MATA INDONESIA, NEW YORK – Presiden AS Joe Biden gagal mengendalikan perekonomian di negaranya. Inflasi meroket hingga ke level tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Melonjaknya inflasi karena kenaikan biaya gas, makanan dan kebutuhan lainnya pada Mei. USA Today melaporkan pada Sabtu, 11 Juni 2022, inflasi naik menyentuh angka 8,6 persen. Ini lebih tinggi dari April lalu sebesar 8,3 persen.
Kenaikan inflasi AS memberikan tekanan berat terhadap keluarga di Amerika. Rakyat AS harus membayar mahal untuk makanan, gas dan sewa rumah. Akibatnya kemampuan membeli barang-barang lain mulai dari potong rambut hingga elektronik pun menurun drastis.
Kelompok yang rentan adalah warga kulit hitam dan hispanik. Sebagian besar pendapatan mereka habis untuk kebutuhan pokok. Sejumlah ekonom memperkirakan inflasi akan reda pada tahun ini. Beberapa analis memperkirakan bahwa pengukur inflasi pada hari Jumat, yaitu indeks harga konsumen, mungkin turun di bawah 7 persen pada akhir tahun. Pada Maret, IHK year to year mencapai 8,5 persen, tertinggi sejak 1982.
Inflasi AS yang tinggi juga telah memaksa Federal Reserve menaikkan suku bunga. Dengan kenaikan bunga kredit, The Fed berharap bisa mendinginkan pengeluaran dan pertumbuhan yang cukup untuk mengekang inflasi. Tanpa menyebabkan ekonomi ke jurang resesi. Berdasarkan hasil survei, rakyat Amerika menyalahkan kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden yang menjadi penyebab inflasi.
Inflasi AS tetap tinggi bahkan ketika sumber kenaikan harga telah bergeser. Awalnya lockdown selama pandemi Covid-19 menyebabkan kenaikan permintaan untuk barang-barang konsumsi. Namun setelah pandemi usai, rakyat AS berbondong-bondong menghabiskan pengeluaran untuk biaya perjalanan, hiburan, dan makan di luar.
Faktor lainnya yang mendorong inflasi adalah invasi Rusia ke Ukraina yang mempercepat kenaikan harga minyak dan gas alam.