Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang lebih dikenal dengan sebutan Omnibus Law Cipta Kerja telah resmi disetujui sebagai Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Gedung DPR RI Jakarta pada 5 Oktober 2020 kemudian disahkan dan diundangkan pada 2 November 2020 menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kehadiran UU Cipta Kerja mendukung perkembangan dan kemajuan di berbagai sektor. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendukung penguatan UMKM dan hilirisasi industri.
Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H mengatakan UU Cipta Kerja menjadi instrumen kebijakan yang esensial meskipun kontroversial. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk meningkatkan daya tarik investasi, membangkitkan UMKM dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, seraya mendorong peningkatan kesejahteraan serta perlindungan bagi buruh/pekerja. Angkatan kerja di NTB banyak terserap di sektor informal dimana sektor formal hanya mencakup sekitar 500-600 perusahaan menengah hingga besar dan sisanya sebagai pelaku UMKM.
Aryadi menyampaikan bahwa pengaruh UU Cipta Kerja di NTB memang belum dapat dievaluasi secara menyeluruh. Terlebih peraturan pelaksanaan dari UU ini belum semuanya terbit. Proses penyusunan peraturan pelaksanaan itu yang perlu dikawal bersama. Namun, fakta di NTB menunjukkan bahwa industrialisasi meningkat dan ini menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat kita.
Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja pada Februari 2024 sebanyak 3,03 juta orang, mengalami peningkatan sebanyak 163,34 ribu orang dibanding Februari 2023. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 2,80 persen poin. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2024 sebesar 3,30 persen, turun 0,42 persen poin dibandingkan dengan Februari 2023. Itu artinya ada peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Aryadi mengajak semua pihak, seperti pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat, untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dan adil. Selain itu, perlindungan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) juga menjadi fokus utama, mengingat NTB merupakan provinsi keempat terbesar pengirim PMI ke luar negeri.
Aryadi juga mengajak semua pihak untuk memastikan bahwa investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan perlindungan bagi semua pekerja, baik formal maupun informal. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, diharapkan NTB dapat menjadi contoh daerah yang berhasil mengintegrasikan perlindungan tenaga kerja dengan pertumbuhan ekonomi melalui investasi.
Manfaat UU Cipta Kerja terus menjangkau ke berbagai daerah secara langsung maupun tidak langsung. Plt. Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Timur, Mujahidin Maruf mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, merupakan salah satu regulasi pemerintah dalam upaya mendukung kemudahan berusaha bagi masyarakat dan para pelaku usaha dalam rangka memudahkan jalannya investasi terutama di Provinsi Jawa Timur.
Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur mempermudah pelaku usaha mikro kecil dan menengah dalam permodalan usaha melalui Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) di provinsi setempat. Mujahidin Maruf menjelaskan, KKPR tersebut sangat berhubungan erat dengan lokasi usaha serta merupakan unsur penting dalam proses penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) para pelaku UMKM. Dalam rangka peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha di Provinsi Jawa Timur, pemerintah mengatur penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha berupa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Mujahidin mengingatkan bahwa dalam pelaksanaan penerbitan KKPR dibutuhkan juga koordinasi antarkementerian atau lembaga agar penerbitan KKPR tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Kita semua memiliki peranan penting terhadap layanan KKPR di Provinsi Jawa Timur.
Sementara itu, Asisten III Sekda Kota Sorong Hanock J. Talla mengatakan ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian tentunya akan memberikan dampak positif kepada masyarakat. Salah satunya berkaitan dengan diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemberlakuan ini merupakan sebuah upaya untuk menciptakan usaha melalui kemudahan juga pemberdayaan bagi UMKM, Koperasi maupun pelaku usaha.
Menindaklanjuti itu, kemudian dikeluarkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berbasis Resiko dan PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. PP ini memberikan sebuah pemahaman tentang kewenangan perijinan berusaha kemudian diatur tentang pelaksanaannya. Selain itu, ada juga diatur tentang pelaporannya, pendanaannya dan juga sanksi dari implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021.
UU Cipta Kerja terbukti menjadi solusi dari aturan yang tumpang tindih sehingga perizinan bisa cepat dilakukan khususnya di sektor UMKM. UU Cipta Kerja juga memancing investor datang menanamkan modalnya dan untuk hilirisasi industri. Guna optimalisasi manfaat UU Cipta Kerja, seluruh masyarakat sudah sepatutnya untuk mendukung kebijakan tersebut demi kemajuan bangsa terutama dalam penguatan UMKM dan hilirisasi industri. Hal itu juga perlu dikuatkan melalui kebijakan antar daerah.