Kekaguman Von Goethe Pada Nabi Muhammad SAW, Benarkah Dia Muslim?

Baca Juga

MATA INDONESIA, BERLIN – Nabi Muhammad SAW adalah tokoh yang sangat dikagumi Johann Wolfgang von Goethe.

Bagi Goethe, sastrawan, penyair, penulis naskah, novelis, ilmuwan, negarawan, hingga kritikus Jerman terbesar itu, Agama Islam banyak menginspirasinya. Ia beberapa kali menyebut agama Islam dan Nabi Muhammad SAW dalam karya-karyanya.

Terdapat lebih dari 10.000 tulisan dan 3.000 gambar karya Goethe dan masih tersimpan hingga saat ini. Berkat karyanya, Goethe menjadi salah satu seniman sastra Jerman yang pengaruhnya dapat terasa hingga seluruh Eropa bahkan dunia. Tulisannya menjadi sumber inspirasi dalam musik, drama dan puisi.

Kekagumannya kepada Nabi Muhammad dan Islam terlihat saat dia berusia 23 tahun, Goethe sudah membuat puisi yang indah memuji Rasulallah SAW.  Dalam syairnya berjudul Mahomet Gesang. Salah satu baitnya berbunyi:

”Juga kalian, dan kini lebih ajaib dia membesar-meluas/Seluruh ras menyanjung pangeran ini.”

Tak hanya itu. Dalam suratnya kepada anak tunggalnya August pada 17 Januari 1814, Goethe mengatakan “Beberapa agama telah mengecoh kita sampai kemudian datang Al-Quran ke perpustakaan kita”.

Tentang Nabi Muhammad saw, ia juga menulis “Dia seorang Rasul dan bukan penyair. Dan karenanya Al-Quran ini hukum Tuhan. Bukan buku karya manusia yang sekadar bahan pendidikan atau hiburan”.

Keyakinan Goethe terhadap kebenaran ajaran Islam, ia tuangkan dalam kumpulan syairnya West-ostliche Divan.

Judul tersebut juga ditulis dalam huruf dan bahasa Arab Al-Diwan Al-Syarqiyyu li Al-Muallifi Al-Gharbiyyi. Sajak pertamanya dalam buku ini ia beri judul Hegire yang berasal dari kata Hijrah.

Yang menarik, menurut Professor Katharina Mommsen, seorang sejarawan di Stanford University California, syair ini Goethe tulis pada 24 Desember 1814, persis pada malam Natal, saat pemeluk agama Kristen sedang merayakan kelahiran Nabi Isa as.

Di dalam bait-bait syair tersebut, ia mengatakan:

“Utara, Barat dan Selatan Porakporanda/Mahkota-mahkota hancur terpencar, Kerajaan bergetar/Apakah suara terompet itu memebahanakan hari pengadilan Akhir?/Dengarlah suara Perintah pada penyair: Selamatkan dirimu, dan pergilah ke Timur serta dalam kemurnian Timur nikmatilah perlindungan Yang Mulia.”

Bagaimana Goethe mengenal Islam dan Nabi Muhammad?  Menurut Mommsen, Goethe mengenal Al Qur’an sejak usia 23 tahun saat ia kuliah. Ia berkenalan dengan penulis humanis terkenal, teolog dan filsuf Johann Gottfried Herder (1744-1803). Nah, selama tahun-tahun sekolahnya di Strasbourg adalah salah satu titik balik dalam hidupnya. Herder adalah salah satu peneliti yang memiliki pandangan positif tentang Islam. Dia juga menyarankan Goethe untuk membaca Al Quran.

Dia menunjukkan bagaimana orang-orang Arab melindungi iman dan budaya mereka melalui bahasa ajaib yang ada di Al Quran.

Pada tahun 1772, ketika Al Qur’an  diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dari teks aslinya oleh Megerlin, seorang profesor dari Frankurt. Goethe terang-terangan tidak menyetujui hasil kerja Megerlin itu.

Goethe mempelajari Al Qur’an dengan serius. Dan dari beberapa tulisannya tampak juga berusaha menulis dan berbicara menggunakan bahasa Arab.

