Kisah AT Mahmud, dari Guru TK Jadi Pencipta Lagu Anak

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bicara soal lagu anak Indonesia, nama Abdullah Totong Mahmud tak bisa diabaikan begitu saja. Sosok yang karib disapa AT Mahmud ini banyak menetaskan sejumlah lagu anak yang masih dikenang hingga kini. Namun siapa yang menduga kalau sosok kelahiran Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, Palembang, Sumatra Selatan, 3 Februari 1930 ini ternyata pernah jadi guru.

Masa kecilnya dihabiskan di Palembang. Ia sempat menimba ilmu di Sekolah Rakyat (SR), saat tinggal di Sembilan Ilir. Usia 7 tahun, ia pindah ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir.

Bakat-bakat musiknya mulai bertumbuh di sini. Ia diperkenal secara unik soal notasi angka dari guru seninya. Dari do rendah sampai do tinggi, gurunya memakai kata-kata “do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an”. Dan saat membalikkan nada tinggi ke nada rendah, kata-katanya menjadi, “e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut”.

Namun animonya untuk menggeluti dunia musik sempat terhambat kala Jepang menduduki Indonesia. Saat itu, ia masih duduk di kelas V HIS dan harus pindah ke Muaraenim. Di kota ini ia masuk di sekolah Jepang bekas HIS dan mulai belajar sandiwara dan musik. Di Muaraenim juga ia berkenalan dengan Ishak Mahmuddin, seorang anggota orkes yang lantas mengajarinya main saksofon, gitar, ukulele, dan bass, juga membimbingnya mengarang lagu.

Masa revolusi 1945-1949 membuatnya tidak dapat bersekolah dengan baik. Ia ikut masuk kancah perjuangan dengan menjadi anggota Tentara Pelajar. Selama masa itu, kehidupannya berubah. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain, bahkan keluar masuk hutan. Syukurlah, ia dapat melewati masa itu dengan selamat, meskipun ada rekan-rekannya yang meninggal.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, Mahmud pun keluar dari kesatuan Tentara Pelajar. Ia kemudian melanjutkan sekolah dan dinyatakan lulus dari SMU bagian Pertama (SLTP) setelah mengikuti ujian akhir pada tanggal 11-16 Agustus 1950.

Ketiadaan biaya membuatnya tidak dapat segera melanjutkan pendidikan. Pamannya, Masagus Alwi mengajaknya bekerja di salah satu bank milik Belanda yang masih beroperasi. Ajakan tersebut diterima. Di tempatnya bekerja, ia dapat melihat langsung keramaian lalu-lintas, lalu-lalang kendaraan, pejalan kaki, juga para siswa membawa buku sekolahnya. Pikiran dan perasaannya mulai gelisah. Ia ingin kembali ke sekolah.

Ia akhirnya mendaftar sebagai siswa Sekolah Guru bagian A (SGA). Selama tiga tahun ia belajar di sekolah tersebut dan sempat mengarang sebuah lagu yang dibuat untuk ibunya.

Setelah lulus, ia mengajar di SGB Tanjungpinang. Di kota inilah ia bertemu dengan calon istrinya. Warsa 1956 ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di jurusan Bahasa Inggris. Dua tahun kemudian ia menikah dan istrinya turut diboyong ke Jakarta.

Setelah menyelesaikan masa belajar di jurusan Bahasa Inggris, ia ditugaskan di SGA Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Tak lama setelah ditugaskan, atas biaya dari Colombo Plan, ia kuliah di University of Sydney, Australia, untuk memperoleh sertifikat mata kuliah The Teaching of English as A Foreign Language.

Pulang dari Australia pada 1963, ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jakarta. Pada tahun ini pula ia dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan.

Kecintaannya kepada musik, terutama membuat lagu anak-anak pun tumbuh subur di SGTK. Ia pun memutuskan untuk menekuni musik dan meninggalkan kuliah.

