MATA INDONESIA, JAKARTA – Topeng Guy Fawkes yang dikenal berkat komik besutan David Lloyd dan kemudian menjadi sebuah film Hollywood pada tahun 2006 dengan judul V for Vendetta. Hingga saat ini, topeng ini masih menjadi ikon para demonstran untuk mengkritisi kebijakan bahkan tindakan pemerintah atau sistem tertentu yang merugikan rakyat.
Sebenarnya topeng untuk protes di jalan-jalan itu memiliki sejarah yang panjang. Topeng itu sejatinya menggambarkan Guy Fawkes, anggota paling terkenal dari Plot Bubuk Mesiu (Gunpowder Plot), yang berupaya meledakkan House of Lords (Parlemen Inggris) di London pada 5 November 1605. Guy Fawkes berang karena Raja James I tidak bisa melindungi kaum Katolik dari sentimen anti-Katolik pada saat itu.
Demonstrasi pertama yang menggunakan topeng Guy Fawkes adalah pada tahun 2008. Kelompok Hacker yang menamai dirinya ‘Anonymous’ saat itu melakukan protes melawan Gereja Scientology. Sejak saat itulah era topeng Guy Fawkes di mulai. Para demonstran di seluruh dunia menjadikan topeng ini sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan tiran.
Di AS, topeng tersebut menjadi simbol protes saat pendudukan Wall Street atau terkenal dengan Occupy Wall Street pada September 2008 lalu.
Di Benua Asia, topeng Guy Fawkes kerap terlihat dalam berbagai gerakan dan demonstrasi. Bulan September 2014, ribuan demonstran melakukan unjuk rasa di Hongkong. Aksi ini terkait keputusan Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional yang mengumumkan rencana reformasi pemilihan Kepala Eksekutif Hong Kong untuk tahun 2017. Pada saat itu, topeng sebagai simbol perlawanan terhadap keputusan pemerintah.
Bulan Juni 2015, ratusan demonstran di Bangkok, Thailand, sambil menggunakan topeng Guy Fawkes meneriakkan slogan anti pemerintahan PM Yingluck Shinawatra.
Di Indonesia, topeng Guy Fawkes dipakai oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Saat itu mereka melakukan unjuk rasa memperingati Hari Kebangkitan Nasional pada 21 Mei 2015.
Kemudian, kehadiran topeng Guy Fawkes selanjutnya ada dalam unjuk rasa anti PM Najib di Daratan Merdeka, Kuala Lumpur, pada Sabtu, 29 Agustus 2015. Topeng itu menjadi simbol perlawanan dan keinginan masyarakat Malaysia agar PM Najib turun dari jabatannya dan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.
Pada Rabu, 30 Oktober 2019, puluhan mahasiswa di Hong Kong mengubah acara wisuda kampus mereka menjadi unjuk rasa damai untuk memperingati gerakan pro-demokrasi dan bentrokan dengan polisi yang terjadi di 2018.
Mengenakan jubah wisuda hitam dan topeng Guy Fawkes, para mahasiswa berbaris melewati kampus Chinese University of Hong Kong (CUHK).
Begitu juga dengan Polytechnic University (PolyU) Hong Kong. Namun, dalam PolyU, aksi menggunakan topeng Guy Fawkes itu terpacu saat Kepala PolyU Hong Kong, Teng Jin-guang, menolak berjabat tangan. Ia tak mau mengulurkan tangannya kepada dua lulusan yang menggunakan masker operasi. Tujuan penggunaan masker ini untuk memprotes pemerintah Cina-Hongkong. yang mengenakan masker operasi di atas panggung. Reaksi ini menarik perhatian para mahasiswa, yang menuduhnya gagal menghormati orang-orang dengan pandangan politik yang berbeda.
Lalu, beberapa lulusan PolyU Hong Kong 2019 juga mengangkat tangan mereka di atas panggung. Aksi ini untuk melambangkan lima tuntutan dalam demonstrasi anti-pemerintah yang kembali terjadi sejak Juni 2019. Hal itu juga sebagai bentuk dukungan untuk penangkapan siswa saat mengajukan protes kepada presiden universitas.
Di luar upacara wisuda, sekitar 100 lulusan berpartisipasi dalam aksi protes memakai topeng. Banyak dari mereka memakai topeng Guy Fawkes dan berbaris di sekitar kampus untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap manajemen universitas.
Hingga 24 Mei 2020, masyarakat Hong Kong kembali turun ke jalan memprotes rencana Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional. Terdapat beberapa demonstran yang mengenakan topeng Guy Fawkes. Mereka mengibarkan bendera “Kemerdekaan Hong Kong” saat aksi protes di distrik Causeway Bay di Hong Kong, Cina.
Aksi tersebut menjadi demonstrasi terbesar sejak pembatasan pergerakan akibat wabah virus corona atau Covid-19. Bahkan pihak polisi Hong Kong pun terpaksa menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan ribuan orang.
Reporter: Indah Utami