Filsafat Antimetafisika Ala John Locke

Baca Juga

MATA INDONESIA, WRINGTON – John Locke adalah seorang filsuf asal Inggris. Ia tokoh utama dari pendekatan empirisme. Rekan dari Isaac Newton ini menjadi sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan.

John Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian). Saat itu pendekatan Descartes sudah tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan filsafat yang dominan.

Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan eksperimen-eksperimen dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Filsafatnya terkenal dengan sebutan antimetafisika. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang bersifat pasti serta cara penarikan dengan metode induksi.

Filsuf yang lahir di Wrington, Somerset, Inggris pada 29 Agustus 1632 ini lahir dari keluarga kelas menengah. Keluarganya memiliki beberapa tanah dan rumah di daerah Pensford, kota kecil di selatan Bristol. Profesi ayah Locke adalah pengacara dan sering melakukan tugas-tugas administratif di pemerintahan lokal.

Locke sekolah di salah satu sekolah terkenal di Inggris, yakni Sekolah Westminster pada tahun 1647. Kala itu pendidikan di sekolah tersebut mengacu pada bahasa-bahasa kuno, seperti bahasa Yunani, bahasa latin, dan bahasa Ibrani. Pada Mei 1652, Locke tinggal di Oxford karena mendapat beasiswa untuk mengenyam pendidikan di Sekolah Gereja Kristus (Christ Church).

Di Sekolah Gereja Kristus, Locke tidak mendapatkan nilai yang mengesankan hingga strata dua karena ia kurang menyukai berbagai tema metafisika dan logika serta metode skolastik dalam berdebat. Ia malah menyenangi bidang medis dan membuat banyak catatan tentang hal yang berhubungan dalam bidang medis. Dari sinilah, tepatnya sejak tahun 1657, ia mulai meminati filsafat alam. Tak hanya itu, ia juga meminati filsafat mekanis dan bidang politik.

Kala itu, pada bulan November – Desember 1660, untuk menanggapi pandangan Edward Bagshaw tentang perlunya hakim sipil dalam menentukan bentuk-bentuk ibadah keagamaan, John Locke membuat karangan singkat. Di tahun 1661-1662, ia kembali menulis dua karya dalam bahasa Latin.

Dua karya dalam bahasa Latin tersebut adalah karya untuk menegaskan kembali tesis untuk melawan argumentasi Bagshaw. Sementara karya lainnya adalah penolakan terhadap posisi Gereja Katolik Roma yang menyatakan Alkitab perlu ada penafsiran. Untuk mempertahankan pendapatnya, Locke menggunakan teologi Gereja Anglikan.

Sebelumnya, di tahun 1661, John Locke menjadi dosen bahasa latin dan bahasa Yunani di sekolah Gereja Kristus tempatnya belajar dulu. Di tahun 1663 ia mempelajari kimia dengan Boyle. Dan di tahun 1664 ia menjadi petugas sensor dalam bidang filsafat moral.

Ia kemudian menjadi sekretaris Walter Vane yang bertugas melakukan misi diplomatik ke beberapa negara. Di tahun 1665 ia pernah mendapat tawaran menjadi sekretaris untuk pekerjaan diplomasi ke Spanyol, namun ia menolak. Saat kembali ke Oxford, Locke kembali melanjutkan pendidikannya di bidang fisiologi dan kimia.

Pada Februari 1689, ia kehilangan posisinya di Sekolah Gereja Kristus dan tidak pernah berusaha mengambilnya kembali. Dua tahun setelahnya, Locke pergi ke Oates untuk menetap di sana sepanjang sisa hidupnya, meski pada dekade 1690-an, Locke sempat tinggal di London karena ia memiliki beberapa urusan di pemerintahan. Pada Juli 1693, ia mempublikasikan karyanya di bidang pendidikan yang berjudul “Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan”.

Di tahun 1695, ia kembali mempublikasikan karyanya yang berjudul “Kerasionalan Agama Kristen (The Reasonableness of Christianity)”. Awal-awal tahun 1696 ia gunakan untuk beristirahat di Oates. Pada Juni hingga empat tahun kedepan, ia kembali melakukan pekerjaannya untuk pemerintah di bidang ekonomi dan koloni-koloni Inggris

Pada periode ini, selain bekerja di pemerintahan, Locke juga berpolemik selama dua tahun, yakni sejak November 1696 hingga akhir tahun 1698 dengan Edward Stillingfleet, seorang uskup Gereja Anglikan. Di akhir tahun 1698 inilah Stillingfleet tidak lagi menanggapi pandangan Locke karena  kondisi kesehatannya menurun.

Locke pensiun dari pekerjaannya pada Juni 1700. Namun ia masih merampungkan sebuah karya yang berjudul “Parafrase dan Catatan terhadap Surat-Surat Rasul Paulus (Paraphrase and Notes on the Epistles of St Paul)”. Karya ini menggambarkan kedalaman karakter religius dari pemikiran Locke.

Seiring dengan kesehatannya yang kian menurun, Locke menderita penyakit asma. Ia meninggal pada 28 Oktober 1704 dan dikuburkan di High Laver.

Konsep filsuf John Locke

  1. Tentang Ilmu

Konsep Locke yang paling berpengaruh dalam sejarah filsafat adalah mengenai ronde manusia mendapatkan ilmu. Ia berpandangan bahwa seluruh ilmu pada dasarnya memang bersumber dari pemikiran dan pengalaman manusia itu sendiri. Locke berpendapat bahwa sebelum mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia tersebut belum berfungsi atau masih kosong. Pikiran atau rasio manusia barulah dapat berfungsi pada saat mengolah pengalaman-pengalaman yang dialaminya untuk dijadikan ilmu. Dengan demikian, Locke menyatakan pengalaman adalah sumber utama ilmu.

  1. Tentang Negara

Konsepnya ini terdapat dalam bukunya yang berjudul “Two Treatises of Civil Government”. Dalam buku tersebut ia menjelaskan konsep dan pandangan tersebut dengan melakukan analisis tahap-tahap perkembangan manusia. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga kelompok, yakni kondisi alamiah (the state of nature), kondisi perang (the state of war), dan terbentuknya negara (commonwealth).

  1. Tentang Hubungan Agama dan Negara

Konsep ini menjadi salah satu konsep penting milik Locke. Konsep ini terdapat dalam bukunya yang berjudul “Letters of Toleration”, yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas mengenai urusan agama dan negara. Sebab keduanya memiliki tujuan yang berlainan. Negara memiliki tujuan untuk melindungi hak-hak dasar warganya di dunia, sementara agama bertujuan untuk mengusahakan keselamatan jiwa manusia di dunia dan di akhirat kelak. Agama merupakan urusan pribadi, sementara negara merupakan urusan seluruh masyarakat umum. Oleh karenanya Locke merasa diperlukan adanya pemisahan yang tegas di antara keduanya serta menegakkan adanya larangan tidak boleh mencampuri urusan satu sama lain.

  1. Tentang Agama

Pandangan Locke terhadap konsep ini adalah bersifat deistik, yang beranggapan bahwa Kristen adalah agama yang paling masuk akal daripada agama lainnya. Hal ini karena ajaran Kristten dapat dibuktikan oleh akal manusia. Ia meyakini bahwa Alkitab ditulis oleh ilham Ilahi. Namun ia juga menyatakan bahwa setiap wahyu Ilahi haruslah diuji oleh rasio manusia.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini