara sesusuannya, salah satunya, Syaima. Bahkan Nabi pernah menggigit Syaima’ ketika dia masih kecil. Syaima menceritakan hal ini puluhan tahun kemudian, ketika ia tertangkap bersama tawanan perang lainnya saat perang di Madinah. Saat itu, Syaima meminta untuk menghadap Nabi. Ketika sampai di hadapan Nabi, Syaima berkata,“Wahai Rasulullah, aku ini adalah saudara sesusumu.” Lalu Nabi bertanya, “Kalau benar engkau saudara sesusuku, mana buktinya?” Syaima’ pun menjawab. “buktinya bekas gigitan di punggungku yang engkau gigit ketika aku menggendongmu.” Nabi mengenalinya.
M Quraish Shihab menuturkan bahwa pertumbuhan Nabi di perkampungan Bani Sa’d sangatlah baik. Dalam usia 9 bulan Muhammad SAW telah dapat berbicara dengan fasih, tidak rewel, juga tidak menangis, kecuali ketika telanjang karena malu. Selain itu, jika di malam hari dia gelisah, Halimah akan membawanya keluar kemah dan dia pun tenang kembali setelah memandang bintang-bintang langit, dan setelah itu dia akan menutup matanya hingga tertidur.
Saat bersama Halimah, ada kejadian luar biasa yang dialami Muhammad SAW. Saat itu Nabi berusia empat tahun. Malaikat Jibril mendatangi Nabi yang saat itu sedang bermain bersama teman-temannya. Kemudian Malaikat Jibril membawa Nabi, merebahkannya dan membelah dadanya. Saat itu kawan sebayanya banyak yang ketakutan dan lari meninggalkan Nabi.
Malaikat Jibril mengangkat segumpal hati berlumuran darah seraya berkata, ““Ini adalah bagian setan yang ada padanya.” Malaikat Jibril lalu membersihkan hati itu dengan air zamzam di sebuah benjana emas. Setelah mencuci hati itu, kemudian Jibril mengembalikan hati itu ke tempat semula. Setelah Malaikat Jibril melakukan hal tersebut, Muhammad kembali bermain bersama kawan-kawannya.
Kawan-kawannya yang melihat peristiwa tersebut langsung berhamburan sambil meneriakkan, “Ada yang membunuh Muhammad ”. Mendengar hal itu Halimah bergegas menghampiri Nabi SAW dan mendapatinya sedang asyik bermain.
Ketika Aminah mendengar peristiwa itu, Aminah benar-benar khawatir. Ia meminta Halimah bergegas memulangkan Nabi. Sejak saat itulah Muhammad SAW kembali ke pangkuan ibu kandungnya.
Ketika berumur enam tahun, Muhammad SAW dibawa Aminah mengunjungi makam ayahnya Abdulah di Madinah. Aminah pergi didampingi oleh Ummu Aiman. Aminah tinggal di Madinah selama sebulan sebelum pada akhirnya dia kembali ke Mekkah.
Namun dalam perjalanan pulangnya menuju Mekkah, Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad kecil sangat berduka saat itu. Aminah meninggal dan kuburannya di Abwa’, lokasinya berada di antara Mekkah dan Madinah.
Sepeninggal Aminah, kakeknya Abdul Muthalib mengasuh Muhammad SAW. Nabi adalah cucu kesayangan Abdul Muthalib terbukti dengan sebuah kisah ketika Muhammad SAW tanpa sengaja menduduki tempat istirahat khusus untuk Abdul Muthalib di bawah naungan Kabah.
Saat itu dengan spontan anak-anaknya menarik Muhammad agar tidak menduduki tempat tersebut. Namun Abdul Muthalib yang baru datang bukannya ikut menarik Rasulullah dari tempatnya justru malah berkata, “Biarkan cucuku ini, sungguh dia begitu istimewa,” ucapnya.
Nabi Muhammad SAW tumbuh dengan menjadi anak yang bersikap baik, jujur, cepat tanggap, selalu membantu temannya. Ia mendapat anugerah dan kecerdasan yang luar biasa.
Muhammad SAW kecil juga terbiasa hidup bersih. Terbukti dari kisahnya saat berada di pangkuan Halimah, Nabi kecil tak suka bermain tanah, bahkan tak suka menyantap makanan yang ada lalatnya.
Nabi juga terkenal menyukai kebersihan. Ia selalu tampil rapih dan bersih. Saat bersama Abu Thalib pamannya, Nabi adalah orang yang paling rapih dan bersih saat di rumah maupun keluar rumah.
Abdul Mun’im Al-Hafni, dalam Ensiklopedia Muhammad Saw-nya menuliskan beberapa sifat yang Nabi sejak kecil, di antaranya audiensi dan karisma. Setiap kali seseorang berjumpa dengan Nabi, ia akan terkesan dengan perilakunya. Bahkan setiap Nabi menghadiri sebuah pertemuan, perkataannya selalu diperhatikan orang.
Reporter : Indah Suci Raudlah/R Al Redho Radja S