MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa tak kenal Mohammad Natsir, seorang cendekiawan, ulama, sekaligus pendiri partai Masyumi. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan mantan Perdana Menteri kelima RI, yang pernah menjadi Presiden Liga Muslim Sedunia dan Ketua Dewan Masjid Sedunia.
Lahir di Lembah Gumanti, Solok, Sumatra Barat pada 17 Juli 1908, Natsir tak hanya terkenal sebagai seorang ulama atau cendekiawan Muslim saja. Dalam kesehariannya, ia adalah seorang pria pecinta musik.
Dalam sebuah kisah, Natsir memiliki kesamaan hobi dengan rekannya, yakni Douwes Dekker. Mereka berdua kerap berbincang-bincang dalam bahasa Belanda tentang musik-musik kelas dunia, salah satunya dari Ludwig van Beethoven.
Taufik Ismail pernah mencatat soal hobi Natsir memainkan musik, terutama ketertarikannya pada biola dengan nada-nada meniru komposer mahsyur dunia.
Bahkan, hobi bermusik Natsir ini dibuatkan puisi oleh Taufik Ismail, dengan judul ‘Mohammad Natsir, 100 Tahun dalam Kenangan’. Berikut kutipan puisi tersebut:
Tapi Natsir remaja tidak melulu jadi kutu buku di Bandung
Itu, petang sesudah mandi sore-sore dia memakai baju bersetrika
Pantalon panjang dan jas tutup, jalan kaki dari Cihapit bermalam minggu
Makan sate Madura di kedai Madrawi depan kantor polisi
Keliling sebentar di pasar baru
Pulang lewat Hotel Homann
Di depan sana dia mendengar orkes hotel melantunkan lagu demi lagu
Mendengar biola, dia ingin latihan biola lagi
Tapi dia tahan hobi yang satu ini
Karena dia masih konsentrasi ingin mendapat angka 9 untuk bahasa Latin
Dan angka 9 itu tercapai.
Menurut catatan dalam buku M. Natsir: Sebuah Biografi karya Ajip Rosjidi yang terbit tahun 1990, Natsir sempat belajar biola. Bahkan ia menjadi guru untuk alat musik tersebut di sebuah lembaga pendidikan Islam tahun 1960.
Bagian menarik dalam kegemaran Natsir pada musik, adalah ketika ia pernah mengharamkan hobinya tersebut, lalu menyadari bahwa hal tersebut tidak perlu.
“Setelah saya baca-baca kitab agama, saya mendapatkan bahwa musik itu katanya haram. Maka saya tinggalkan kegemaran saya itu, padahal saya tahu sekarang bahwa itu sebenarnya tidak apa-apa,” (Panji Masyarakat, No. 251).
Natsir meninggal dunia di Jakarta, 6 Februari 1993 pada usia 84 tahun.