Dianggap Tabu, Sulitnya Menjual Beha di Pakistan

Baca Juga

MATA INDONESIA, KARACHI – Tak gampang mencari atau membeli pakaian atau Beha  di negara seperti Pakistan. Toko-toko yang menjual pakaian dalam untuk wanita ini dijaga ketat oleh petugas keamanan.

Seorang pengusaha asal Inggris, Mark Moore, sekitar tahun 2019 lalu datang ke Pakistan untuk memasarkan Beha dan pakaian dalam produksinya. Pengusaha kelahiran Leicester, Inggris, ini sedang melakukan riset pasar – menghadirkan pakaian dalam yang terjangkau, nyaman dipakai, dan berkualitas buat perempuan di Pakistan.

Baru masuk ke sebuah toko pakaian dalam dengan jendela berwarna di ibu kota Pakistan Islamabad, tiba-tiba dua petugas keamanan menghampirinya. Kedua satpam itu bertanya, apa yang Moore pikirkan saat berupaya masuk ke toko pakaian dalam perempuan?

Namun, berkat siasat temannya, Moore diperbolehkan masuk. Temannya berbohong, bahwa Moore adalah seorang diplomat yang sedang membeli pakaian dalam untuk istrinya.

Bagi kebanyakan perempuan di Pakistan – yang tak mampu membeli barang impor mahal – menggunakan beha dan pakaian dalam yang nyaman dan enak digunakan hanyalah khayalan. Pakaian dalam seperti Beha yang dijual di pasar rata-rata memiliki penjepit yang berkarat, dengan kawat di bagian bawah cup kutang yang tajam sehingga bisa menusuk kulit penggunanya. Produk Beha yang bagus adalah pakaian dalam import yang harganya juga tak terjangkau. ”Dalam 10 tahun terakhir, saya tak pernah menemukan ukuran atau bentuk bra yang saya inginkan,” kata Hira Inam, 27 tahun, kepada BBC saat ditemui di pasar Anarkali di Lahore. ”Bahannya juga sering tidak bagus. Bikin gatal-gatal, dan jika saya berkeringat menyebabkan ruam-ruam, di bagian cup-nya, dan kainnya sangat tidak nyaman.”

Hal inilah yang membuat Moore membidik pasar Pakistan. Ia mendirikan perusahaan untuk membuat pakaian dalam wanita berkualitas tinggi yang diproduksi di kawasan pusat pabrik tekstil di Faisalabad. Pengalamannya bekerja selama bertahun-tahun bagi produk pakaian dalam wanita bermerek Inggris seperti M&S dan Debenham, membuat ia paham dan mengerti pasar pakaian dalam.

Moore pun paham soal daya beli masyarakat Pakistan. Harga pakaian dalam yang ia jual cukup murah dan sejajar dengan harga Beha produk Pakistan.

Namun ada kendala baru saat ia mau memasarkan produknya itu. Membicarakan soal pakaian dalam di Pakistan adalah hal yang tabu. Nah ini yang buat Moore pusing tujuh keliling untuk mempromosikan barangnya.

Memasarkan pakaian dalam, baik celana dalam maupun bra di Pakistan biasanya dilakukan dari mulut ke mulut. Dan yang paling gampang menjualnya di Bazaar Meena Karachi. Beberapa iklan pakaian dalam muncul di majalah-majalah wanita, itupun tidak terang-terangan.

Saat masuk ke media digital, promo pakaian dalam pun berubah bentuk. Kampanye iklan pemasaran pakaian dalam pun banyak menyebar. Namun sayangnya, lagi-lagi beberapa orang merasa iklan di sosial media vulgar.

Kesulitan memasarkan Beha di Pakistan ditambah lagi dengan etalase toko yang tak boleh transparan. Tak boleh ada plang atau identitas yang menandakan bahwa toko ini menjual pakaian dalam. Ada beberapa pusat pertokoan yang menghadirkan toko pakaian dalam secara terbuka, tapi toko itu hanya dikunjungi oleh orang-orang tertentu.

Moore kemudian diberitahu bahwa peluangnya lebih besar jika bergabung dengan peritel besar atau merek ternama. Itu artinya menjelaskan konsep pakaian dalam yang aman, terjangkau, dan tidak seksi kepada para anggota direksi yang didominasi laki-laki.

“Begitu saya dan tim saya meletakkan produk bra dan celana dalam perempuan di atas meja, para pria tertawa geli,” katanya.

Mendengar hal itu Moore punya ide menarik untuk memasarkan produknya. Ia memilih laki-laki sebagai marketnya. Ia edukasi kaum pria di Pakistan untuk mengetahui pakaian dalam wanita yang berkualitas. Ia mengatakan bahwa pakaian dalam wanita yang dibelinya  memiliki kualitas tinggi demi kenyamanan si pemakai dan bukan semata-mata produk yang bisa memancing syahwat.

Moore juga melakukan perubahan di pabriknya. Jika selama ini desain Beha dilakukan pria Pakistan, di pabriknya desain dilakukan oleh kaum wanita. Tak hanya itu, di pabriknya yang ia bangun, mayoritas adalah perempuan termasuk di level manajer dan direksi. Namun tetap saja tak mudah.

”Kami mengirim iklan lowongan kerja untuk mencari perempuan menjadi karyawan dengan peran yang lebih tinggi. Tapi mereka mengatakan, akan membicarakan dulu dengan keluarga, dan akan kembali menghubungi kami,” ujar Moore.

Memang, topik ini sangat tabu dan alasan semacam itu sudah diutarakan berkali-kali di lingkungan pabrik Beha. Seorang karyawan, Sumaira mengakui bahwa suaminya menemaninya untuk wawancara.

”Begitu saya diterima bekerja, suami saya meminta saya untuk tidak memberitahu anggota keluarga lainnya di mana saya bekerja. Karena mereka akan mempermasalahkannya.”

Hal senada juga dikatakan karyawan lainnya, bahwa ia ditanya ayahnya sebelum pergi wawancara kerja menjadi penjahit. ”Dan ayah saya langsung menolak untuk mendengarkan saat saya menceritakan tugas saya mendesain Beha,” katanya. “Saya harus memintanya untuk mengizinkan saya pergi dan supaya saya bisa melihat sendiri. Jika saya tidak suka lingkungan di pabrik, saya tidak akan menerima pekerjaan ini.”

Karyawan pria juga harus menghadapi olok-olok dan bisik-bisik tidak enak.

Anwar, karyawan pria di Pabrik Bra yang ada di Pakistan
Anwar, karyawan pria di Pabrik Bra yang ada di Pakistan

Seorang karyawan yang bekerja di Pabrik mili Moore, Anwar Hussain mengatakan dia menghadapi banyak pertentangan dari keluarga dan teman-temannya saat terjun bekerja dalam bisnis pakaian dalam ini.

”Teman-teman mengolok-olok mengenai tempat saya bekerja. Keluarga saya menolak saya untuk pergi ke pabrik. Saat saya bergabung, awalnya saya merasa malu untuk mengoper bra kepada karyawan perempuan di dalam pabrik. Tapi sekarang saya merasa lebih baik, dan merasa nyaman. Karena pada akhirnya, ini adalah bagian dari pekerjaan,” ujarnya kepada BBC.

Namun, saat ini para pekerja pabrik memiliki kekhawatiran lainnya. Jika tak berhasil – dan bisnis ini tidak laku cepat- Moore mungkin akan mengambil langkah sulit, yaitu menutup toko dan meninggalkan para pekerja dalam kesulitan.

Namun, itu tak terjadi. Moore  meyakinkan BBC bahwa dirinya akan tetap bertahan di pabrik ini sampai dirinya benar-benar bangkrut. ”Butuh proses, saya akan menunggu sampai produk ini laris di pasar Pakistan,” katanya.

Reporter: Ananda Nuraini 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini