Bunda, Begini Trik Mudah agar Anak Mau Makan Sayur

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Happy World Vegan Day atau Hari Vegetarian Sedunia Hari Vegetarian Sedunia yang tak banyak diketahui orang sejarahnya, juga dengan hari perayaannya yang jatuh pada hari ini, Senin, 1 November 2021.

Tidak sedikit anak yang tidak suka makan sayur. Padahal, dalam sayuran terkandung banyak nutrisi penting, seperti vitamin, mineral, antioksidan, serat, dan air, yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang anak, serta membantu melindunginya dari penyakit. Mau tahu bagaimana cara menyiasatinya?

Setiap orang tua pasti ingin agar kebutuhan gizi anaknya terpenuhi, termasuk vitamin, mineral, dan serat yang banyak terdapat dalam sayur. Tapi sayangnya, anak-anak hampir selalu menolak makan sayur. Jika dimarahi atau dipaksa, anak justru akan makin berontak dan membenci sayuran.

Anak usia 4-8 tahun perlu mengonsumsi 2 hingga 4 porsi sayuran setiap hari. Asupan sayur ini bisa didapatkan antara lain dengan mengonsumsi segelas jus tomat, semangkok bayam, dua wortel potong, semangkok ubi rebus, segelas kacang hijau, atau semangkok jagung pipil.

Hal yang perlu diperhatikan adalah cara pemberiannya. Jika Si Kecil susah makan sayur, maka Mom bisa mencoba cara-cara ini:

  1. Mengajaknya ikut memilih dan mengolah sayur

Biarkan Si Kecil memilih sendiri sayur yang menarik perhatiannya, saat berbelanja di supermarket atau pasar. Mintalah Si Kecil untuk membantu mencuci dan memotong sayur, kemudian libatkan dia saat Mom memasak. Dengan begitu, ia akan dengan bangga memakan sayur yang dipilih dan diolahnya sendiri.

  1. Padukan sayur dengan makanan favorit anak

Si Kecil suka pizza, nasi goreng, atau sosis? Yuk, padukan sayuran dalam makanan favoritnya.

Anak-anak mungkin tidak suka makan sayur yang direbus atau dikukus karena rasanya pahit atau hambar. Tapi bila dipadukan dengan makanan favorit anak, sayur akan terasa lebih enak dan anak-anak mungkin akan menyukainya.

Mom dapat mencoba cara cepat menggunakan miracle fruit yang dapat mengubah semua rasa makanan menjadi manis. Namun, akan lebih baik lagi jika Mom menggunakan makanan yang kandungan nutrisinya dapat bermanfaat untuk anak.

Mom dapat memberikan saus keju atau yoghurt sebagai pendamping menu sayuran Si Kecil. Mom juga bisa mengajak Si Kecil membuat pizza dengan taburan sayur yang sudah dipotong kecil-kecil atau membuat sup dengan mencampurkan sayur, seperti wortel dan brokoli, dengan bakso, daging ayam, atau sosis.

Sementara untuk anak yang masih balita, Mom dapat memberikan bubur dengan campuran sayur dan bahan-bahan lain, seperti daging ayam, makaroni, atau keju, agar rasanya enak.

  1. Berkreasi dengan sayuran

Ajaklah Si Kecil berkreasi dengan sayuran, misalnya membuat bentuk hewan di atas nasi menggunakan potongan sayur, seperti wortel, tomat, atau rumput laut. Bunda juga bisa  memotong kentang dan wortel menggunakan cetakan khusus dengan bentuk yang lucu.

  1. Coba terus

Jika saat ini Si Kecil tidak mau makan sayur tertentu, belum tentu ia akan seterusnya tidak menyukai sayur tersebut, lho, Mom. Anak-anak mungkin perlu beberapa kali mencoba suatu jenis makanan yang baru, sebelum mereka mulai menyukainya.

Jadi, coba tawari dan berikan lagi sayuran tersebut kepada Si Kecil di lain waktu. Tapi, berikan dalam porsi kecil dulu ya, Mom.

  1. Puji anak jika sudah makan sayur

Sebagai bentuk penghargaan dan untuk menyemangati anak, jangan lupa berikan pujian setiap kali anak sudah mengonsumsi sayur. Namun ingat, jangan memberikan anak makanan yang tidak sehat sebagai hadiah karena sudah mau makan sayur.

Apabila Mom mengatakan, “Kalau bayamnya habis, kamu boleh makan kentang goreng,” maka Si Kecil akan menjadi lebih tertarik pada kentang goreng daripada bayam. Ke depannya, ia akan tetap memilih makanan yang tidak sehat.

Reporter : Nabila Kuntum Khaira Umma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini