MATA INDONESIA, JAKARTA – Bagi penikmat novel-novel Agatha Christie tentu mengenal baik sosok Hercule Poirot. Meski ia dikenal sebagai detektif paling tenar nomor dua, setelah Sherlock Holmes, ia tetap mendapat tempat di hati para pembaca.
Maklum saja karena Poirot selalu nongol dalam 30-an novel bikinan Christie. Meski demikian, Christie pernah mengaku kalau ia sebenarnya tak terlalu menyukai karakter Poirot.
Sang detektif lahir di Belgia dan pernah bekerja sebagai polisi di sana. Tetapi kemudian pindah ke Inggris setelah Perang Dunia I dan memulai kariernya sebagai detektif swasta.
Christie menggambarkan Poirot sebagai pria berperawakan kecil, kepalanya berbentuk telur, kumisnya yang sedikit menjulang ke atas, kebiasaan dandannya yang necis, obsesinya akan kerapian dan keteraturan. Ia menyelidiki aspek psikologis dari sebuah kejahatan, negasi dari metode mencari petunjuk yang dilakukan Sherlock Holmes — detektif ciptaan Sir Arthur Conan Doyle.
Namun pernah beredar selentingan soal sosok Poirot di dunia nyata. Seperti dalam cerita ia adalah seorang polisi asal Belgia. Namanya adalah Jacques Hornais.
Meski Christie tak pernah mengungkap detil siapa sosok yang menjadi inspirasinya, seorang peneliti amatir malah bisa menghubungkan benang merah antara Jacques Hornais dengan Poirot.
Mirip seperti Poirot, Hornais juga melarikan diri dari negaranya ke Inggris. Saat itu, tentara Jerman merangsek masuk pada 1915.
Pria yang kala itu berusia 57 tahun bersama putranya, Lucian (17) pergi ke Exeter, Devon, Inggris untuk menemui seorang relawan setempat bernama Alice Graham Clapp, yang kemudian mencatat nama keduanya di buku harian.
Nyonya Clapp, ibu 4 anak itu membantu sekitar 500 pengungsi dari Belgia menemukan tempat tinggal selama Perang Besar (Great War) alias Perang Dunia I. Clapp juga terlibat dalam penggalangan dana. Karena itulah ia menerima penghargaan la Medaille de la Reine Elisabeth dari Pemerintah Belgia.
Bahkan dalam hasil penelitian itu, terungkap bahwa Christie pernah berjumpa dengan Hornais. Catatan surat kabar mengungkap bagaimana penduduk lokal mengadakan acara hiburan pada 6 Januari 1915, kala itu Christie yang berusia 24 tahun bermain piano untuk para tamu dari Belgianya, yang salah satunya adalah Hornais.
Christie kemudian juga mengklaim dia ‘menemukan’ karakter untuk The Mysterious Affair at Styles saat bepergian di sekitar Torquay.
David Brawn, penerbit untuk Agatha Christie Estate mengatakan, ”Agatha selalu mengklaim ia terinspirasi pengungsi Belgia,” ujarnya.
Dan masuk akal bahwa pengarang perempuan itu memainkan piano untuk mereka. Ia pianis handal. “Namun, sejauh yang saya ketahui ia (Agatha) tak pernah mengatakan bahwa karakter Poirot pada seseorang,” kata David.