Ego dan Kesombongan Roger Waters Jadikan Pink Floyd Band Legendaris

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bagi pengemar musik rock generasi 80 dan 90 an, nama band Pink Floyd tentunya tidak asing.  Pink Floyd adalah band rock psikedelik dan progresif dan terkenal dengan karya-karyanya yang berlebihan. Mulai dari lirik filosofis, sampul album yang indah, dan konser akbar. Tak lengkap rasanya kalau bicara soal Pink Floyd tapi tak membahas Roger Waters.  Ia adalah pentolan, konseptor, leader, penulis lirik dan lagu Pink Floyd.

Roger Waters dikenal sombong dan arogan saat mengelola band. Tiga personel Pink Floyd lainnya David Gilmour, Nick Mason, dan Richard Wright tidak menyukai Waters. Waters adalah sosok arogan dan mau menang sendiri.

Musisi yang punya nama lengkap George Roger Waters lahir 6 September 1943 di Great Bookham, Surrey dekat Leatherhead London. Ia besar di Cambridge. Ayahnya Eric Fletcher Waters seorang penganut komunis dan fasisme. Saat Perang Dunia II, Eric gugur dan meninggalkan Waters yang saat itu masih berusia 5 bulan.

Waters tidak mengenal ayahhnya secara utuh. Namun ia merindukan sosok ayah. Ia banyak menuangkan kesedihan dan kerinduan kepada ayahnya dalam lirik-lirik Pink Floyd.

Roger Waters
Roger Waters

Album The Final Cut (1983) menjadi album persembahan Waters bagi ayahnya yang gugur dalam pertempuran. Demikian juga dengan lagu “When the Tigers Broke Free” dalam versi layar lebar The Wall. Lirik yang ditulis Roger Waters sering bertema ketidakpercayaan terhadap kekuasaan, khususnya pemerintah, institusi pendidikan, dan militer. Tema-tema seperti ini tersirat dalam lirik “When the Tigers Broke Free” yang merupakan ekspresi Waters atas pengorbanan sia-sia ayahnya di Anzio.

Awal Mula Pink Floyd

Roger Waters bersama Syd Barrett bersekolah di Morley Memorial Junior School di Hills Road, Cambridge. Keduanya lalu meneruskan ke SMA, Cambridge County School for Boys (sekarang disebut Hills Road Sixth Form College). Di jalan yang sama terdapat sekolah David Gilmour (The Perse School). Roger Waters bertemu Nick Mason dan Richard Wright sewaktu kuliah di Regent Street Polytechnic jurusan arsitektur. Waters dulunya senang sekali berolahraga, dan sering berenang di Sungai Cam, Grantchester Meadows. Pada usia 15 tahun, Roger Waters menjadi ketua kelompok YCND kota Cambridge yang menuntut perlucutan senjata nuklir.

Tahun 1965, Roger Waters bersama Syd Barrett, Richard Wright, dan Nick Mason mendirikan Pink Floyd (setelah sebelumnya berganti-ganti nama). Barrett menulis hampir semua lagu, sedangkan Waters hanya menulis lagu “Take Up Thy Stethoscope and Walk” pada piringan hitam perdana The Piper at the Gates of Dawn. Album ini banyak menerima pujian dan melambungkan nama Pink Floyd.

Roger Waters (kanan) dan personel Pink Floyd
Roger Waters (kanan) dan personel Pink Floyd

Kesuksesan Pink Floyd membuat kesehatan jiwa Syd Barrett menurun. Kelakuannya semakin tidak terkontrol. Kondisi mental Syd Barret membuatnya tidak bisa diandalkan sebagai vokalis utama dan gitaris Pink Floyd. Roger Waters memaksa Barrett untuk menjalani terapi psikiatris namun tidak berhasil. David Gilmour diminta untuk menggantikan Syd Barrett di akhir 1967. Mantan manajer Pink Floyd bahkan meragukan Pink Floyd bisa mempertahankan kesuksesan tanpa bakat artistik Syd Barrett. Roger Waters mencoba menggantikan posisi Barrett. Ia mulai memimpin proses bermusik Pink Floyd yang baru. Di bawah Gilmour dan Waters, Pink Floyd melambung ke puncak ketenaran. Hingga kini, serangkaian album Pink Floyd dari tahun 1970-an masih dipuji kritikus musik. Album Pink Floyd masuk daftar album paling laku dalam sejarah industri rekaman.

