Hanya Kerajaan di Meksiko Ini yang Tak Bisa Dijajah Suku Aztec

Baca Juga

MATA INDONESIA, MEKSIKO CITY – Separuh benua Amerika di zaman dulu nyaris dikuasai Suku Aztec. Dari sekian banyak wilayah yang terjajah, hanya Purhepechas, satu-satunya suku di Mesiko yang gagal ditaklukkan oleh suku Aztec. Namun mereka hampir hilang dari sejarah.

Stephanie Mendez, jurnalis BBC ternyata salah satu keturunan suku ini. Ia sengaja mendatangi kota Trzitzuntzan yang berada di negara bagian Michoacan, sebelah barat daya Meksiko untuk melihat jejak leluhurnya. Bersama pamannya, ia menyaksikan puing-puing piramida tempat suku ini melakukan ritual ibadah.

Piramida, yang dalam bahasa lokal disebut yacatas, berbentuk bulat unik dan terbuat dari batu vulkanik.

Mendez lahir dan besar di California.  Kisah leluhurnya sudah lama hilang setelah kakeknya meninggal pada tahun 1978. Menurut Mendez, neneknya yang membawa ia bersama keluarganya pindah ke Amerika Serikat dari Meksiko tahun 1983.

Setelah pindah ke Amerika, semua keluarganya termasuk ayahnya Mendez mencoba beradaptasi dan berasimilasi dengan budaya Amerika. Lama kelamaan budaya Purhepecha menghilang seiring waktu. Baru saat Mendez menjadi jurnalis ia mencoba mencari tahu identitas asli mereka.

Pada tahun 2021 saat pandemi, Mendez yang sudah berusia 31 tahun, pergi bersama ayahnya ke  Michoacan Meksiko. Mendez bertemu dengan sepupu ayahnya bernama Israel. Saat itulah pamannya mengungkapkan bahwa mereka adalah keturunan Purhepecha. Malah, nenek buyutnya, Juana, masih hidup dan tinggal di pueblo (kampung) kecil Uren. Masih dekat dengan tempat tinggal pamannya.

Penduduk Asli Meksiko

Israel bercerita jauh sebelum Hernan Cortez menaklukan Meksiko sudah ada suku Purhepecha. Suku ini punya kerajaan yang sangat kuat di Meksiko. Suku Aztec yang suka menjajah pun berhasil mereka usir ketika mencoba untuk menyerangnya.

Fernando Perez Montesinos, asisten profesor sejarah lingkungan asli di University of California, Los Angeles mengungkapkan bahwa suku Purhapecha sama kuatnya dengan Aztec. Beberapa kali suku Aztec menyerang tapi bisa diusir sehingga mereka kapok untuk menyerang kembali.

Cerita soal suku ini keluar dari nenek buyut Mendez. Rupanya nenek buyutnya itu adalah tetua suku. Ia tinggal di sebuah bangunan lapuk yang terbuat dari dinding semen dan barang-barang sederhana. Neneknya itu bicaranya pelan. Ia berbicara dalam bahasa yang terancam punah, dan sesekali berbahasa Spanyol.

Dari perkiraan populasi Meksiko yang berjumlah 128,9 juta orang, 124,8 juta di antaranya adalah penutur bahasa Spanyol. Hanya 175.000 orang yang dapat berbicara dalam bahasa Purhepecha. Mereka semua tinggal di negara bagian Michoacán.

Nenek buyutnya saat bertemu Mandez mengajarinya memasak tanpa listrik atau kompor. Ia juga menghidangkan makanan dengan peralatan dari barro (tanah liat terakota merah). Ia juga menunjukkan lubang batu dalam di tengah ruangan tempat menyiapkan pot besar nixtamal. Yaitu biji jagung yang prosesnya dengan cara khusus untuk membuat tortilla de maíz.

Mendez kemudian diajak pamannya untuk ke Patzcuaro. Wilayah ini adalah sebuah lembah di danau Patzcuaro. Di tempat ini, suku Purhepechas biasanya melakukan ritual menyembah dewa mereka, termasuk dewa tertinggi Curicaueri (dewa matahari).

Antara abad ke-14 dan awal abad ke-16, Suku Purhpechas mendominasi Meksiko barat dengan perkiraan populasi lebih dari satu juta orang. Tzintzuntzan adalah ibu kota mereka, tempat irecha, atau penguasa, bertempat tinggal.

Suku Aztec, pada masa itu, memerintah di Meksiko Tengah. Saat Aztec ingin meluaskan kekuasaannya, Kekaisaran Purhepecha mencegah Aztec untuk berkuasa di utara dan barat.

Menurut Jahzeel Aguilera Lara, seorang ahli geografi dan peneliti di National Autonomous University of Mexico, Yacatas Tzintzuntzan atau ‘tempat burung kolibri’ adalah struktur piramida yang paling terpelihara di wilayah tersebut.

Kekaisaran Purhepecha memilih daerah ini karena sebuah alasan. Karena ini adalah danau kolosal dengan beberapa pulau yang aman, bahan makanan yaitu ikan berlimpah dan lanskap sekitarnya yang subur. Tak hanya itu terdapat pegunungan yang udaranya sejuk dengan rerimbunan pohon pinus.

Daerah ini begitu spektakuler sehingga Purhepechas percaya bahwa danau itu adalah pintu gerbang ke surga. ”Ini adalah wilayah yang sangat penting bagi munculnya suku Purhepecha di negara bagian pra-Hispanik dalam sejarah,” kata Sandra Gutierrez De Jesus, seorang penduduk asli Puurhepecha sekaligus profesor Studi Amerika Latin dan studi Chicano’a di California Universitas Negeri, Los Angeles.

Ketika Spanyol tiba di lembah Danau Patzcuaro antara tahun 1521 dan 1522, mereka menangkap penguasa Purhepecha dan memaksa kekaisaran untuk melepaskan kekuasaannya. Namun, seperti yang penjelasan Perez Montesinos, para sejarawan menganggap transisi ini lebih damai daripada pengepungan suku Aztec.

Orang-orang Puurhepecha mendapat otonomi lebih dari Spanyol. Kaum elite Purhepecha juga terus memiliki pengaruh dan otoritas atas wilayah tersebut.

“Kontrol kekuasaan tetap ada dari kelompok elite Purhepecha,” kata Perez Montesinos.

“Orang-orang Spanyol datang dan melakukan apa yang mereka inginkan di daerah ini, tapi sekarang kita tahu bahwa mereka selalu harus bertanya dan bernegosiasi dengan para elite Purhepecha untuk tetap berkuasa,” katanya.

Salah satu contoh saat membangun monumen Montesinos di Basílica de Nuestra Seoora de la Salud. Pembangunan katedral ini sekitar tahun 1540.

”Pengetahuan awam menyebut Uskup Vasco De Quiroga membangun katedral itu, tapi sebenarnya orang-orang P’urhépecha,” ucapnya .

Montesinos menjelaskan, orang Spanyol tidak harus menggunakan kerja paksa untuk membangun katedral karena komunitas P’urhépecha setuju untuk bekerja sama dan meminjamkan tenaga mereka.

Ada narasi yang sangat dominan yang mencoba mengecilkan pencapaian orang-orang Purhepecha dengan menyoroti bagaimana para biarawan Spanyol mengajari mereka membuat bangunan ini.

“Namun dalam menghadapi tantangan yang sangat menakutkan, Puurhepecha memasukkan hal-hal baru ke dalam hidup mereka untuk membuat sesuatu yang orisinal,” kata Montesinos.

Karena Michoacan kaya dengan pohon ek dan pinus, Kekaisaran Purhepecha menjadi terkenal karena keahliannya dalam konstruksi kayu. Bangunan mereka yang paling menonjol adalah rumah kayu tradisional trojes.

Setelah penjajahan, orang-orang Purhepecha menggabungkan keahlian mereka ke dalam infrastruktur kolonial Spanyol yang berdiri hari ini di seluruh Michoacán.

Karena Purhepecha mampu mempertahankan begitu banyak otonomi, tiga pusat administrasi kekuasaan mereka-Tzintzuntzan, Pátzcuaro, dan Ihuatzio-tetap menjadi pusat ekonomi selama era penjajahan. ”Saya tinggal di Patzcuaro selama masa kanak-kanak dan itu adalah tempat paling indah. Ini asal usul suku Purhepecha,” kata Israel.

Danza de Los Viejitos

Israel kemudian mengajak keponakannya Mendez untuk berkunjung ke Plaza Grande yang berada di tengah kota. Saat itu sedang ada perayaan budaya Purhepecha.

Remaja laki-laki menampilkan tarian tradisional yang disebut Danza de los Viejitos (Tari Orang Tua).

Mereka berpakaian putih, dengan seragamn buatan tangan berwarna-warni dan topi seperti jerami dengan pita pelangi yang semarak. Mereka berlama-lama dengan tongkat dan mengenakan topeng pria tua yang luar biasa sebelum masuk ke gaya tarian tap Meksiko yang disebut zapateado.

Tarian pra-Hispanik ini awalnya dilakukan oleh orang tua sebagai bagian dari ritual untuk dewa-dewa kuno. Tapi setelah Spanyol menjajah Purhepecha, tarian ini menjadi ejekan bagi warga Spanyol.  Itulah sebabnya para penari mengenakan topeng lucu.

Meskipun kekaisaran Purhepecha tak ada tandingannya, namun Suku Aztec lah yang malah mendominasi ritual dan kebudayaan warga Meksiko.

”Itu lebih berkaitan dengan bagaimana nasionalisme Meksiko muncul pada abad ke-19 dan ke-20. Semuanya berbasis di sekitar Mexico City. Narasi identitas Meksiko sebagian besar berasal dari warisan suku Aztec,” kata Perez Montesinos.

BBC/Reporter: Alya 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini