MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa yang tak mengenal Tuak. Minuman beralkohol khas Indonesia ini umumnya dikonsumsi masyarakat Batak, mulai dari yang tua hingga muda, di Sumatera Utara saat perayaan dan acara-acara khusus.
Suku Batak menjadikan tuak sebagai tradisi yang sulit untuk dilepaskan. Tuak sering digunakan sebagai jamuan dan sajian utama pada acara adat atau upacara. Masyarakat Batak dengan peminum tuak terbanyak berada di Desa Lumban Siagian Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, atau di Kota Balige. Pohon aren di wilayah tersebut pun dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi di tanah subur dengan ketinggian 500 m – 800 m di atas permukaan laut. Itu sebabnya, tuak dapat dengan mudah diproduksi di wilayah Indonesia (Ikegami, 1997).
Dalam laporan singkat bertajuk “Tuak Dalam Masyarakat Batak Toba, tentang Aspek Sosial-Budaya”, Ikegami juga menulis, tuak merupakan minuman sehari-hari bagi laki-laki Suku Batak Toba. Dalam adat manulangi, yaitu upacara penjamuan orangtua yang telah bercucu oleh keturunan-keturunannya, tuak menjadi menu utama. Begitu juga dalam ritual manuan ompu-ompu, tuak digunakan untuk menyiram tanaman ompu-ompu pasca ditanam di sawah atau kebun milik orang yang meninggal. Hingga belakangan ini, tuak mendapatkan klaim bisa menjadi terapi untuk narkoba.
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan mengklaim minuman tuak, yang banyak ditemukan di Sumatera Utara dapat dijadikan sebagai terapi narkoba. Klaim tuak dapat dijadikan sebagai terapi narkoba, imbuhnya berdasarkan riset dengan mewancarai 18 orang korban narkoba.
Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Agus Andrianto juga mendukung upaya agar tuak digunakan untuk rehabilitasi narkoba.
Nah, biar kamu tidak salah paham. Yuk, kenali apa itu tuak.
Tuak merupakan sejenis minuman beralkohol khas Indonesia. Minuman alkohol tradisional ini biasanya dibuat dari fermentasi beras (biasanya beras ketan) menggunakan ragi dan enzim yang secara alami tersedia dalam ragi.
Enzim memecah pati dalam beras menjadi gula dan ragi mengubah gula menjadi alkohol, yang merupakan proses fermentasi.
Proses fermentasi juga menghasilkan karbon dioksida, terlepas dari alkohol.
Biasanya, tuak juga dibuat dalam volume besar dengan bantuan gula dicampur dengan air, lalu direbus dan dibiarkan dingin sebelum ditambahkan ke campuran fermentasi beras dan ragi.
Tuak juga bisa terbuat dari proses penyulingan nira aren dan kelapa yang kini mendominasi minuman keras lokal Indonesia.
Untuk menghasilkan air nira, para pengerajin tuak (paragat) mempunyai trik sendiri. Disebut paragat karena memakai pisau agat untuk mengiris batang mayang. Pertama, paragat harus menyeleksi buah enau yang diperkirakan bisa menghasilkan air nira. Jika sudah ketemu tandan buah yang cocok, maka paragat segera membersihkan pangkal batang buah enau itu dan memukulnya dengan balbal-balbal, yaitu tongkat kayu yang dikhususkan untuk maragat.
Menurut penuturan sejumlah tetua, dulu, proses maragat membutuhkan seni dan ritual khusus. Paragat harus pandai menyanyi sambil memukul pangkal buah enau, karena beredar legenda bahwa pohon enau merupakan jelmaan seorang dara yang bunuh diri dengan cara terjun ke halaman rumah mereka lantaran menolak dijodohkan dengan lelaki cacat. Nah, agar enau yang diyakini sebagai perempuan muda itu mau meneteskan “air susunya”, maka paragat harus “merayunya” dengan nyanyian merdu dan ketukan (pukulan).
Setelah melewati tahap memukul-mukul batang buah. Selanjutnya, paragat memahat tangkai enau hingga meneteslah air nira. Paragat kemudian menaruh batang bambu atau cerigen untuk menadah air nira itu. Air nira bisa diambil pagi dan sore hari. Biasanya, paragat juga mengusahakan memasang pelindung agar tuak sadapan itu tidak bercampur dengan air hujan.
Selain dari nira, ada juga yang berasal dari fermentasi buah-buahan dan beras.
Minuman ini pun bisa didapatkan di sejumlah kedai penjual tuak yang disebut Lapo Tuak.
Sebenarnya, minuman sejenis tuak ini juga ada di berbagai negara. Misalnya, Sake di Jepang, Makgeolli di Korea, Sato di Thailand, Mi Jiu di Cina dan Tapuy di Filipina.
Kandungan alkohol dalam tuak juga bervariasi, mulai dari lima persen hingga 20 persen.
Rasa tuak juga bisa bervariasi, ada yang sedikit manis atau sangat manis, tergantung pada gula yang digunakan dalam proses fermentasi.
Namun, tuak dengan kualitas buruk biasanya terasa asam karena adanya bakteri lain yang masuk dan menghasilkan asam laktat.
Meski begitu, produk-produk yang mengandung alkohol memang masih diragukan khasiatnya. Namun, beberapa orang percaya tuak memiliki khasiat untuk kesehatan karena mengandung antioksidan dan vitamin C. Tuak juga diklaim mengatasi penyakit ginjal dan berkhasiat untuk menyegarkan tubuh.
Kemudian, tuak dijadikan sebagai obat pereda stres, maka tak heran jika orang Batak kerap datang ke kedai tuak jika sedang stres. Di kedai tuak mereka bisa menikmati minuman ini sambil bercerita dengan teman hingga bernyanyi dan bermain musik.
Selanjutnya, tuak dalam jumlah yang tidak berlebihan juga dipercaya dapat menurunkan demam. Kandungan dalam tuak dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta melancarkan metabolisme sehingga membantu menurunkan demam.
Tuak yang diklaim memiliki manfaat tersebut adalah tuak asal Desa Pusuk Lestari, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, yang terbuat dari bunga pohon aren yang disadap.
Melansir Journal of Experimental and Clinical Anatomy, tuak memang bisa meningkatkan kemampuan visual dan laktasi atau produksi serta pengeluaran ASI dari payudara.
Oleh karena itu, minuman tradisional ini sering ditambahkan ke dalam produk atau obat-obatan herbal.
Akan tetapi, mengonsumsi tuak terlalu banyak juga bisa menyebabkan penurunan fungsi testis karena menurunkan kadar testosteron, motilitas sperma, dan viabilitas sperma.
Reporter: Indah Utami