MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa yang tidak mengenal Wonder Woman? Sejak kemunculan pertamanya 80 tahun lalu oleh DC Comics, karakter pahlawan super perempuan ini telah menjadi ikon feminis fiksi terbesar di Amerika Serikat (AS). Kisahnya berdasarkan pada suku perempuan pejuang Amazon dari mitologi Yunani, yang jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya terinspirasi dari kisah nyata para perempuan pejuang kuno.
Kisah ras ksatria perempuan memang pertama kali muncul dalam mitologi Yunani, yang menyebutkan Amazon, suku yang terdiri dari perempuan-perempuan yang ahli berperang dan terkenal karena keterampilan berkuda serta keberanian mereka.
Suku Amazon yang menginspirasi Wonder Woman modern yang ikonik itu kemungkinan besar berakar dari Persia kuno (yang sekarang adalah Iran).
Persaingan besar orang Yunani dan Persia kuno didokumentasikan dengan sangat baik dalam seni, sejarah dan mitologi Yunani. Bahkan, sejarawan Persia kuno mengandalkan interpretasi Yunani untuk membuka misteri sejarahnya. Mereka mengidentifikasi gambaran perempuan yang bersisian dengan para pria di pertempuran. Gambaran ini muncul di vas dan keramik-keramik, dengan mengenakan pakaian gaya Persia, seperti jubah Kandys, celana Anaxyrides, dan sepatu Persikay.
Diketahui, pada tahun 470-an, orang Yunani mulai menyebut penggambaran mereka atas Persia sebagai Amazon, menjadikannya cerita mitologi. Bahkan kata Amazon, yang berarti pejuang, kemungkinan besar berasal dari bahasa Iran.
Menurut Herodotus, penulis dan ahli geografi Yunani abad ke-5 yang sering disebut sebagai sejarawan pertama, Suku Amazon terdiri dari perempuan-perempuan yang hidup dengan ideal, di kawasan yang saat ini dikenal sebagai Turki.
Mereka menjarah Kerajaan Persia dan berhubungan dengan suku-suku tetangga, merawat bayi perempuan untuk dibesarkan sebagai generasi prajurit berikutnya.
Sampai akhirnya, mereka bertemu Yunani dalam pertempuran Thermodon. Saat mereka terpojok ke laut, Amazon akhirnya memasuki wilayah Skithia, dekat Laut Hitam. Penduduknya, orang-orang Skit yang ahli berperang, awalnya diperkirakan akan bertarung dengan Suku Amazon, tapi kemudian keduanya malah bergabung.
Keturunan mereka adalah orang-orang Sarmati, yang juga sangat ahli dalam menunggang kuda dan berperang. Orang Skit dan Sarmati sama-sama terhubung ke Iran modern.
Penggalian di sekitar utara dan timur Laut Hitam mengungkapkan bahwa eksistensi pejuang perempuan seperti yang diceritakan dalam mitologi Yunani memang ada di kehidupan nyata.
Pada Desember 2019, kuburan empat petarung perempuan abad ke-4 SM dari wilayah Sarmati ditemukan di Desa Devitsa (sekarang Rusia Barat).
Penggalian di perbatasan Iran modern telah mengungkap keberadaan para petarung perempuan lainnya, yang mana di kota Tabriz di barat laut Iran, 109 kuburan prajurit ditemukan.
Seorang arkeolog bernama Alireza Hejebri-Nobari membenarkan dalam sebuah wawancara tahun 2004 bahwa salah satu DNA dari para prajurit itu adalah milik seorang perempuan. Sayangnya, pada Agustus 2020, penelitian DNA itu dihentikan karena kurangnya sumber daya.
Sementara itu, orang Skit dan Sarmati bukan satu-satunya yang punya prajurit perempuan. Banyak budaya kuno selain Yunani yang menceritakan kisah-kisah pejuang perempuan, seperti di Mesir, Roma, Kaukasus, Asia Tengah, Mongolia, India, dan Tiongkok.
Catatan sejarah menunjukkan sangat banyak contoh pejuang perempuan dalam kehidupan nyata, seperti Cynane, saudara tiri Alexander Agung. Cynane, putri dari Raja Phillip II, memiliki keterampilan militer yang sama dengan Alexander. Dia juga pernah memimpin pasukan dan melakukan pembantaian besar-besaran mengalahkan tentara Iliria.
Selain itu, ada juga Pantea Arteshbod, komandan Persia perempuan pada masa pemerintahan Cyrus yang Agung. Dia adalah sosok penting yang menjaga hukum dan ketertiban setelah Cyrus menaklukkan Neo-Babilonia.
Lalu, Ratu Arab Zenobia dari Kerajaan Palmyrene di Suriah yang terkenal toleran terhadap rakyatnya, mempunyai pemerintahan yang stabil, dan melindungi agama minoritas. Dia melakukan pemberontakan dari Roma untuk menaklukkan sepertiga bagian timur Kekaisaran Romawi. Setelah kematiannya, Zenobia menjadi simbol patriotik di Suriah yang telah menginspirasi banyak sejarawan, seniman, dan novelis.
Ada pula Joan of Arc, pejuang perempuan paling terkenal dalam sejarah Eropa, yang menginspirasi banyak orang lain di seluruh benua tersebut.
Dalam sastra dan budaya kuno maupun modern, sosok pejuang perempuan muncul dalam cerita rakyat dan dongeng seperti Mulan di cerita rakyat Tiongkok, dan puisi epik termasuk Spenser The Faerie Queene, epos Arab Delhemma dan The Book of Kings, yang ditulis oleh penyair Persia Ferdowsi.
Prajurit perempuan pun muncul dalam berbagai budaya populer kontemporer, termasuk The Avengers, Xena: Warrior Princess, Lara Croft, dan Buffy the Vampire Slayer.
Sementara Wonder Woman, tokoh yang terinspirasi dari mitos perempuan pejuang Amazon ini, dibuat oleh psikolog William Moulton Marston. Debutnya ada di edisi delapan All Star Comics tahun 1941.
Marston yang memiliki pengetahuan tentang mitologi Yunani menciptakan cerita yang menggabungkan sejarah kuno dan mitologi perempuan pejuang, dengan ideologi feminis abad ke-20. Menurutnya, Wonder Woman adalah propaganda psikologis untuk tipe perempuan baru yang harus menguasai dunia.
Wonder Woman digambarkan sebagai sosok perempuan yang identitasnya tidak diketahui siapa pun kecuali orang-orang yang memiliki prestasi luar biasa di dunia yang bergerak cepat, memiliki kekuatan seratus kali lebih lincah dan hebat dari atlet pria terbaik maupun pegulat terkuat, serta muncul untuk membalas ketidakadilan dan membela kebenaran.
Reporter: Safira Ginanisa