Ayat-ayat Al Qur’an terkadang mewarnai tulisan-tulisan Goethe. Salah satu ayat Al Qur’an yang sering ia kutip adalah

QS. ‘Ibrahim [14] : 4

“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Masa Kecil

Lahir di Frankfurt, Negara bagian Hessen, Jerman pada 28 Agustus 1749, Goethe adalah anak pertama dari Johann Casper Goethe seorang ahli hukum, pecinta seni, dan Cathariana Elizabeth Textor. Goethe memiliki tujuh adik namun hanya adik perempuan nya saja yang bertahan hidup.

Ia tidak pernah merasakan sekolah umum karena Goethe selalu di sekolahkan secara privat oleh sang ayah. Goethe dan ayahnya punya selera yang sama pada seni sastra. Karena Goethe berasal dari keluarga kaya dan intelektual. Tak heran sejak kecil dia menerima pelajaran private dalam bahasa Yunani kuno, Latin, Ibrani, Prancis, Inggris, Italia, serta dalam teologi, ilmu alam, sejarah, geografi, matematika, lukisan, dan musik. Ia terbiasa mendengar dongeng seribu satu malam dari ibu dan neneknya.

Sebagai seorang anak, dia mengenal dengan dongeng “Seribu Satu Malam” dari ibu dan neneknya.

Akhirnya Goethe mengikuti jejak ayahnya, ia mempelajari ilmu hukum di Universitas Leipzig pada tahun 1765. Lulus menjadi advokat, Goethe memilih menjadi penulis. Pada 1773, Goethe menulis drama Gotz von Berlichingen yang menceritakan kisah seorang tokoh sejarah pada abad ke-16. Drama tersebut meraih sukses. Ia mendapat pujian sebagai pembaharu sastra. Pada 1774, novel pertamanya, “Die Leiden des jungen Werthers” (“The Sorrows of Young Werther”), terbit. Novel ini memiliki dampak yang luas. Buku ini memperoleh reputasi besar di seluruh dunia dan sejauh ini telah diterjemahkan ke dalam 64 bahasa.

Tahun 1775 Goethe pindah ke Weimer untuk bekerja sebagai pejabat negara. Sejak saat itu ia sibuk dengan tugas sebagai abdi negara. Ia sempat mengajukan cuti untuk berlibur ke Italia. Selama kurang 2 tahun setelahnya ia mempelajari kesenian dan arsitektur klasik dari zaman Romawi dan Yunani. Di Italia Goethe kembali menjalani hobinya menulis.

Goethe juga membutuhkan waktu 60 tahun untuk menulis karya besarnya, “Faust,” sebuah klasik dunia. Pada tahun 1867 ia menerbitkan buku kumpulan dari puisinya yang berjudul “Anette”. Puisi ini ia persembahkan untuk perempuan yang Goethe kagumi semasa di bangku kuliahnya.

Faust, salah satu karya terbesar Goethe
Faust, salah satu karya terbesar Goethe

Pada usia 66 tahun, Von Goethe melepaskan jabatan terakhirnya sebagai pejabat negara. Kemudian ia hidup bersama putranya dan mendapat perawatan dari menantunya. Pada masa tuanya Goethe sempat menulis otobiografinya. Namun di tahun 1822 ia mengalami serangan jantung.

Kondisi fisik Von Goethe semakin menurun ketika tahun 1828, Herzog Carl August sahabat dan sekaligus pendukung Goethe meninggal dunia. Hal ini membuat ia merasa kesepian dan terus sakit-sakitan. Hingga pada Maret 1832 ia mengalami serangan jantung untuk yang kedua kalinya. Kondisinya semakin parah karena timbulnya infeksi paru-paru. 22 Maret 1832 Goethe meninggal dunia di Weimar. Keluarganya menguburkan Goethe di samping pemakaman sahabatnya.

Dari berbagai sumber/Reporter : Firda Padila

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tindakan OPM Semakin Keji, Negara Tegaskan Tidak Akan Kalah Lawan Pemberontak

Organisasi Papua Merdeka (OPM) banyak melancarkan aksi kekejaman yang semakin keji. Maka dari itu, negara harus tegas untuk tidak...
- Advertisement -

Baca berita yang ini