MATA INDONESIA, JAKARTA – Kerajaan Mataram mencapai masa jayanya di bawah pemerintahan Sultan Agung. Terbukti pada 1625, hampir seluruh pulau Jawa dapat dikuasai Mataram, kecuali Batavia (sekarang Jakarta) dan Banten.
Melansir buku “Sejarah Nasional, Ketika Nusantara Berbicara” karya Joko Darmawan, untuk memperluaskan kekuasaannya ke Batavia, Sultan Agung mengirim Bupati Tegal Kyai Rangga ke Batavia pada April 1628. Namun, tawaran diplomatisdengan syarat-syarat tertentu dari Mataram ditolak mentah-mentah pihak VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Penolakan tersebut pun menyulut amarah Sultan Agung. Ia pun menyatakan perang terhadap VOC. Berbekal 1.000 prajurit yang berada di bawah komando Bupati Kendal, Tumenggung Bahureksa, mereka bertolak menuju Batavia.
Pada 27 Agustus 1628, mereka menyerang benteng kecil “Hollandia” di sebelah tenggara kota Batavia, tempat pertahanan Coen. Pertumpahan darah pun tak terelakan.
Namun pada akhirnya penyerangan tersebut berhasil dipatahkan oleh 120 prajurit VOC yang dipimpin oleh Letnan Jacob van der Plaetten.
Pasukan Mataram pun terpaksa mundur sebab bala bantuan Belanda sebanyak 200 prajurit dari Banten dan Pulau Onrust telah tiba.
Namun Sultan Agung tak patah arang. Pada bulan Oktober 1628, ia melipat gandakan jumlah prajuritnya menjadi 10.000 personil untuk kembali menggempur Batavia. Pasukan ini dipimpin oleh Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani).
Namun lagi-lagi, Mataram kembali dipukul mundur. Muncul selentingan kalau kekalahan tersebut akibat lumbung perbekalan dan bahan makanan yang dibangun di sepanjang tanah Jawa menuju Batavia dihancurkan oleh pihak VOC, usai mendapat informasi dari salah satu pihak Mataram yang membelot.
Ada juga yang mengatakan, kekalahan tersebut sebagai imbas dari faktor kelelahan para prajurit karena jarak dari pusat Mataram ke Batavia menempuh 1-2 bulan perjalanan dengan berjalan kaki.
Meski pun kalah, namun penyerangan kedua tersebut berhasil menewaskan Coen. Namun, kabar kematiannya hingga kini masih simpang siur.
Menurut sejarawan Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007), Coen meninggal karena sakit perut atau penyakit kolera yang dideritanya.
Dia tewas 3 hari setelah serangan tentara Mataram. Wabah kolera yang menjangkiti air di Batavia ini diyakini karena diracun tentara Mataram.
Namun menurut sejarawan Alwi Shahab dalam Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2001), Coen meninggal karena dipenggal oleh tentara Mataram. Kemudian kepalanya dibawa ke Mataram, dan dikuburkan di tangga Imogiri, makam raja-raja kesultanan Mataram.
“Ini simbol, bila orang hendak ke pemakaman itu ia terlebih dulu seakan menginjak kepala Coen,” katanya.
Namun, sumber yang dianggap versi Belanda menyebut Coen dimakamkan di balai kota Batavia (Taman Fatahillah) dan kemudian dipindahkan ke Museum Wayang.
Namun pada 1939, pernah diadakan penggalian pada tempat yang dipercaya sebagai makam Coen itu, tapi tak ditemukan apapun. Mana yang benar?