Tahun 1970, Roger Waters membuat album soundtrack Music from “The Body” bersama komponis Inggris Ron Geesin. Album tersebut sebagian besar berisi musik instrumental ciptaan Roger Waters. Ron Geesin sebelumnya pernah membantu Pink Floyd sewaktu menulis lagu “Atom Heart Mother” untuk album berjudul sama. Sewaktu masih bersama Pink Floyd, Waters menulis hampir seluruh lagu-lagu Pink Floyd, sambil secara agresif berusaha memegang kendali proses berkreasi di dalam grup. Konsep tematis Waters menjadi landasan bagi album konsep seperti The Dark Side of the Moon dan Wish You Were Here. Waters menulis semua lirik dan sebagian musik untuk kedua album tersebut. Setelah karyanya terbukti sukses, Waters diangkat penulis utama lagu-lagu Pink Floyd. Sebagian besar komposisi musik untuk album Animals dan The Wall ditulis sendiri oleh Waters, walaupun masih bekerja sama dengan Gilmour soal penulisan musik.

Waters biasanya ditulis sebagai pemain gitar bass dan vokalis. Namun, Waters juga bisa memainkan gitar elektrik. Roger Waters juga piawai menambahkan synthesizer dan tape effect untuk lagu-lagu Pink Floyd sebelumnya. Dalam karier solonya, Roger Waters sering memainkan gitar akustik di panggung, khususnya untuk lagu-lagu dari album The Final Cut.

Sebenarnya selama masih punya kesempatan menyumbangkan ide bermusik, rekan-rekannya tidak berkeberatan Waters memimpin konsep bermusik mereka, dan menulis lirik untuk lagu-lagu Pink Floyd. Namun karena sikap arogansi Waters sudah terlalu berlebihan akhirnya band ini mulai retak. Meski di tahun 1985 David Gilmour masih memuji Waters sebagai “motivator yang sangat pandai dan pastinya seorang penulis lirik yang hebat.”

Bubar

Keretakan ini ditanggapi santai oleh Waters. Ia  menyebutnya sebagai konsekuensi kejenuhan mental dalam bermusik. Nama pencipta lagu menjadi sumber pertengkaran di antara mereka. Gilmour merasa kontribusinya dalam beberapa lagu (misalnya “Another Brick in the Wall, Part II” yang mencolok dengan gitar solo Gilmour) tidak membuat namanya menjadi pencipta lagu di sampul album. Nick Mason menulis tentang pertengkaran antaranggota Pink Floyd dalam memoar Inside Out: A Personal History of Pink Floyd. Dalam buku itu menceritakan sosok Waters yang berkepribadian egomania. Sewaktu rekaman album The Wall, Waters memutuskan untuk memecat Wright. Alasannya, masalah pribadi Wright memengaruhi proses pembuatan album. Setelah itu, Wright tetap bermain dengan Pink Floyd sebagai musisi honorer.

Album The Final Cut tahun 1983 merupakan album kerjasama Waters, Gilmour, dan Mason yang terakhir. Walaupun terbit sebagai album Pink Floyd, di sampul album tertulis sebagai “A requiem for the post war dream by Roger Waters, performed by Pink Floyd” (“Requim untuk mimpi pascaperang oleh Roger Waters, oleh Pink Floyd”). Album The Final Cut merupakan album Pink Floyd dengan angka penjualan paling rendah dan sama sekali tidak menghasilkan singel.

Gilmour sebenarnya berusaha menunda proses rekaman album sampai mendapat ide baru, tetapi Waters menolak. Peristiwa ini berakhir dengan bubarnya Pink Floyd pada tahun 1985. Setelah ada usaha dari pihak Gilmour untuk terus menggunakan nama “Pink Floyd”, pertengkaran Waters dan Gilmour berlanjut di pengadilan dan media massa. Perdamaian tercapai setelah Gilmour dan Mason memenangkan hak penggunaan nama Pink Floyd berikut hak atas sebagian besar lagu-lagu Pink Floyd. Waters memenangkan hak atas album The Wall (kecuali 3 lagu bersama Gilmour), Animals, dan The Final Cut.

Bagi penggemar Pink Floyd, album yang di masa Waters dan Gilmour masih akur (1971-1979) merupakan periode “klasik” Pink Floyd. Di dalam tinjauan musik pada akhir tahun 1987, majalah Rolling Stone menulis bahwa album solo Waters Radio K.A.O.S. dan album Pink Floyd tanpa Waters A Momentary Lapse of Reason bisa menjadi kelanjutan album Dark Side of the Moon.

Sepanjang karier solonya, Waters menghasilkan 3 album studio dan satu album soundtrack dengan angka penjualan yang tidak luar biasa. 

Setelah keruntuhan Tembok Berlin tahun 1989, Waters mengadakan konser amal The Wall Concert in Berlin untuk memperingati berakhirnya pembagian Jerman Timur dan Jerman Barat. Konser berlangsung di Potsdamer Platz yang dulunya merupakan “daerah tak bertuan” di tembok Berlin. Pertunjukan menampilkan sejumlah bintang tamu, dan termasuk ke dalam daftar konser musik terbesar di dunia. Penonton berjumlah di atas 300 ribu orang, dan 5 juta orang di seluruh dunia.

Reuni

Tahun 1992, Waters merilis album Amused to Death tentang keburukan televisi, dan menjadi album Waters yang paling banyak menerima pujian dari pengamat musik. Album ini sering menjadi pembanding dengan karya Pink Floyd terdahulu, termasuk The Wall. Lagu “What God Wants, Pt. 1” sempat menjadi lagu hit dan menduduki urutan ke-4 tangga lagu mainstream rock.

Pada tahun 1999, Waters memulai konser keliling In the Flesh untuk membawakan lagu-lagu dari album solo dan karyanya bersama Pink Floyd. Tiket pertunjukan di Amerika laku keras sehingga pertunjukan harus pindah ke arena yang lebih besar.

Di pertengahan tahun 2004, perusahaan film Miramax mengumumkan pementasan The Wall di teater Broadway dengan Waters turut serta dalam proses produksi. Drama musikal The Wall tidak saja berisi lagu-lagu dari album The Wall, melainkan juga dari album Dark Side of the MoonWish You Were Here dan album-album lain, dengan tambahan komposisi musik yang baru.

Waters dan Pink Floyd sempat reuni dan berkumpul kembali dalam konser Live 8. Mereka membawakan 6 lagu yang secara keseluruhan panjangnya 23 menit. Sebelum memulai lagu “Wish You Were Here”, Waters mengatakan ia sangat terharu bisa kembali lagi bermain bersama ketiga rekannya.

Waters memberi komentar kepada beberapa saat setelah Live 8 usai. Menurutnya, walaupun pertunjukan Pink Floyd berakhir dengan baik, kemungkinan Pink Floyd melakukan reuni sangatlah “tipis”, karena perbedaan yang masih terus ada menyangkut ideologi dan konsep bermusik antara ia dan Gilmour. Dalam wawancara dengan majalah Rolling Stone, Waters menyangkal lebih jauh kemungkinan Pink Floyd kembali mengadakan pertunjukan keliling.

Sebagai anggota Pink Floyd, nama Rogers Waters masuk ke Museum Rock and Roll Hall of Fame di Inggris dan AS.

Reporter: Shafira Annisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemimpin Terpilih Pilkada 2024 Diharapkan Menyatukan Aspirasi Semua Pihak

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemimpin daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2024 harus mampu menyatukan seluruh...
- Advertisement -

Baca berita yang ini