Hemat dia, lagu anak berbeda dengan lagu dewasa. kebanyakan ide penulisan untuk lagu-lagunya muncul lewat spontanitas. Misalnya soal lagu pelangi, idenya muncul saat sedang menjemput salah seorang anaknya, Rika, yang sekolah di Taman Kanak-kanak, Taman Inderia, pimpinan Ibu I.A Tobing di Jalan Cimandiri dekat pasar Cikini.

Di tengah perjalanan, saat melintas di jembatan Pasar Rumput, dari atas sepeda motor yang dikendarai AT Mahmud, Rika berteriak, “Pelangi!” sambil menunjuk kearah langit. Dari situlah ide lagu Pelangi pun muncul dan dikenal hingga kini.

Kisah lainnya, ketika Rika bersedih karena kawan sekelasnya “Ade Irma” (putri jendral AH Nasution, pahlawan revolusi), meninggal dunia karena tertembak saat tragedi penculikan ayahnya.

Rika sangat bersedih dan setiap hari selalu bertanya, “Mengapa Ade Mati? Mengapa Ditembak? Ade masuk surga atau tidak??AT Mahmud tidak bisa menjawabnya langsung. Dari sini pula terlahir lagu “Ade Irma Suryani”.

Atau soal lagu Lagu “Ambilkan Bulan” pun punya latar belakang penulisan yang menarik. Saat malam tiba, salah satu anak AT Mahmud sedang bermain di teras rumah. Tiba-tiba ia menarik lengan sang ayah, memintanya untuk berjalan keluar. Tiba-tiba sang anak berkata, “Pa, ambilkan bulan.”

Ya, sebagai seorang ayah, ia pun bingung, tidak mengerti buat apa sang anak meminta bulan. Meskipun kejadian tersebut berlalu begitu saja, permintaan sang anak melekat dalam benaknya. Ia lantas menuangkannya menjadi sepenggal lirik lagu. Agar lebih lembut, ia pun mengubah “Ambilkan bulan, Pa” menjadi “Ambilkan bulan, Bu”.

Pelan tapi pasti, lagu-lagunya mulai dikenal di kalangan anak-anak, guru sekolah, dan orang tua. Tahun 1968, Televisi Republik Indonesia (TVRI) mengundangnya. Salah seorang pejabat di sana menjelaskan bahwa TVRI ingin menyelenggarakan sebuah acara baru, yaitu musik anak-anak tingkat SD. Ia diminta untuk mengoordinasi acara ini. Akhirnya jadilah sebuah acara bertajuk Ayo Menyanyi yang mulai mengudara tanggal 3 Juni 1968.

Setahun berselang, ia pun mengusulkan acara “Lagu Pilihanku” yang juga disetujui pimpinan TVRI tahun 1969. Ajang lomba itu juga mendapat respon positif dari pemirsa TVRI. Kedua acara karya AT Mahmud itu bertahan hingga 20 tahun.

Lagu anak-anak karya AT Mahmud kembali booming tahun 2000-an. Saat itu, penyanyi cilik, Tasya (Shafa Tasya Kamila) membawakan 15 karya dari AT Mahmud dan album tersebut sukses dipasaran musik tanah air. Lewat Tasya, karya abadi AT Mahmud, terangkum dalam tiga album : “Libur Telah Tiba”, “Gembira Berkumpul” dan “Ketupat Lebaran”.

Sang maestro kini telah tiada. Ia tutup usia pada 6 Juli 2010. Hari ini, tepat hari ini 10 tahun lalu, A.T. Mahmud pergi. Namun, namanya tetap dikenang sebagai salah satu penulis lagu anak yang fenomenal.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Koordinasi Organisasi Lintas Agama, Wabup Sebut Sleman Representasi Rumah Bersama

Mata Indonesia, Sleman - Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa menghadiri pertemuan dan koordinasi organisasi lintas agama, bertempat di Gereja Kristen Jawa Minomartani, Kapanewon Ngaglik, Minggu (22/12).
- Advertisement -

Baca berita yang ini