Love Jihad, Undang-Undang Baru yang Mengancam Cinta Beda Agama di India

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Sekitar seribu pasangan lintas agama mengadu ke kelompok sipil pendukung keberagaman bernama Dhanak yang berbasis di Delhi untuk mencari bantuan. Pasangan tersebut biasanya mengadu agar kelompok tersebut berbicara dengan keluarga mereka atau membantu mencari bantuan hukum.

Di antara pasangan yang datang ke Dhanak, 52 persen adalah perempuan Hindu yang berencana menikah dengan pria Muslim dan 44 persen adalah perempuan Muslim yang ingin menikah dengan pria Hindu.

“Keluarga Hindu dan Muslim di India dengan keras menentang pernikahan beda agama,” kata Asif Iqbal, pendiri Dhanak.

Ia juga mengatakan mereka akan melakukan segala cara untuk menghentikannya. Para orang tua bahkan mencoreng reputasi anak mereka untuk menghalangi keluarga kekasihnya. Momok love jihad telah menghantui hubungan antaragama di India sejak diciptakan oleh kelompok Hindu radikal.

Pekan lalu, polisi menangkap pria Muslim yang dituduh ingin menjadikan pasangannya seorang mualaf. Pria tersebut menjadi orang pertama yang ditangkap berdasarkan undang-undang yang menentang perpindahan agama secara “paksa” atau “curang”.

Setidaknya, empat negara bagian lain yang dikuasai oleh Partai Bharatiya Janata merencanakan undang-undang serupa. Juru bicara partai mengatakan undang-undang semacam itu diperlukan untuk menghentikan “penipuan dan kesan yang keliru” terhadap perpindahan agama masyarakatnya.

“Ketika seorang umat Hindu menikahi perempuan Muslim selalu digambarkan sebagai romansa dan cinta oleh organisasi Hindu, sedangkan jika terjadi sebaliknya digambarkan sebagai pemaksaan,” kata Charu Gupta, sejarawan di Universitas Delhi yang meneliti “mitos jihad cinta”.

Cinta lintas agama sulit dilakukan di sebagian besar wilayah India karena kekerabatan, agama, kasta, dan kehormatan keluarga memegang kendali. Namun, pria dan perempuan muda di seluruh pelosok menantang perlawanan tersebut selama berabad-abad di desa dan di kota kecil.

Pernikahan dari pasangan heteroseksual dari komunitas yang sama menjadi pernikahan yang ideal, tercatat dari lebih dari 90 persen pernikahan di India merupakan hasil perjodohan. Sementara, pernikahan beda agama hanya terjadi sekitar 2 persen dari seluruh pernikahan di India.

Banyak yang percaya bahwa love jihad dibentuk oleh kelompok-kelompok Hindu radikal sebagai keuntungan politik. Kampanye melawan pernikahan lintas agama sudah sering terjadi sejak 1920-an.

Pada 1924, seorang birokrat Muslim di Kanpur dituduh “menculik” gadis Hindu dan memaksanya menjadi mualaf. Sebuah kelompok Hindu didirikan di Uttar Pradesh untuk mencegah Muslim dari tuduhan seperti itu.

Penculikan perempuan Hindu bahkan diperdebatkan di parlemen di India kolonial. Kongres Nasional India mengeluarkan resolusi yang mengatakan bahwa perempuan yang telah diculik dan menikah paksa harus dikembalikan ke rumah mereka, perpindahan agama massal tidak memiliki signifikasi atau validitas.

Belakangan ini, kelompok-kelompok nasionalis Hindu telah mengangkat momok ini sebagai senjata saat pemilihan umum. Salah satu contohnya saat pemilihan lokal di Uttar Pradesh pada 2014.

Profesor Gupta mengatakan kelompok-kelompok Hindu meluncurkan “kampanye” menggunakan poster, rumor, dan gosip melawan dugaan penculikan perempuan Hindu oleh pria Muslim. Tuduhan tersebut mulai dari pemerkosaan, pernikahan paksa, hingga kawin lari.

Tokoh nasionalis Hindu sayap kanan Rashtriya Swayamsevak Sangh memuat cerita tentang love jihad dan mendesak orang-orang untuk memberantas istilah tersebut. Mereka mempunyai slogan “Cinta untuk selamanya, jihad cinta tidak pernah!”.

Bukan hanya prasangka subjektif tentang pria Muslim saja yang ada dalam narasi tersebut, tetapi ada juga rumor tentang konspirasi Islamis global untuk memikat perempuan Hindu. Pria muslim diduga menerima dana dari luar negeri untuk melancarkan “aksi” agar perempuan Hindu tertarik dengan mereka.

Seorang juru bicara BJP mengatakan hal tersebut adalah bagian dari jihad cinta global yang menargetkan gadis-gadis Hindu di India.

“Semua ini adalah upaya mobilisasi politik dan agama atas nama perempuan,” ucap Profesor Gupta.

Banyak yang mengatakan bahwa perpindahan agama terjadi ketika pasangan memilih hal tersebut untuk “melarikan diri” dari Undang-Undang Pernikahan Khusus India. Mereka mengizinkan pernikahan beda agama hanya diperbolehkan ketika ada pemberitahuan kepada pihak berwenang yang berisi profil pribadi pasangan tersebut sebulan sebelumnya.

Jadi, pasangan akan takut keluarga mereka turun tangan untuk mencegah pernikahannya. Banyak yang percaya bahwa memperkenalkan undang-undang untuk membatasi pilihan orang untuk menikah beda agama hanya sebuah “budaya ketakutan” yang dapat digunakan oleh orang tua sebagai peringatan kaum muda.

Di sisi lain, semakin banyak pria dan perempuan juga menantang kasta dan agama. Banyak yang bersembunyi di rumah persembunyian yang dikelola negara pada saat negara mencoba menekan hal seperti itu.

“Cinta itu rumit dan keras di India,” kata Iqbal, pendiri Dhamak.

Reporter : Afif Ardiansyah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Ketersediaan Pangan dan Harga Terjangkau Salah Satu Indikator Kesuksesan Libur Nataru

Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan pihaknya telah memastikan ketersediaan pangan pokok strategis serta...
- Advertisement -

Baca berita yang ini