Begini Ganasnya HIV Sebelum Menjelma Jadi AIDS yang Mematikan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan sebuah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Virus itu menginfeksi dan menghancurkan sel CD4 di dalam tubuh kita.

Sel CD4 merupakan jenis sel darah putih yang penting bagi sistem kekebalan tubuh untuk infeksi dalam tubuh.

Jika terlalu banyak sel CD4 hancur maka kondisi tubuh tidak dapat melawan infeksi ataupun zat berbahaya yang masuk dan menyerang.

Meski begitu, virus itu menulari manusia tidak melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, ataupun sentuhan fisik.

Dia menular melalui beberapa cara berikut:

  1. Jarum suntik yang digunakan bergantian dengan pengidap HIV
  2. Melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV
  3. Transfusi darah dari pengidap HIV
  4. Dari ibu hamil pembawa HIV kepada janin yang sedang dikandungnya
  5. Peralatan pribadi yang digunakan bersama pengidap HIV

Gejala yang muncul pada pengidap HIV umumnya terjadi bertahap. Di awal gejala itu akan muncul dan menghilang dengan sendirinya.

Biasanya gejala awal yang dirasakan pengidapnya adalah deman, muncul ruam pada kulit, nyeri pada sendi dan otot, sakit kepala, sakit perut, serta sakit tenggorokan.

Kondisi itu akan semakin parah apabila sejak awal tidak ditangani dengan baik dan benar. Jika semakin parah para pengidap HIV akan menyebabkan penurunan berat badan drastis tanpa sebab, diare, berkeringat pada malam hari, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, hingga merasa tubuh sangat lemah.

Tak sampai situ saja virus ini menyerang. Apabila gejalanya semakin parah dan tidak segera diatasi dengan benar maka virus HIV itu akan berkembang dan menjadi penyakit AIDS.

Pada posisi itu, sistem kekebalan tubuh penderitanya sudah rusak parah sehingga rentan mengalami gangguan kesehatan lainnya.

Ada empat tahap infeksi HIV sebelum berkembang menjadi AIDS seperti berikut:

  1. Periode Masa Jendela
    Periode masa jendela merupakan periode pemeriksaan tes antibodi HIV. Biasanya antibodi muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer.

Di periode ini penderita sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain. Untuk itu perlu pemeriksaan laboratorium dalam mendeteksi antigen p18, p24, p31, p36, gp120 dan gp41.

  1. Fase Infeksi Akut
    Pada fase ini, HIV telah menginfeksi sel target kemudian terjadilah proses replikasi yang menghasilkan virus baru (virion) yang berjumlah jutaan virion. Banyaknya virion dalam tubuh akan memicu munculnya sindrom infeksi akut yang gejalanya mirip flu biasa.

Diperkirakan sekitar 50-70 persen orang yang terinfeksi HIV akan mengalami fase infeksi akut selama 3-6 minggu dengan gejala umum seperti demam, faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, bahkan hingga penurunan berat badan.

Pada stadium awal penderita HIV bisa menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati. Kemudan juga bisa terdapat ruam pada kulit.

  1. Fase Infeksi Laten
    Fase infeksi laten merupakan fase pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV. Virus itu akan terperangkap dalam sel dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa. Hal tersebut menyebabkan virion dapat dikenali sehingga gejalanya hilang dan mulai memasuki fase laten.

Fase ini jarang ditemukan virion di plasma, karena jumlahnya menurun akibat sebagian virus telah terakumulasi di kelenjar limfa kemudian terjadi replikasi di kelenjar itu.

Fase infeksi laten ini rata-rata berlangsung selama 8-10 tahun bahkan bisa juga 3-13 tahun setelah terinfeksi HIV. Gejala yang dirasakan penderita di tahun ke-8 setelah terinfeksi HIV akan merasakan demam, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan sebanyak 10 persen, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulat, serta penyakit infeksi kulit berulang.

  1. Fase Infeksi Kronis (AIDS)
    Fase infeksi kronis merupakan fase di mana dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi HIV yang juga beriringan dengan kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di sirkulasi sistematik.

Banyaknya virion membuat resplon imun tak lagi mampu meredam berbagai penyakit. Kemudian limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Limfosit yang menurun membuat sistem imun juga menurun dan penderita HIV akan semakin rentan terkena berbagai penyakit infeksi sekunder lainnya.

Rentannya para penderita HIV terkena berbagai penyakit infeksi sekunder mendorong mereka ke arah AIDS. Infeksi sekunder yang dapat terjadi seperti pneumonia, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare, infeksi virus sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esophagus, kandidisasi trachea, kandidiasis bronchus, bahkan hingga infeksi jamur.

Terkadang ditemukan beberapa jenis kanker seperti kanker kelenjar getah bening dan kanker sarcoma Kaposi’s.

Di tahap ini penderita harus segera dibawa ke dokter untuk menjalani terapi anti-retroviral virus (ARV).

Ganasnya HIV ini harus dideteksi sedini mungkin agar peluang munculnya AIDS dapat diminimalisir. Kemudian perlunya melakukan tes darah sedini mungkin agar dapat mendeteksi HIV sedini mungkin.(Indah Suci Raudlah)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Mengapresiasi Upaya Terpadu Lembaga Negara Berantas Judi Daring

Oleh : Andika Pratama Maraknya praktik judi daring di Indonesia tidak hanya menjadi persoalan moral dan sosial, tetapitelah menjelma menjadi ancaman serius terhadap ketahanan ekonomi dan keamanan digital nasional. Modus operandi yang semakin canggih, jaringan lintas negara, hingga keterlibatanakun bank dan dompet digital membuat praktik ini tak lagi bisa ditanggulangi oleh satu lembagasecara terpisah. Dalam konteks inilah pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk menanganijudi daring dengan pendekatan yang sistemik dan menyeluruh. Penindakan terhadap judi daring tidak bisa dilakukan secara sporadis atau parsial. KepalaEksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menegaskanbahwa pendekatan yang diperlukan harus menyentuh semua sisi: dari pencegahan, edukasi, deteksi, hingga penindakan. Tidak cukup hanya mengandalkan kerja sama bilateral seperti antaraOJK dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), melainkan diperlukan sinergi kolektifyang melibatkan seluruh komponen pengawasan dan penegakan hukum negara. Upaya pemblokiran rekening terindikasi judi daring adalah langkah penting yang telah dilakukanOJK bersama perbankan. Berdasarkan data Komdigi, sekitar 17 ribu rekening telah diblokirkarena dicurigai terkait dengan transaksi judi daring. Namun, kerja teknis ini hanya akan efektifbila didukung oleh sistem identifikasi yang kuat. Penggunaan parameter dalam mendeteksiaktivitas mencurigakan, analisis nasabah, hingga pengawasan terhadap rekening dormant menjadi bagian dari sistem pengawasan keuangan yang tengah diperkuat. Selain itu, pendekatan sistemik juga menyentuh aspek regulasi. Masih terdapat celah atauloophole dalam sistem keuangan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku judi daring. Maka dari itu, pertemuan intensif antara OJK dan direktur kepatuhan dari berbagai bank menjadi krusial untukmenyusun formulasi regulasi yang lebih ideal. Tujuannya adalah menyempurnakan mekanismeidentifikasi rekening mencurigakan serta memperkuat langkah enhanced...
- Advertisement -

Baca berita yang ini