MATA INDONESIA, JAKARTA – Pernahkah kamu mendengar perihal pemerkosaan dalam sebuah pernikahan? Seperti apa sih contohnya?
Pemerkosaan dalam sebuah pernikahan adalah bentuk pemaksaan berhubungan seksual terhadap pasangan sah atau suami dan istri.
Pemaksaan dalam berhubungan intim atau seksual nyatanya telah diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). RKUHP mengatur ancaman pidana bagi seseorang yang memaksakan berhubungan seksual, termasuk yang dilakukan oleh sepasang suami-istri.
Ancaman ini terdapat dalam Pasal 479 bagian ketiga tentang perkosaan yang berbunyi “Setiap orang dengan kekeraan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”
Adapun bentuk pemaksaan memasukkan alat kelamin secara paksa termasuk kategori pemerkosaan. Perbuatan ini tercatat dalam Pasal 479 ayat 3 dimana dalam pasal tersebut terdapat poin-poin, seperti memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain, memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulut sendiri atau memasukkan bagian tubuh yang bukan alat kelamin atau sebuah benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
Komnas Perlindungan Perempuan mengatakan pemaksaan hubungan seks suami terhadap sang istri termasuk ke dalam perkosaan atau marital tape. Pemaksaan ini biasanya dilakukan disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan pada tahun 2018, jumlah pemerkosaan dalam perkawinan mencapai 195 kasus yang sebelumnya hanya 170 kasus. Pemerkosaan dalam pernikahan sering dianggap sepele oleh berbagai pihak.
Hal ini disebabkan jarangnya korban pemerkosaan dalam pernikahan yang melapor ke pihak berwajib seperti kepolisian, Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Bahkan terkadang pihak kepolisian juga ikut menyepelekan kasus pemerkosaan dalam pernikahan dan dianggap dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
(Shafira Annisa)
