Oleh : Yunzi Lailani )*
Perluasan cakupan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menandai komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadirkan intervensi gizi yang semakin inklusif dan berorientasi pada pembangunan sumber daya manusia. Kebijakan baru yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bahwa seluruh anak Indonesia, tanpa terkecuali, mendapatkan akses makanan bergizi yang memadai sejak usia dini. Langkah ini tidak hanya menyasar siswa sekolah sebagai penerima manfaat utama, tetapi juga diperluas kepada berbagai kelompok rentan hingga tenaga pendidik. Pendekatan ini sangat relevan dengan tantangan nasional terkait ketimpangan gizi, terutama di daerah terpencil yang masih menghadapi hambatan logistik dan akses pangan.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Bidang Investigasi dan Komunikasi Publik, Nanik Sudaryati Deyang, menggambarkan perluasan cakupan tersebut sebagai langkah strategis yang mengatasi ketidakmerataan akses makanan bergizi di berbagai lapisan masyarakat. Nanik menekankan bahwa Presiden Prabowo memberikan perhatian besar terhadap kondisi anak-anak Indonesia agar tidak ada satu pun yang terabaikan dalam pemenuhan gizi. Menurutnya, Presiden ingin memastikan bahwa kelompok masyarakat yang selama ini rawan mengalami kelaparan atau kondisi gizi buruk, seperti penyandang disabilitas, lansia, anak jalanan, anak putus sekolah, hingga pemulung, dapat merasakan langsung manfaat dari program ini. Hal tersebut menjadi refleksi nyata bahwa agenda pembangunan manusia tidak hanya bersifat sektoral, tetapi juga berpusat pada keberpihakan kepada kelompok paling rentan.
Yang menjadi terobosan penting dalam fase terbaru program MBG adalah diperluasnya penerima manfaat kepada tenaga pendidik, baik guru negeri, guru swasta, tenaga honorer, ustadz, maupun pengajar pesantren. Nanik menilai bahwa tenaga pendidik memegang peran sentral dalam membentuk kualitas generasi muda sehingga aspek pemenuhan gizi mereka perlu menjadi perhatian. Pemerintah melihat bahwa guru adalah ujung tombak keberhasilan implementasi MBG di sekolah, mulai dari pendampingan, pengawasan konsumsi siswa, hingga edukasi mengenai pola makan sehat. Dengan menjadikan pendidik sebagai penerima manfaat, pemerintah ingin memastikan bahwa kelompok ini juga memiliki asupan gizi yang cukup agar tetap produktif dalam menjalankan peran strategis mereka.
Selain itu, perluasan MBG kepada kader PKK dan posyandu memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah mengedepankan sinergi lintas sektor dalam pendidikan gizi. Kader-kader ini merupakan garda terdepan dalam advokasi kesehatan di level akar rumput dan berperan penting dalam keberhasilan penyuluhan gizi bagi masyarakat. Dengan menjadi bagian dari penerima manfaat, mereka diharapkan semakin berdaya dalam menyampaikan literasi gizi dan mendukung keberlanjutan program.
Kesiapan infrastruktur menjadi aspek krusial dalam memastikan program MBG berjalan optimal di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah terpencil. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa institusinya sedang mempercepat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai lokasi sulit dijangkau. Dadan menjelaskan bahwa sebanyak 8.200 SPPG telah teridentifikasi dan diupayakan pembangunannya, dengan 4.700 unit di antaranya sedang dalam proses. Sekitar 170 unit ditargetkan selesai pada Desember 2025. Sementara itu, di wilayah aglomerasi, pemerintah menargetkan sebanyak 20 ribu SPPG bisa beroperasi pada periode yang sama. Menurut Dadan, jika seluruh pembangunan berjalan sesuai rencana, maka pada Maret atau April 2026, sebanyak 82,9 juta penerima manfaat dapat dijangkau secara merata.
Pembangunan SPPG ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menciptakan sistem distribusi pangan bergizi yang tidak hanya mengandalkan skala besar, tetapi juga mengutamakan keberlanjutan di tingkat lokal. Dengan infrastruktur yang semakin lengkap, MBG berpotensi meningkatkan ketahanan pangan masyarakat miskin, memperluas akses gizi anak-anak, serta mendukung efisiensi logistik di daerah-daerah yang sebelumnya terisolasi.
Efektivitas MBG semakin terlihat dari capaian distribusi makanan yang telah melampaui proyeksi awal. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyampaikan bahwa produksi makanan MBG telah menembus angka lebih dari dua miliar porsi, jauh di atas target awal sebesar 1,8 miliar porsi. Capaian tersebut menunjukkan bahwa ekosistem pelaksana program, mulai dari pemerintah daerah, satuan pendidikan, hingga pelaku usaha pangan lokal, mampu bergerak secara sinergis. Produksi dua miliar porsi makanan bukan hanya angka statistik, tetapi mencerminkan dampak langsung terhadap tumbuh kembang jutaan anak Indonesia yang selama ini menghadapi kesenjangan gizi.
Perluasan program MBG ke tenaga pendidik patut dipandang sebagai langkah visioner yang memperkuat ekosistem pendidikan nasional. Guru yang sehat dan memiliki kecukupan gizi akan lebih siap mendampingi siswa dalam proses pembelajaran. Kondisi fisik dan mental yang prima di kalangan pendidik akan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih produktif, kondusif, dan berorientasi pada penguatan karakter anak. Selain itu, intervensi gizi kepada pendidik juga akan mendorong peningkatan kesejahteraan profesi, terutama bagi guru honorer dan pengajar di wilayah terpencil yang rentan menghadapi keterbatasan ekonomi.
Ketika sekolah menjadi pusat intervensi gizi yang melibatkan guru, siswa, dan masyarakat, maka tercipta sebuah model pembangunan manusia yang holistik. Anak-anak yang menerima makanan bergizi setiap hari akan tumbuh lebih sehat, memiliki daya konsentrasi lebih baik, dan berpotensi mencapai prestasi akademik lebih tinggi. Pada saat yang sama, kehadiran pendidik yang turut merasakan manfaat program menciptakan ekosistem pendidikan yang saling memberdayakan.
Perluasan penerima manfaat MBG ke berbagai kelompok merupakan langkah yang tidak hanya menyentuh aspek kesehatan, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial nasional. Ketika anak-anak sekolah, guru, lansia, masyarakat miskin, hingga kader kesehatan merasakan manfaat yang sama, maka MBG berubah menjadi program strategis yang mengikat seluruh elemen bangsa dalam satu visi kebangsaan: menghadirkan generasi masa depan yang sehat, cerdas, dan siap bersaing.
)* Penulis adalah Pengamat Sosial
