Kota Hantu di Spanyol, Jejak Peninggalan Islam yang Warganya Diusir Paksa

Baca Juga

MATA INDONESIA, MADRID – Granadilla adalah sebuah kota hantu di Spanyol.

Pada 1960-an, pemerintah Spanyol akan membuat waduk baru. Pemerintah akhirnya mengusir paksa penduduk Granadilla karena kota itu akan ditenggelamkan. Namun, ketika semua penduduk sudah terusir, ternyata kota itu tidak kunjung tenggelam. Wilayah ini menjadi kota hantu.

Padahal dulunya, suasana wilayah ini indah sekali. Desanya dikelilingi benteng yang indah dan tertata rapi.

Awalnya umat Muslim membangun Granadilla pada abad ke-9 Masehi. Lokasi desa ini sangat strategis. Penduduknya dapat dengan mudah memantau rute perjalanan dan perdagangan kuno yang bernama Ruta de la Plata.

Hingga saat ini bentuk dan bangunan-bangunan di kota kecil atau desa Granadilla itu tak berubah. Menjadikannya satu dari sedikit desa dengan benteng yang masih terjaga dengan baik.

Sayangnya, kekokohan bangunan dan benteng ini tak lagi memiliki penikmat tetap. Karena tidak ada penduduk yang boleh tinggal di tempat ini.

Pelarangan ini dimulai sejak masa pemerintahan diktator Fransisco Franco pada tahun 1950an. Pada saat itu Spanyol tengah gencar mengembangkan perekonomian. Salah satunya dengan membangun dam atau bendungan.

Salah satu proyek bendungan ini bertempat di Sungai Alagón yang berada dekat dari Granadilla. Proyek ini bernama reservoir Gabriel y Galán.

Kemudian pada tahun 1955, setelah rancangan bendungan selesai pemerintah mengumumkan bahwa Granadilla menjadi salah satu wilayah yang akan terendam. Oleh karena itu masyarakat penghuninya harus dievakuasi.

Selama 10 tahun, sebanyak 1.000 penduduk Granadilla terpaksa keluar. Banyak dari mereka yang pindah ke pemukiman-pemukiman terdekat. Namun, pada tahun 1963 ketika pembangunan bendungan berjalan, ternyata air tersebut tidak menyentuh desa Granadilla sedikitpun. Meski begitu, para penduduknya tetap tidak boleh kembali.

Pengalaman ini merupakan hal yang traumatis bagi para warga Granadilla. Hingga saat ini banyak yang masih menyimpan rasa frustasi tersebut.

“Itu adalah sebuah parodi. Mereka mengusir kami, mengklaim bahwa bendungan akan membanjiri kota. Padahal itu mustahil karena letak kota lebih tinggi daripada bendungan. Namun, saat itu merupakan masa-masa diktator. Kami tidak memiliki hak,” ujar presiden dari Asosiasi Putra Granadilla Eugenio Jimenez.

Namun yang paling membuat ia frustasi adalah selama masa demokrasi. ”Saya telah berjuang untuk mengembalikan Granadilla bersama mantan asosiasi anak-anak (Granadilla). Dan tidak ada pihak pemerintah yang mendengarkan kami,” katanya.

Salah seorang mantan penduduk Granadilla bernama Purificacion Jimenez menceritakan kesedihan mereka ketika mendapat paksaan meninggalkan desa.

“Saya masih ingat ketika ada keluarga yang meninggalkan desa. Semua orang keluar menuju gerbang desa untuk mengucapkan selamat tinggal dan menangis,” ujarnya.

Para penduduk awal Granadilla bersama dengan keturunannya tetap berkunjung ke desa ini secara rutin. Mereka berkumpul setiap dua kali dalam setahun. Yaitu pada All Saints’ Day (1 November) dan Day of the Assumption of Mary (15 Agustus).

BBC/Penulis: Alya 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini