10 Ribu Dolar untuk Nyawa Hakim Agung Syafiuddin

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada Juli 2001 silam, ikut menyeret nama Tommy Soeharto. Putra mendiang mantan Presiden RI kedua ini terbukti menyuap Mulawarman dan Noval Hadad untuk menghabisi nyawa sang hakim agung.

Keduanya mengaku menembak Syaifuddin dengan imbalan 10 ribu dolar AS atau setara Rp 100 juta. Uang sebanyak itu tentu tak mau disia-siakan oleh Keduanya. Diboncengi Mulawarman dengan menggunakan motor RX King, Noval pun melancarkan aksinya.

Kamis pagi 26 Juli 2001, Syafiuddin diberondong 4 tembakan dari senjata FN 45. Saat itu, ia tengah melintas dengan mobilnya di Jalan Pintu Air Serdang, Kemayoran menuju kantor. Timah panas tembus ke lengan, dada dan rahang kanan Syafiuddin. Hakim agung itu meregang nyawa, sedangkan sang sopir selamat.

Polisi pun mulai bergerak cepat. Pihak Polda Metro Jaya langsung membentuk tim yang diberi nama Tim Kobra. Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Tito Karnavian ditunjukan sebagai komandan.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan ditambah keterangan saksi-saksi, polisi mensinyalir pembunuhan terkait dengan sejumlah kasus yang ditangani Syafiuddin. Sejumlah nama-nama besar di negeri ini masuk dalam bidikan polisi.

Kurang dari satu bulan, polisi menemukan titik terang. Pada 7 Agustus malam Mulawarman diringkus di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Sehari kemudian, polisi menangkap Noval Hadad di Bidara Cina, Jati Negara, Jakarta Timur. Dari kicauan keduanya terungkap jika dalang pembunuhan adalah Tommy Soeharto.

Saat itu Tommy merupakan terpidana kasus tukar guling antara PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog, bersama Ricardo Gelael. Mantan suami Tata itu divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu jaksa penuntut umum mengajukan kasasi.

Majelis Kasasi yang diketuai oleh Hakim Agung M Syafiuddin Kartasasmita pada 22 September 2000 menghukum Tommy dan Gelael masing-masing dengan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar. Namun Tommy kabur saat hendak dieksekusi.

Akhirnya, Kompol Tito bersama anak buahnya berhasil menangkap Tommy di sebuah rumah di kawasan Bintaro, Jakarta. Waktu itu Tommy telah berganti identitas dengan nama Ibrahim.

Sayangnya kerja keras pihak kepolisian nampaknya berbanding terbalik dengan putusan pengadilan. Sebagai otak pembunuhan, Tommy cuma dihukum 15 tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Pusat.

Bahkan selama menjalani hukuman itu, vonis Tommy terus turun. Usai mengajukan Peninjauan Kembali (PK), Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan yang memimpin sidang kala itu meringankan hukumannya menjadi 10 tahun penjara.

Padahal, dalam persidangan terungkap Tommy terbukti menyimpan sejumlah senjata api dan bahan peledak, terlibat pembunuhan Syafiuddin, dan kabur saat ditahan. Pun hingga bebas Tommy cuma dipenjara 5 tahun. Sementara Noval dan Mulawarman divonis hukuman seumur hidup.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

SEMA PTKIN Se-Indonesia Tolak Wacana Pilkada Dipilih oleh DPRD

Mata Indonesia, Yogyakarta - SEMA PTKIN (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) yang merupakan Aliansi Mahsiswa dari berbagai kampus Islam Negeri seperti UIN, IAIN, STAIN dan STAI secara tegas menolak wacana yang menyarankan agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis, 19 Desember 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini