MATA INDONESIA, JAKARTA – Pelajaran untuk Amerika Serikat yang selalu sombong sebagai penguasa dunia. Salah satu krisis ekonomi yang menghebohkan dunia sampai tercatat dalam sejarah adalah krisis ekonomi di tahun 1930 an. Great Depression.
Krisis ekonomi ini sangatlah parah dan berlangsung dalam waktu yang lama. Tak hanya itu krisis ini berimbas pada negara-negara lainnya di dunia.
Mengutip Federal Reserve History, kejadian ini terjadi pada dekade 1920-an. Sejarah kelam tersebut berlangsung selama 10 tahun, mulai dari 1929 sampai 1939 saat Herbert Hoover menjadi presiden.
Depresi Besar merupakan pukulan telak bagi perekonomian Amerika mengingat sepanjang 1920 ekonomi mereka berkembang begitu pesat. Ekonomi tumbuh pesat, kekayaan negara meningkat lebih dari dua kali lipat sehingga periode tersebut sempat disebut sebagai “The Roaring Twenties”.
Ekonomi yang tumbuh pesat memicu spekulasi besar-besaran di pasar saham. Indeks saham melejit hingga mencapai puncaknya pada Agustus 1929. Mimpi buruk Amerika Serikat mulai datang pada September 1929. Ketika harga saham secara perlahan terus turun.
Puncaknya terjadi pada 24 Oktober 1929 ketika terjadi pelepasan saham-saham secara besar-besaran. Sebanyak 13 juta lembar saham berpindah tangan dalam waktu sehari. Indeks saham jatuh sangat dalam hanya dalam waktu sehari.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh hingga 11 persen dalam sehari. Peristiwa itu disebut publik dengan “Black Thursday”.
Lima hari kemudian, pada 29 Oktober 1929, krisis di bursa saham mencapai titik terparah. Enam belas juta lembar saham terjual dalam suasana kepanikan luar biasa. Orang-orang menyebut kejadian ini dengan “Black Tuesday”. Dan ini menjadi salah satu hari yang paling tercatat dalam sejarah ekonomi dunia.
Inilah awal mula dari depresi besar yang lazim dikenal sebagai “Krisis Malaise”. Jatuhnya pasar saham menyebabkan penurunan daya beli, menyusutnya investasi, guncangan sektor industri, dan merebaknya pengangguran.
Meningkatnya pengangguran menyebabkan kredit macet meningkat, dan penyitaan aset melonjak.
Situasi semakin tak menentu ketika terjadi musim kekeringan di beberapa wilayah pertanian di AS. Petani tidak mampu memanen hasil ladang mereka dan terpaksa membiarkannya membusuk di ladang.
Mulai bermunculan pengemis dan tunawisma di kota-kota Amerika.
Pada musim gugur tahun 1930, gelombang pertama melanda perbankan. Masyarakat yang kehilangan kepercayaan menarik dananya di perbankan secara besar-besaran. Serta memaksa bank untuk melikuidasi pinjaman guna melengkapi cadangan kas.
Belum pulih seutuhnya, sapuan berikutnya terjadi pada musim semi dan gugur di tahun 1931 sampai 1932. Puncaknya, pada tahun 1933, banyak bank tutup.
Pemerintah Hoover panik. Dalam menghadapi situasi yang mengerikan itu, Hoover berupaya memberi solusi berupa dukungan kepada bank-bank lewat pinjaman pemerintah. Harapannya, setelah pinjaman kepada bank mulai dapat beroperasi normal dan kembali mempekerjakan karyawan.
Namun bukannya memberikan perbaikan kondisi, krisis justru semakin parah. Dalam rentang tiga tahun, jumlah pengangguran malah bertambah banyak.
Pada tahun 1930 angka pengangguran berada di 4 juta orang. Kemudian meningkat menjadi 6 juta pada tahun 1931. Dan di tahun 1933, jumlahnya mengganas di sekitar 15 juta pengangguran.
Roosevelt.
Masa pemerintahan Hoover berakhir dengan penuh caci maki dari warganya. Muncullah Franklin D. Roosevelt sebagai Presiden AS. Ia seorang yang pragmatis.
Dalam 100 hari pertama kerjanya, Roosevelt mendorong Kongres untuk meloloskan undang-undang baru.
Langkah dan strategi Roosevelt lebih konkret. Ia bersama kongres AS membuat strategi bernama New Deal. Ini berisi 47 program yang terbagi dalam tiga tahapan eksekusi dari 1933 sampai 1939.
Program-program yang tertera dalam “New Deal” meliputi
- Penutupan dan pemeriksaan kepada semua bank agar dapat sehat secara finansial
- Pemotongan gaji pegawai pemerintah maupun militer sebesar 15%
- Mempekerjakan sekitar 3 juta orang selama 10 tahun untuk menggarap lahan publik
- Menukar emas dengan mata uang dolar
- Mendanai pekerjaan di bidang pertanian, konstruksi, pendidikan, maupun kesenian.
- Memberikan pinjaman pada para petani untuk menyelamatkan ladang ternak dari penyitaan.
Kebijakan New Deal ini perlahan memperlihatkan hasil. Satu tahun berjalan, pertumbuhan ekonomi Amerika mencapai angka 10,8 persen. Lalu, pada tahapan kedua, pertumbuhan ekonomi turun meski masih di angka tinggi yakni 8,9 persen.
Pada tahun 1936, pertumbuhan ekonomi kembali naik dan menyentuh angka 12,9 persen.
Setelah menunjukkan tanda pemulihan yang baik di musim semi 1933 hingga 1936, krisis kembali muncul di tahun 1937 saat Federal Reserve memutuskan untuk meningkatkan persyaratan guna memperoleh cadangan uang. Terlebih, saat itu Roosevelt juga memotong pengeluaran pemerintah yang membuat ekonomi mengalami kontraksi di angka 3,3%.
Namun semua itu berubah ketika terjadi Perang Dunia II. Ekonomi AS kembali mengeliat. Keputusan Roosevelt untuk memproduksi senjata dan dijual ke negara-negara peserta perang membuat kondisi ekonomi di AS kembali normal.
Reporter: Dinda Nurshinta