Ibu Muda Ini Berikan ASI ke Putranya hingga Berusia 8 Tahun, Gak Malu?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian ASI pada anak sampai dia berusia 2 tahun atau lebih. Dan, kebanyakan wanita juga akan menyapih anaknya di usia tersebut.

Namun, rupanya di Michigan, Amerika Serikat, ada seorang ibu yang menyusui kedua putranya hingga usia 8 tahun. Bahkan, pemberian ASI dilakukan rutin tiga kali sehari.

Ialah Laura Smith (25) ibu dari Joel dan Bennett hingga tiga kali sehari. Smith menyusui kedua putranya sampai mereka berusia 8 tahun.

Dilansir The Sun, Jumat 22 Mei 2020, Smith mengklaim bahwa kedua anaknya itu tidak pernah terserang flu atau pun pergi ke dokter umum berkat nutrisi dari ASI-nya.

Meski ia menyusui hingga putranya 8 tahun, ia tak pernah malu. Justru, ia merasa melakukan hal yang benar untuk membesarkan anak dengan langkah tersebut.

“Saya ingin mendorong lebih banyak ibu untuk merawat anak-anak mereka, berapa pun usianya. Putra-putra saya dalam kondisi kesehatan yang sangat baik dan kami memiliki ikatan khusus karena ini. Saya pikir batasan menyusui anak saya itu sampai 8 tahun tapi jika mereka masih menginginkan, saya tidak akan menghentikan mereka,” kata Smith.

Smith pun tak menampik bahwa ia kerap menerima perkataan kurang menyenangkan dari orang lain ketika dia menyusui di depan umum. Padahal, dirinya ingin mematahkan stigma buruk tentang pemberian ASI yang lama.

“Saya menyusui anak saya, lima, enam kali sehari dan tidak akan berhenti sampai dia berusia delapan tahun. Orang lain mengejek saya tetapi saya tidak peduli dengan hal itu,” kata Laura.

BACA JUGA: Sesat! Ibu Ini Gunakan Air Kencing untuk Obati Infeksi Jamur di Lidah Bayinya

Anak pertama Laura dan suaminya, Zane (28), lahir pada Mei 2015. Seiring bertambahnya usia Joel, Laura terus menyusuinya dan dia tidak punya rencana untuk berhenti.

“Jadi pemberian ASI dalam waktu lama (telah) menjadi tradisi di keluarga saya. Saya mulai memberi anak saya sedikit ubi jalar, tetapi dia terus menyusu sampai enam kali sehari,” ucap Smith.

“Saya tidak punya masalah dengan persediaan ASI saya sehingga saya tahu saya bisa melewati satu tahun. Ketika dia berusia delapan bulan, saya memperkenalkan beberapa makanan padat seperti alpukat, apel, dan pir untuk dimakannya di sela-sela pemberian ASI,” ucap Laura.

Laura bersyukur, suami dan keluarga saya sangat mendukung. Pada November 2017, Laura melahirkan putra bungsunya, Bennett. “Sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada Joel ketika saya perlu memberikan ASI kepada Bennett. Itu adalah ikatan yang hanya kami berdua bagi sampai saat itu. Sehingga ada kecemburuan di dalamnya.”

Joel merasa akan ditinggalkan dengan kehadiran Bennett, adiknya. Oleh karenanya, Laura segera melakukan tandem untuk menyusui kedua putranya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini