Karena Perluasan Wilayah, Nama Makassar Sempat Jadi Ujung Pandang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTAMakassar merupakan salah satu kota terbesar di Sulawesi Selatan. Namun, siapa yang tahu jika ibu kota Sulawesi Selatan itu pernah bernama Ujung Pandang?

Nama Makassar tertulis di dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14 sebagai daerah taklukkan Majapahit.

Disebutkan, seluruh Sulawesi menjadi daerah ke VI Kerajaan Majapahit yang terdiri dari Bantayan (Bantaeng), Luwuk (Luwu), Udamakatraya (Talaud), Macacar (Makassar), Butun (Buton), Banggawai (Banggai), Kunir (Pulau Kunyit), Selaya (Selayar), Sumba, dan Solot (Solor).

Raja Gowa ke-9, Tumaparisi Kallona menjadi tokoh pertama yang mengembangkan kota Makassar. Dia membangun benteng-benteng Kerajaan Gowa di muara Sungai Jeneberang.

Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan di Indonesia Timur. Raja-raja Makassar menetapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat dan menolak Belanda untuk mendapatkan hak monopoli di kota tersebut.

Kemudian, kendali kekuasaan para raja di Makassar semakin menurun karena kuatnya pengaruh Kerajaan Belanda. Di tahun 1669, Belanda dan beberapa kerajaan sekutu Belanda menyerang kerajaan Islam Gowa-Tallo sebab telah menghalangi mereka terhadap penguasaan rempah-rempah di Indonesia.

Sayangnya, Gowa-Tallo tidak bisa mempertahankan kerajaan dan terpaksa menandatangani Perjanjian Bungaya.

Dengan persetujuan Perjanjian Bungaya pada tahun 1667, Benteng Ujung Pandang jatuh ke tangan Belanda setelah Perang Makassar. Bangunan-bangunan yang tadinya bermotif Gowa kemudian diganti dengan bangunan gaya barat bernama Benteng Fort Rotterdam.

Sementara, nama Kota Makassar diubah menjadi Ujung Pandang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971 yang ditandatangani 31 Agustus 1971.

Saat itu, Wilayah Makassar mengalami perluasan dari 21 kilometer persegi menjadi 115,87 kilometer persegi yang terdiri dari 11 wilayah kecamataan dan 700 ribu jiwa.

Pemekaran tersebut mengambil wilayah tiga kabupaten, yaitu kabupaten Maros, Gowa, dan Pangkajene Kepulauan.

Walikota Makassar pada saat itu, H.M. Daeng Patomo (alm) menyebut terpaksa menyetujui nama tersebut agar kota mendapat perluasan wilayah.

Sementara, Bupati Gowa Kolonel K.S. Mas’ud dan Bupati Maros Kolonel H.M. Kasim DM menolak pemekaran itu. Namun, berhasil redam dan mereka akhirnya menerima perubahan nama tersebut.

Alasan lainnya dari perubahan nama tersebut karena Makassar merupakan nama sebuah suku dan tidak semua penduduk kota itu dari suku yang dimaksud.

Namun, karena desakan masyarakat yang memprotes perubahan nama tersebut, pada 13 Oktober 1999 nama kota itu dikembalikan lagi menjadi Makassar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999.

Dikembalikannya nama Makassar terjadi saat BJ Habibie menjadi presiden Republik Indonesia menggantikan Soeharto yang memilih mundur karena desakan seluruh masyarakat Indonesia.

Perubahan itu berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1999. (Annisaa Rahmah)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Mengapresiasi Kesuksesan Pilkada Serentak 2024 Hasil Kerja Sama Semua Pihak

JAKARTA - Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Indonesia mencatatkan kesuksesan besar, ditandai oleh penyelenggaraan yang tertib dan keamanan yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini