Daraa atau Boubou: Pakaian Serba Biru khas Gurun Sahara

Baca Juga

MATA INDONESIA MAURITANIA – Jangan bayangkan pakaian di gurun Sahara berwarna putih atau hitam. Justru beberapa pria di wilayah gersang ini menggunakan busana berwarna biru. Mirip pakaian bergaya tunik seperti kimono dari Jepang atau kaftan yang berasal dari Mesopotamia kuno. Nama busananya Daraa. 

Busana ini sampai sekarang menjadi pakaian sehari-hari pria di wilayah ini. Meskipun busana seperti jeans dan t-shirt juga menjadi pakaian sehari-hari. Pakaian serba biru tersebut adalah daraa atau boubou yaitu pakaian panjang longgar berwarna biru yang bentuknya mirip dengan tunik. Selain daraa atau boubou, laki-laki di sana juga menggunakan tagelmuts, yakni kain yang sorban. Dulunya ini adalah pakaian tradisional laki-laki nomaden di Sahara.

"<yoastmark

Dan alasan utama laki-laki di Sahara mengenakan pakaian tersebut adalah untuk melindungi dirinya dari terpaan badai pasir dan sengatan matahari. Dahid Jdeidou,  pemandu lokal asal Mauritania mengatakan bahwa bentuk daraa yang longgar ini terbuat longgar agar terasa sejuk dan mudah menyerap udara dan keringat sehingga mengurangi rasa pengap bagi si pemakai di tengah gurun yang terik.

Mengenai asal-usulnya, pakaian serba biru ini berasal dari kisaran abad ke-7 hingga ke-8 yakni di masa awal perdagangan trans-Sahara, antara Sub-Sahara dan Afrika Utara. Tren busana ini lahir berkat perdagangan. Arus perdagangan membawa banyak kelompok berbeda masuk ke Mauritania. Tren busana dari seluruh kelompok melebur dan menciptakan tren busana baru berbentuk tunik longgar dengan lengan lebar yang panjang.

Sorban selalu melilit di Daraa, pakaian khas di Gurun Sahara
Sorban selalu melilit di Daraa, pakaian khas di Gurun Sahara

Dulunya daraa terbuat dari sutra. Namun karena haram bagi orang Muslim, saat ini sudah banyak toko di Nouakchott yang menjual dari bahan wol, kain muslim, poliester, hingga wol. Di zaman modern ini malah dilengkapi dengan saku bagian dalam dan luar. Kemudian ada juga daraa yang memiliki hiasan sulaman emas dan putih.

Daraa memiliki pengaruh dalam sejarah berbusana. Versi pertama daraa berasal dari komunitas Haalpulaar yang berlokasi di wilayah Senegal Modern dan Mauritania. Saat itu daraa digunakan oleh berbagai status sosial, dengan warna yang berbeda tergantung dari status sosial seseorang.

Daraa dan tagelmust berwarna putih kapur biasanya adalah pakaian kelas atas. Alasannya karena mereka mampu membersihkan pakaian mereka setiap harinya. Lalu daraa dan tugelmust berwarna hitam untuk budak yang bekerja di lingkungan kotor. Budak menggunakan warna hitam karena memakai pakaian yang sama berulang kali dan tidak mampu membersihkannya setiap hari. Kemudian daraa dan tugelmust berwarna biru biasanya adalah pakaian orang-orang  yang tidak ingin memakai daraa berwarna hitam, namun juga tidak mampu untuk membeli daraa berwarna putih kapur.

Daraa berwarna biru identik dan mengekspresikan tradisi nomaden komunitas Tuareg. Mereka merupakan salah satu populasi nomaden terbesar di Sahara karena memiliki pengaruh dalam penyebaran Islam di Afrika.

Seiring dengan berjalannya waktu, teknik pewarnaan dari luar negeri mulai datang. Inilah yang membuat warna biru dari daraa ini memiliki berbagai tingkatan. Dari mulai warna muda hingga tua. Lalu munculnya kelas menengah di berbagai kota di Mauritania, namun tetap saja orang-orang banyak yang memilih berwarna biru muda. Warna ini terpilih karena serupa dengan daraa berwarna putih kapur, dan hal ini menunjukkan status sosial mereka.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pendekatan Holistik Penting Sebagai Strategi Pencegahan Narkoba Sejak Dini

Oleh : Andika Pratama )* Penyalahgunaan narkoba terus menjadi ancaman besar yang merusak masa depan generasi muda dan stabilitas sosial bangsa. Dalam upaya...
- Advertisement -

Baca berita yang ini