Oleh: Alexandro Dimitri*)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah dijalankan pemerintah bukan hanyabertujuan menyediakan makanan sehat bagi pelajar dan kelompok prioritas, tetapi juga menjadistrategi besar untuk menggerakkan ekonomi rakyat melalui rantai pasokan yang terkoordinasidengan baik. Di tengah situasi global yang masih diliputi ketidakpastian akibat gejolak hargapangan dan tantangan distribusi internasional, MBG hadir sebagai pendekatan domestik yang menyeluruh dan berorientasi pada pembangunan jangka panjang. Program ini menunjukkanbahwa kebijakan sosial dapat dirancang secara selaras dengan penguatan ekonomi daerah sertapeningkatan kesejahteraan masyarakat luas.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa MBG bukan sekadarkegiatan pemberian makanan, melainkan upaya membangun pola ekonomi masyarakat yang lebih hidup. Ia menggambarkan bahwa meningkatnya kebutuhan bahan makanan seperti telur, sayuran, ikan, hingga produk olahan lokal dapat menggerakkan berbagai sektor sekaligus, mulaidari petani, peternak, nelayan, hingga pelaku usaha kecil yang mengelola distribusi dan penyediaan jasa pengolahan makanan. Menurutnya, ketika seluruh bahan pasokan bersumberdari produsen dalam negeri, potensi ekonomi yang tercipta dapat mencapai angka yang sangatbesar setiap tahun. Gagasan ini memperlihatkan bahwa pemerintah ingin memastikan manfaatMBG tidak berhenti pada aspek gizi, tetapi juga memberi ruang tumbuh bagi pelaku ekonomikecil yang selama ini menjadi tulang punggung penghidupan masyarakat.
Lebih jauh, Zulkifli menekankan bahwa program ini dapat menjadi fondasi penting bagikemandirian pangan nasional. Apabila permintaan bahan pangan terus meningkat secara meratadi seluruh daerah, maka pemerintah juga akan terdorong memperbaiki ekosistem produksi dan memperluas akses pasar bagi pelaku usaha lokal. Di beberapa wilayah, sudah terlihat bagaimanaaktivitas sentra pangan mulai menggeliat kembali seiring tersedianya pasar yang stabil melaluiMBG. Bagi daerah yang selama ini berada di pinggiran arus ekonomi nasional, peluang ini akansangat berarti untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa keberhasilan MBG bergantung pada kesiapan tiga unsur penting, yaitu anggaran yang memadai, sumber dayamanusia yang kompeten, serta infrastruktur yang mendukung. Ia menegaskan bahwa pemerintahsedang mematangkan kerangka aturan yang akan menjadi pedoman teknis, mulai dari standarkualitas pangan, tata cara kebersihan dapur, sampai pengawasan terhadap jalur distribusi. Menurutnya, rancangan aturan tersebut disusun agar pelaksanaan MBG berjalan konsisten, sertadapat mencegah potensi penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat.
Dadan juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap dapur penyelenggara agar insiden terkait keamanan pangan tidak terulang. Ia menekankan bahwa setiap penyedia harusmemenuhi prosedur standar pengolahan makanan dan menjalani proses sertifikasi sebelum dapatterlibat dalam program. Pemerintah, sambungnya, telah mengambil langkah korektif di sejumlahdaerah dengan melakukan pembinaan langsung kepada penyelenggara, serta memberikanpendampingan agar proses persiapan dan penyajian makanan berlangsung lebih aman. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah memastikan bahwa setiap makanan yang diterimamasyarakat benar-benar memenuhi aspek gizi dan higienitas yang diharapkan.
Dari sisi ekonomi, Ekonom Awalil Rizky memandang bahwa MBG mulai memperlihatkandampak positif di daerah. Ia mencatat bahwa aktivitas jual beli bahan pangan di pasar tradisionalkembali stabil, bahkan meningkat, karena terdapat permintaan rutin dari penyedia makan gratis. Kondisi ini ikut membantu menahan fluktuasi harga di tingkat lokal dan memberikan kepastianpendapatan bagi para pelaku usaha kecil. Awalil menilai bahwa MBG berpotensi menjadipendorong ekonomi daerah yang signifikan apabila tata kelolanya dijaga secara konsisten dan terus diperbaiki. Menurutnya, ketika jalur produksi hingga distribusi berjalan tertata, program inidapat memberi kepastian pasar bagi produsen kecil yang selama ini sangat bergantung pada musim dan variasi permintaan harian.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan MBG akan bergantung pada kemampuan pemerintahdaerah menyinergikan sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan lokal agar semua pihakmendapatkan manfaat seimbang. Melalui pendekatan ini, MBG dapat menjadi ruang kolaborasiyang mempertemukan kebutuhan pangan dengan kapasitas produksi masyarakat sekitar. Lebihdari itu, Awalil menilai program ini dapat menjadi cermin bagaimana kebijakan sosial dapatmenciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan, bukan sekadar intervensi jangka pendek.
Ketika rantai pasok pangan global masih menghadapi guncangan yang tidak menentu, Indonesia memilih strategi yang menitikberatkan pada kekuatan domestik. MBG menjadi bukti bahwapemerintah berupaya memperkuat ketahanan pangan dengan memaksimalkan potensi produsenlokal. Selain menciptakan pasar baru, langkah ini sekaligus mengurangi ketergantungan terhadapproduk impor yang rentan terhadap perubahan harga dunia. Pemerintah juga mendorong agar daerah mengutamakan bahan lokal sehingga nilai tambah ekonomi kembali mengalir kemasyarakat sekitar.
Dengan kesiapan regulasi, pengawasan yang diperketat, serta kolaborasi antarsektor yang semakin kuat, MBG menjadi representasi nyata keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Program ini menyatukan agenda gizi, kesejahteraan, dan ekonomi dalam satu kebijakan yang saling menguatkan. Melalui MBG, pemerintah memberi pesan jelas bahwa pembangunan tidakboleh meninggalkan rakyat kecil, dan pertumbuhan ekonomi harus melibatkan seluruh lapisanmasyarakat.
*) Penulis merupakan Pengamat Ekonomi
