Memahami Konsep Tuhan Sudah Mati ala Nietzsche

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Friedrich Wilhelm Nietzsche wafat di Weimar, 25 Agustus 1900 pada umur 55 tahun. Bicara tentang sosok yang lebih karib disapa dengan Nietzsche ini, kebanyakan orang yang tidak memahami alur pemikirannya tentu akan menafsirkannya sebagai salah satu bentuk pemikiran yang ateistik alias tidak mempercayai keberadaan Tuhan maupun agama apapun.

Salah satu pemikiran Nietzsche yang masyur adalah tentang ‘Tuhan sudah mati‘. Pemikiran ini sebenarnya adalah bentuk kritiknya atas prilaku masyarakat di zamannya yang keliru menggunakan ajaran agama untuk kepentingan pribadi dan kekuasaan semata.

Adagium ‘Tuhan sudah mati’ tidak melulu tentang agama semata. Ia juga tidak menyimpulkan bahwa kalau menjadi ateis adalah sebuah solusi atau Tuhan itu tidak pernah ada. Gagasan itu lebih ditujukan bagi para penganut agama yang sudah tak lagi mengandalkan Tuhan dalam laku dan tutur sehari-hari.

Di zaman Nietzsche, kritikannya ini barangkali dialamatkan bagi para penganut agama Kristen. Bahkan Nietzsche menilai Tuhan sudah tak lagi memiliki tempat di dalam dunia modern. Ia juga menganggap yang menjadi ‘pembunuh Tuhan’ adalah manusia sendiri. Demikian diungkapkannya dalam The Gay Science.

Hemat Nietzsche, masyarakat di zamannya telah menggeser eksistensi Tuhan dengan menghadirkan ‘tuhan-tuhan yang lain’ dalam hidupnya. Terutama saat agama dicampuradukan dengan kepentingan politik maupun kekuasaan. Agama pun kehilangan keasliannya dan wajah Tuhan pun tak lagi tampak dalam hati dan pikiran tiap orang.

Pemikiran Nietzsche ini tentu bisa menjadi refleksi bagi kita segenap umat beriman, entah apapun agama dan keyakinannya. Yang terpenting adalah kita perlu menghormati tubuh kita berserta martabat dan talenta yang dimiliki dengan cara mengembangkannya agar berguna bagi banyak orang.

Pun untuk konteks Indonesia di masa kini, sistem pemerintahan demokrasi sejatinya harus mengedepankan sisi humanis. Jangan malah menjadikan agama sebagai kendaraan politis untuk kepentingan sendiri atau segelintir pihak.

Laiknya Nietzsche yang berusaha menaklukan nihilisme sejati dengan mencintai kehidupan secara utuh dan memposisikan dirinya dan sesama sebagai manusia sempurna (Übermensch) dengan kehendak untuk berkuasa, pemerintah Indonesia juga harus terus menerus membuat kebijakan dan peraturan yang adil bagi semua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini