MATA INDONESIA, JAKARTA – Sebanyak 39 dokumen rahasia milik Amerika Serikat (AS) yang dipublikasikan pada 2017 mengungkap fakta terkait tragedi Gerakan 30 September 1965.
Dokumen diplomatik tersebut dibuka oleh ketiga lembaga AS, yakni National Security Archibe (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga National Archive and Records Administration (NARA).
Dokumen dengan tebal 30.000 halaman itu merupakan catatan Kedutaan Besar AS untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Dokumen tersebut berisi seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.
Fakta yang terkuak dalam dokumen diplomatik AS ini adalah bantahan narasi tunggal terkait korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang terkait pembunuhan para jenderal dan upaya pengambil alihan kekuasaan pada 20 September 2965.
Dalam laporan diplomatik Kedutaan Besar AS untuk Indonesia pada 20 November 1965 tertulis bahwa para anggota dan simpatisan PKI kebingungan dan mengaku tidak tahu soal gerakan yang terjadi pada 30 September 1965.
Fakta lain yang tersaji dalam dokumen ini adalah pertimbangan Angkatan Darat Indonesia dalam menjatuhkan Seokarno. Hal ini disebutkan dalam kabel diplomatik Kedutaan AS untuk Indonesia kepada Kementrian Luar Negeri AS di Washington pada 12 Oktober 1965.
Disebutkan bahwa, tentara Angkatan Darat Indonesia mempertimbangkan menjatuhkan Soekarno dan mendekati beberapa kedutaan negara barat untuk memberi tahu soal kemungkinan itu.
Hal ini disebabkan, pada perkembangan 10 Oktober 1965, Soekarno menerima pimpinan Angkatan Darat di Istana yang memberikan laporan prihal keterlibatan PKI pada kejadian 30 September, namun Soekarno menolak membaca bahkan memarahi mereka karena menghina PKI.
Selain hal itu, dalam telegram rahasia tersebut juga disebutkan, Angkatan Darat mengharapkan bantuan ekonomi berupa makanan dan lainnya dari negara-negara barat.
Dokumen rahasia tersebut juga mengungkapkan, asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, Sutarto menyampaikan ke diplomat AS bahwa perlunya pengeksekusian terhadap pimpinan PKI dan membunuh Omar Dani yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Udara Indonesia. Hal itu tercatat dalam kabel dari Kedutaan untuk Kemenlu pada 18 Oktober 1965.
Dikutip dari laporan tersebut, Sutarto mengatakan “Kita perlu menggantung Aidit, Njoto, dan Lukman di Lapangan Benteng guna menunjukkan ke semua orang seperti apa sebenarnya mereka.” yang dilanjutkan dengan “Omar Dani harus meletakkan jabatannya atau kita harus menbunuh dia.”
Selanjutnya laporan dari Konsultan Jenderal Amerika di Surabaya pada 26 November 1965 tentang laporan pembantaian di berbagai wilayah di Jawa Timur oleh Ansor. Setidaknya 15.000 komunis telah dibunuh di Tulungagung.
Laporan tersebut tertulis “Pembantaian diwarnai dengan Perang Suci (jihad): membunuh orang kafir akan memberi tiket ke surga dan jika darah korban diusakan ke wajah, makan akan lebih terjamin (masuk surga).”
Dalam laporan Konsulat Jenderal ASa di medan menyebutkan Angkatan Darat mempersenjatai pertahanan sipil atau Hansip sebagai kekuatan untuk membunuh PKI. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan peran pengawasan di kota maupun pedesaan. Tak hanya itu, pemuda yang berusia 8-13 tahun diwajibkan ikut Pramuka yang dikontrol tentara.
“Represi tentara terhadap PKI harus disembunyikan dari Soekarno”, kata Adnan Buyung Nasution yang tertulis dalam telegram Kedutaan Amerika untuk Kemenlu pada 23 Oktober 1965.
Ia mengatakan bahwa menyasar organisasi-organisasi komunis guna menghancurkan kekuatan PKI perlu terus dilakukan.
Disebutkan juga dalam laporan tersebut, Adnan Buyung dua kali mendatangi kedutaan untuk berdikusi pada 15 dan 19 Oktober 1965, yang juga menyampaikan informasi lainnya. “Beberapa elemen tentara berencana membebaskan pimpinan Masjumi dan PSI yang dipenjara sejak pemberontakan PRRI,” tulis laporan tersebut.
Kabel diplomatik selanjutnya untuk Kemenlu pada 7 Desember yang memuat informasi bahwa aset orang Cina disita tentara, Menteri Pertanian Sudjarwo mengumumkan, penggiling beras dan pabrik tekstil orang Cina diambil alih militer masing-masing wilayah.
“Sebanyak 90 persen toko-toko milik orang Cina di Makassar dijarah dan dihancurkan pada kerusuhan 10 November yang dilakukan hampir seluruh penduduk.”
Reporter: Sheila Permatasari