MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari Pers Nasional yang diperingati setiap tanggal 9 Februari tidak terlepas dari keberadaan Dewan Pers sebagai lembaga independen yang melindungi kehidupan pers di Indonesia.
Secara historis, Dewan Pers sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, tetapi pada saat itu, Dewan Pers berfungsi sebagai penasihat pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan. Seiring berjalannya waktu, Dewan Pers yang terus berkembang akhirnya memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen.
Pembentukan Dewan Pers dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk bagian dari HAM. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari pemerintah pada jajaran anggotanya.
Menjadi pelindung kehidupan pers di Indonesia, Dewan Pers memiliki fungsi yang berat, antara lain melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, melakukan pengkajian untuk mengembangkan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, dan memberikan pertimbangan serta mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Selain itu, Dewan Pers juga berfungsi mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan, serta mendata perusahaan pers.
Menurut Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Pers, anggota Dewan Pers dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali, yang terdiri atas wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, dan tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, serta bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Indonesia merupakan negara yang menerapkan sistem pers tanggung jawab sosial. Prinsip utama sistem tersebut adalah kebebasan pers harus disertai dengan kewajiban-kewajiban dan pers harus memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Hal itu dapat terlihat dari UU tentang Pers yang memberikan kewangan pada masyarakat untuk mengontrol kinerja pers. Artinya, setiap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pers harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pers harus bisa menghormati HAM yang dimiliki oleh setiap warga negara.
Sistem pers juga dimiliki oleh negara-negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia, meskipun sistemnya berbeda dengan Indonesia.
Sistem pers di wilayah Barat, seperti AS dan Eropa, menggunakan sistem pers liberalisme yang juga menjadi landasan sistem sosial, politik, dan pemerintahannya. Di AS, pers punya kebebasan untuk melakukan pergerakan yang tidak hanya berpusat di politik pemerintah saja.
Sementara di Rusia, sistem pers yang dianut adalah sistem pers komunis. Biasanya, sistem pers komunis sepenuhnya dikuasai oleh pemerintah. Tidak ada kepemilikan swasta atau pribadi dalam sistem pers komunis. Pers juga digunakan sebagai alat mencapai kekuasaan dalam pemerintah dan partai untuk propaganda.
Menurut Analisis Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara oleh F Rachmadi, terdapat beberapa fungsi pers komunis, antara lain sebagai alat propaganda, agitator dan organisator kolektif, sebagai tempat pendidikan kader komunis di kalangan pers, sebagai lembaga yang mengorganisir publik untuk pembangunan ekonomi, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol dan kritik. Selain itu, pers komunis juga menerapkan semua dekrit, keputusan, dan intruksi yang dikeluarkan oleh Komite Sentral Partai.
Reporter: Safira Ginanisa