Aerosmith, Pasang Surut Pertemanan Joe Perry dan Steven Tyler

Baca Juga

MATA INDONESIA, LOS ANGELES – The Rolling Stones punya Mick Jagger dan Keith Richard. The Beatles juga punya John Lennon dan Paul McCartney. Nah, band Rock Aerosmith punya Steven Tyler dan Joe Perry.

Pasang surut persahabatan keduanya dalam membangun Aerosmith membuat band ini hanya berpusat kepada Tyler dan Perry. Keduanya saking mengisi. Perry jago dalam membuat lagu dan Tyler karena karakter vokalnya.

Joe Perry muda, gitaris Aerosmith
Joe Perry muda, gitaris Aerosmith

Saat Tyler memutuskan mundur dari Aerosmith, band ini nyaris bubar. Perry tidak mau lagu-lagunya dinyanyikan orang lain. Namun ia juga benci dengan perlakuan Tyler kepada dirinya.

Sejak awal karier mereka, keduanya saling membutuhkan, tapi juga kerap bertengkar. Bahkan dalam salah satu pertunjukan, keduanya bertengkar di atas panggung gara-gara suara Tyler tertutup oleh raungan gitar Perry.

Aerosmith memang didirikan oleh Joe Perry bersama Steven Tyler. Band ini awalnya bernama The Jam Band. Steven Tyler, Joe, Tom, Brad Whitford dan Joey Kramer akhirnya bergabung dengan band itu dan mengganti namanya menjadi Aerosmith. Saat itu Tyler yang lahir pada 26 Maret 1948, dengan nama Steven Victor Tallarico di Yonker, New York adalah pemain dram.

Steven Tyler muda, Vokalis Aerosmith
Steven Tyler muda, Vokalis Aerosmith

Sebagai drummer yang merangkap vokalis, Tyler saat itu punya cukup banyak penggemar. Salah satunya adalah drummer bernama Joey Krammer. Ketika Kramer pindah ke Boston untuk belajar di Berklee College of Music, dia bertemu dengan Joe Perry dan sepakat bikin band. Perry merasa cocok dengan Tyler. Mereka berdua kemudian menamakan bandnya Aerosmith. Nama ini berasal dari plesetan Arrowsmith, novel karya Sinclair Lewis. Dalam biografi Perry, Rocks: My Life In and Out of Aerosmith (2014), kata aero dipilih karena Perry dan Tyler sama-sama suka hal yang berbau penerbangan.

Panggung pertama Aerosmith terjadi di SMA Nipmuc, Boston pada 1970. Di awal karier, mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones dan Whitesnake.

Aerosmith perlahan mendapat reputasi apik di kawasan Boston. Mereka juga kerap bermain di luar kota, apalagi setelah bergabung dengan manajemen profesional.

Pada 1972, ketika sedang bermain di New York, mereka ditonton oleh Presiden Columbia Records, Clive Davis yang tertarik dan akhirnya mengontrak mereka.

Pada Oktober 1972, Aerosmith masuk studio untuk merekam album pertama mereka. Album self titled itu dirilis pada Januari 1973. Lagu “Dream On”, yang ditulis Tyler saat masih berusia 18 tahun, jadi andalan. Lagu yang menampilkan suara rendah Tyler ini masuk di peringkat 59 dalam tangga lagu Billboard Hot 100.

Pada awal karier band banyak perbandingan dikaitkan dengan Rolling Stones karena sound blues yang mirip dan kesamaan fisik antara Mick Jagger dan Steven Tyler. Tapi dengan album ketiga mereka, Toys In the Attic (1975), band ini menjadi grup rock terdepan dengan ciri mereka sendiri. Untuk memperlihatkan bakat mereka dalam menciptakan hard rock, Aerosmith membuat lagu-lagu hit seperti “Sweet Emotion” dan “Walk This Way”.

Selama masa-masa itu, Joe Perry dan Steven Tyler menjadi terkenal sebagai “Toxic Twins” untuk gaya hidup pesta pora dan penggunaan obat bius mereka. Penonton Aerosmith mendapat julukan “The Blue Army”, yang diberikan oleh band setelah melihat sejumlah penonton remaja menggunakan jaket denim biru dan blue jean. Para penonton tersebut biasanya adalah pria berambut panjang.

Pada 1979, Aerosmith menjadi penampil utama diatas Van Halen, Ted Nugent, AC/DC dan Foreigner selama konser festival musik dunia. Sebuah cekcok di belakang panggung di Cleveland yang berakibat istri Joe Perry melemparkan sebuah gelas susu ke istri Tom Hamilton. Lagi-lagi Tyler dan Perry bertengkar. Akhirnya Perry memutuskan keluar. Saat itu kondisi Steven Tyler juga parah. Ia terjerumus dengan narkoba.

Pada pertengahan 80-an, setelah Steven yang sudah sembuh dari rehabilitasi berencana untuk menghidupkan lagi Aerosmith. Joe Perry pun diajak bergabung. Pada 1986, grup rap Run-D.M.C. membawakan lagu “Walk This Way” milik Aerosmith di album Raising Hell. Lagu tersebut juga menampilkan vokal Steven dan suara gitar Joe Perry, dan membantu Aerosmith bersinar lagi.

Band ini kembali bersinar setelah Album ke-11 mereka, Get a Grip (1993) berhasil meluncurkan ulang Aerosmith sebagai band rock papan atas. Mereka berhasil bertahan di antara tren grunge yang melanda dunia kala itu. Get a Grip yang banyak menampilkan musisi lain, antara lain Don Henley dan Lenny Kravitz, berhasil terjual 20 juta kopi di seluruh dunia, menjadi album terlaris Aerosmith sepanjang masa. Album ini juga mendapat penghargaan Grammy kategori Best Rock Performance By A Duo Or Group With Vocal dua tahun berturut-turut.

Dari album ini pula, lahir lagu “Crazy” dan “Cryin’” yang legendaris, disukai nyaris semua orang dan makin dikenal tidak hanya di penggemar awal mereka, tapi anak-anak muda yang baru mendengar Aerosmith.

Pada 1998 nama Aerosmith makin dikenal berkat lagu “I Don’t Want to Miss a Thing” yang jadi lagu latar film Armageddon dan membuat mereka menempati posisi puncak Billboard Hot 100.

Band ini pasang surut karena kelakuan Steven Tyler dan Joe Perry. Misalnya di tahun 2006, band ini nyaris bubar setelah Steven Tyler menjalani operasi tenggorokan pada 2006 yang bisa mengakhiri karier bernyanyinya. Tak hanya itu Steven Tyler mengumumkan bahwa dia dirawat karena Hepatitis C, sebuah penyakit liver. Pada 2008, Tyler diperiksa di klinik rehabilitasi Las Encinas Hospital di Pasadden, California, untuk menyembuhkan dari operasi kaki ganda untuk memperbaiki kerusakan pada kakinya. Kemudian pada 2009, ditengah-tengah penampilan Aerosmith, Steven jatuh dari panggung di South Dakota, yang membuat pundaknya patah. Band dipaksa untuk menunda tur lagi.

Setelah jatuh pada 2009 tersebut, dilaporkan bahwa Steven berencana tidak akan kembali ke Aerosmith. Sebulan kemudian, Joe Perry mengonfirmasikan bahwa Steven keluar dari Aerosmith untuk merintis karir solo, tapi tidak beberapa lama, Steven meyakinkan para penggemar bahwa dia tidak keluar dari band.

Setelah mengalami berbagai tantangan pada 2009 dan 2010, Steven Tyler kembali ke studio pada 2011 dengan Aerosmith untuk mulai mengerjakan sebuah album baru. Band merilis album greatest hits, Tough Love, pada 2011, dan merencanakan merilis album Music from Another Dimension!

Pada Nopember 2012, Tyler mengeluarkan otobiografinya berjudul Does The Noise In My Head Bother You? Buku ini laris. Buku tersebut mengungkapkan sisi gelap Tyler yang menerima banyak eksploitasi dan kritik.

Tyler juga memutuskan untuk menjadi juri American Idol. Pada Juli 2012, Tyler mengumumkan bahwa dia tidak akan mau lagi jadi juri American Idol dan kemudian memilih ajakan Joe Perry untuk aktif lagi di Aerosmith.

Hingga saat ini Aerosmith masih tetap aktif. Tahun 2017 mereka bikin tur Aero-Vederci Baby! Tour, yang sepertinya akan jadi tur terakhir mereka, mengingat personel mereka sudah berusia akhir kepala 60an, bahkan Tyler sudah 70 tahun. Di masa pandemi ini mereka merencanakan akan membuat album baru, namun karena kondisi kesehatan masing-masing personelnya, mereka memilih tinggal di rumah dan menikmati masa tua mereka.

Reporter : Rama Kresna Pryawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Hoaks OPM, TNI : Rumah Bupati Puncak yang Dibakar Bukan PosMiliter

Oleh: Loa Murib Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama merekadalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upayamembenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik BupatiPuncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militeryang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer danterbukti tidak memiliki dasar fakta. TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri CandraKurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikansebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengajauntuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakanstrategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan. Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasanbersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Merekamenciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan olehkelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusakkepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan. Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksiOPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer PemerintahKabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkanbahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alattawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru. Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepatbegitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, sertamengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwanegara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapisegala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwaseluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuaihukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkanmerusak keutuhan dan kedamaian di Papua. Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasiberulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkanketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengankenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan. Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidakterprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindunganterhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dariwarga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen pentingdalam menjaga keamanan. Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatankeamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telahdigulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan danpemberdayaan. Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telahditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata danpropaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas. Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasiantara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolakaksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh burukdari kelompok separatis. Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-matatanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalammenjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkusdengan dalih perjuangan. Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harusterus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaandan kehadiran negara yang nyata,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini