Hari Pers Nasional, Media Massa Beralih ke Ranah Digital

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Situasi pandemi COVID-19 yang dibarengi pesatnya perkembangan teknologi internet, menuntut media massa untuk bertransformasi dan beradaptasi ke ranah digital.

Sebelum pandemi melanda dunia, perkembangan teknologi internet memang sudah menimbulkan perubahan dalam dunia komunikasi massa, salah satunya kemunculan media baru atau new media. Menurut Marshall McLuhan, media baru merupakan perkembangan teknologi komunikasi yang berperan dalam memperluas jangkauan komunikasi manusia.

Kemunculan media baru tersebut mengubah cara masyarakat mendapatkan informasi melalui media. Awalnya, masyarakat mendapatkan informasi dan berita melalui media lama, seperti surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Namun, setelah berkembangnya media baru, masyarakat mendapatkan informasi melalui media daring yang dianggap lebih mudah diakses dan bersifat real time. Sebab itu, media lama pun lambat laun mulai ditinggalkan, khususnya media cetak.

Meredupnya media cetak merupakan bukti nyata perubahan pola hidup masyarakat yang sudah beralih ke ranah digital. Bahkan sejatinya, media cetak telah lebih dari satu dekade kehilangan popularitasnya. Sebelumnya, media cetak menjadi primadona di kalangan masyarakat, namun karena kemajuan teknologi internet, posisi media cetak mulai tersingkir. Berdasarkan survei Nielsen Indonesia yang dirilis pada 2009, angka pembaca surat kabar menurun secara signifikan, dari perolehan 28 persen pada kuartal pertama tahun 2005 menjadi hanya 19 persen pada kuartal kedua tahun 2009.

Sementara dengan imbas pandemi COVID-19 saat ini, industri media cetak menghadapi tantangan yang semakin berat. Berdasarkan data Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat yang melakukan survei terhadap 434 media massa selama Januari hingga April 2020, sebanyak 71 persen perusahaan media cetak mengalami penurunan omzet lebih dari 40 persen dibandingkan tahun 2019.

Penurunan omzet itu pun berdampak pada pemotongan gaji karyawan. Dilaporkan setidaknya 50 persen perusahaan media massa memotong gaji karyawan dengan besaran 20 hingga 30 persen. Selain itu, 43,2 persen perusahaan media cetak juga mengambil opsi merumahkan sekitar 25 hingga 100 orang karyawan tanpa memberi gaji.

Sebetulnya, menanggapi krisis yang dialami perusahaan media cetak, pemerintah sudah menyalurkan bantuan berupa pemberian insentif pajak pada industri media cetak yang terdampak pandemi COVID-19. Insentif pajak yang diberikan yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor kertas koran dan kertas majalah.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.010/2020 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Kertas Koran dan/atau Kertas Majalah yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2020.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu Nathan menyebutkan, tujuan diterbitkannya peraturan tersebut dengan mempertimbangkan bahwa media massa sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan penyampaian opini yang layak dan akurat, perlu dijaga keberlangsungannya terutama di masa pandemi COVID-19. Kebijakan tersebut berlaku sejak 8 September hingga 31 Desember 2020.

Adapun perusahaan media cetak yang berhak mendapatkan kemudahan berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) yaitu perusahaan media cetak yang menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi berupa penerbitan surat kabar, jurnal, buletin, dan majalah dengan kode Klasifikasi Lapangan Usaha 58130.

Meskipun demikian, perusahaan media cetak masih sulit mengejar ketertinggalan. Hal itu disebabkan meskipun adanya pembebasan PPN, nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama pandemi membuat harga kertas semakin membengkak sehingga biaya produksi pun meningkat. Bahkan, sudah banyak media cetak yang menetapkan harga jual di bawah ongkos produksi dan distribusi demi menjaga ketersediaan produknya di pasaran.

Lantas, bagaimana dengan media daring?

Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company pada November 2020 lalu, pandemi COVID-19 disebut telah membuat penggunaan internet di wilayah Asia Tenggara semakin besar, bahkan dari yang pernah terjadi sebelumnya. Selama sebelas bulan sejak awal tahun 2020, ada sekitar 40 juta orang di Asia Tenggara yang terhubung ke internet untuk pertama kali. Jumlah pengguna internet itu meningkat pesat (naik empat kali lipat) dari 2019 yang hanya berkisar 10 juta orang.

Meskipun media daring mengalami peningkatan terhadap traffic kunjungan, pendapatan iklan justru menurun. Pandemi COVID-19 telah menurunkan omzet usaha para pengiklan, mengakibatkan anggaran iklan di berbagai media, baik media daring maupun media cetak, semakin berkurang. Hal itu disebabkan banyak perusahaan menghemat anggaran beriklan untuk penyesuaian operasional menghadapi dampak krisis selama pandemi. Laporan Nielsen Indonesia juga menyebutkan, total belanja iklan turun 25 persen menjadi Rp3,5 triliun pada minggu ketiga April 2020, setelah sebelumnya meningkat stabil saat pandemi COVID-19 belum melanda Tanah Air.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tindakan OPM Semakin Keji, Negara Tegaskan Tidak Akan Kalah Lawan Pemberontak

Organisasi Papua Merdeka (OPM) banyak melancarkan aksi kekejaman yang semakin keji. Maka dari itu, negara harus tegas untuk tidak...
- Advertisement -

Baca berita yang ini