MATA INDONESIA, JAKARTA– Dulu, terasa aneh kalau air minum diperjualbelikan dalam bentuk air kemasan. Mengapa? karena air melimpah dan bisa didapatkan dimana saja.
Namun sekarang, air merupakan hal yang lumrah dibawa orang dalam bentuk air kemasan. Selain mudah dibawa kemana pun, air kemasan banyak dipilih karena sudah melalui proses sterilisasi.
Siapa sebenarnya yang mempunyai ide menjual air kemasan? di tahun 1910, seorang warga Belanda, Hendrik Freek Tillema, tak bisa mengonsumsi air tanah yang direbus. Ia sangat alergi dengan air tanah yang saat itu banyak terkontaminasi bakteri.
Tillema kemudian memperkenalkan air minum kemasan dengan nama Hygiea kepada penduduk Indonesia atau Hindia-Belanda sebutan Tanah Air pada saat itu. Di wilayah Semarang, Tillema mempromosikan produknya itu.
Tercatat dalam sejarah Hindia-Belanda, Tillema merupakan orang pertama yang mempelopori minuman kemasan. Kala itu, tak banyak yang tertarik dengan produk air minum kemasan.
Bersumber dari Outward Appearances terkait “Kenecisan Indonesia: Politik Pakaian pada Akhir Masa Kolonial Tahun 1893-1942” mencatat bahwa harga yang ditawarkan Tillema untuk air kemasannya terbilang mahal untuk dibeli penduduk pribumi.
Produk Hygiea sebagai produk air minum kemasan pertama yang diproduksi Tillema gagal laku di pasaran. 60 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1973, seorang petinggi Pertamina bernama Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw, penduduk asli Wonosobo mendirikan Aqua sebagai salah satu air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia. Aqua saat itu dinaungi PT Aqua Golden Mississippi sebelum akhirnya dijual sahamnya oleh istri Tirto yakni Lisa Tirto sepeninggal suaminya kepada Grup Donone.
Dilansir dari historia, sebelum akhirnya Tirto memutuskan mengikuti jejak Tillema, pikiran itu muncul berawal dari sebuah rapat yang harus batal karena mendapati istri dari salah seorang tamunya menderita sakit diare berat
Di tahun 1970-an, Tirto sebagai petinggi Pertamina seringkali menjamu tamu kenegaraan. Akhirnya Tirto berpikir lebih dalam tentang cara menyediakan air minum bersih dan sehat untuk kebutuhan masyarakat.
Sejak itu Tirto mulai serius mengembangkan idenya. Ia sudah bisa membayangkan penampakan dan komposisi dari produk air kemasan buatannya. Dalam benak Tirto terbesit sebuah produk tanpa aroma, warna, gula, atau pun pengawet. Produknya benar-benar berupa air bening dan dikemas botol kaca.
Kala itu masih banyak yang memandang aneh terhadap produk air kemasan. Apalagi dalam botol. Salah satu tantangannya adalah masyarakat banyak yang masih mengutamakan sumber langsung dari alam dan banyak yang mengutamakan air jernih dari sumur.
Tidak seperti sekarang, dalam perjalanannya Tirto memiliki kesulitan dalam memasarkan produknya itu. Terlebih lagi target pasarnya yakni mendominasi dari orang-orang asing. Namun orang asing banyak yang memandang rendah kualitas produk dari Indonesia.
Aqua mulai diperkenalkan pertama kali pada 1974. Produk dari Aqua yang bersumber dari pegunungan juga harus melalui beberapa proses. Seperti penyinaran ultraviolet dan ozonisasi demi memastikan produk air tersebut terbebas dan tidak terkontaminasi zat apapun.
Hingga pada tahun 1978, produk Aqua masih dikemas dalam bahan kaca. Tirto mengalihkan bahan pengemasan produknya ke kemasan plastik. Sebab dinilai lebih efektif untuk bisa diperjualkan bukan hanya kepada kalangan atas. Saat itu, kemasan galon pun mulai diproduksi.
Dalam pemasarannya, Aqua sebagai produk air kemasan yang telah mengeluarkan versi kemasan galon juga memproduksi mesin (dispenser). Saat itu beberapa perusahaan meminjam dispenser-dispenser. Hingga kemudian permintaan Aqua galon beserta dispenser pun meningkat.
Tak hanya permintaan dari beberapa perusahaan, target pasarnya semakin meluas hingga ke rumah-rumah. Meski pelayanannya masih terbatas karena sistemnya yang masih belum bisa menjangkau banyak permintaan.
Tirto akhirnya mengajukan izin penambahan produksi sebab meningkatnya permintaan air kemasan Aqua yang diproduksi dalam kemasan botol dan galon. Saat itu izin penambahan yang diberikan hanya 80 juta liter per tahun padahal kapasitas mesin yang dimiliki bisa mencapai 120 juta liter per tahun.
Kini, Aqua tak hanya memiliki sekitar 14 pabrik di Indonesia. Aqua semakin mudah didapatkan dan banyak diperjualbelikan bahkan sudah tersebar di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam
Reporter : Irania Zulia