Anak-anak di India Lebih Mengenal Enid Blyton

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Nyaris Anak muda di India dari kecil hingga besar, tumbuh dengan karya-karya Enid Blyton.

Nah, buku apa yang dibaca mereka? Judulnya Lima Sekawan.

Mereka adalah Julian, Dick, Anne, Georgina, dan Timothy. Julian berusia paling tua dan selalu menjadi andalan. Dick, dengan kejenakaannya. Anne, adik yang manja dan cantik. Serta Georgina, gadis kecil tomboy yang tak kalah gesit dan senang dipanggil George. Dan Timothy alias Timmy, seekor anjing pemburu yang besar namun penurut. Mereka adalah Lima Sekawan. Kelompok detektif pemberani yang mencebur ke dalam petualangan.

Di India, novel dan buku karya pengarang perempuan Inggris Enid Blyton ini luar biasa populer. Padahal seri Lima Sekawan terbit di Inggris dalam rentang 1942-1963. Novel ini terdiri dari 21 buku. Satu buku untuk satu petualangan, mulai dari Di Pulau Harta hingga Sirkus Misterius.

Enid Blyton menjadi salah satu penulis buku anak-anak terlaris sepanjang masa. Hingga kini Lima Sekawan terjual sekitar setengah juta eksemplar per tahun. Angka penjualan sepanjang masanya lebih dari 500 juta eksemplar.

Sebagai penulis, karya-karyanya banyak digemari hingga sekarang. Enid Bylton harus bersaing dengan JK Rawling dengan Harry Potternya. Dia termasuk penulis best-seller sejak tahun 1930an. 600 juta kopi bukunya laris terjual dengan 800 buku yang diterjemahkan ke 90 bahasa lain.

Di India, popularitasnya melambung tinggi mulai dari era 80an, 90an hingga memasuki tahun 2000 an. Di negara ini malah ada perpustakaan khusus Enid Bylton. ”Mungkin ia penulis dengan karya yang paling banyak dibaca di India.” kata Abraham, guru bahasa Inggris di India. ”Selain gayanya yang bersih, lucu, dan penuh edukasi, ia populer karena banyak orang menghabiskan masa kecil mereka dengan bukunya. Lalu mereka berbagi pengalaman ini kepada anak mereka. Belum lagi ia salah satu guru bahasa Inggris yang baik—salah satu cara agar orang India bisa maju.”

Untuk penggemar seperti Roxanne Noronha, ia memburu buku-buku lama milik Blyton. Buku ini kemudian akan diberikan dan dijual kepada penggemar lainnya. Pekerjaan ini seru bagi Noronha dan ia suka berkenalan dengan penggemar Blyton yang lain melalui komunitas ini.

Penggemar Blyton lainnya Sandip Roy mengaku Enid Blyton lebih menjajah isi kepala anak muda India daripada koloni Inggris. Pendapat ini tidak salah karena orang India tumbuh dengan karya-karya Blyton. Jadi, konsep yang ada di buku bisa dengan mudah diserap para pembaca. Karyanya bisa dinikmati berbagai kalangan umur. Berbagai seri yang terbit punya ragam yang sesuai dengan target umur pembaca di India. ”Pencapaian terhebat Blyton sebagai penulis tidak di negara asalnya, Inggris. Tapi di India. Mantera Blyton berupa novel-novelnya bisa dengan mudah menyihir tempat jajahan negaranya,” kata Sandip Roy.

Jadul

Noronha menilai Blyton tak peduli kepada kritik dari orang yang berumur lebih dari 12 tahun. Tapi, beberapa isi buku Enid Blyton memang bermasalah.

Ada bagian yang memperlihatkan sisi xenophobia-nya. Hal ini sempat menjadi pemicu yang berujung kecaman terhadap penulis asal Inggris ini. .

Bahkan lembaga pencetak uang di Inggris Royal Mint pernah memberi saran untuk meletakkan foto Blyton di koin 50an untuk perayaannya kematiannya yang ke 50. Namun pihak keluarga menolaknya karena khawatir akan reaksi orang kepada pandangan kolot Blyton mengenai ras dan gender.

Problema buku-buku Blyton ada pada berbagai pesan yang ia tulis di ceritanya. Seorang pecinta novel Blyton, Purandare mengatakan sebagai orang dewasa, pembaca sebenarnya baru akan sadar tentang beberapa bagian yang terasa ‘aneh’.

Salah satunya adalah penggunaan istilah yang rasis dan merendahkan ras tertentu. Walau tidak etis, istilah rasis bahkan menjadi nama-nama karakter jahat. Tak hanya itu Blyton cenderung meremehkan perempuan. Sebagai seorang wanita ia lebih suka dengan karakter laki-laki yang bisa menjadi andalan dalam berbagai masalah.

Dan dalam kenyataanya Enid Blyton bukanlah seorang ibu rumah tangga yang ‘mengurus’ kebutuhan keluarganya. Ia kurang begitu peduli dengan keluarganya dan hanya fokus dengan menulis dan menerbitkan karya-karyanya.

Selain itu, kritik juga datang karena kurangnya variasi dalam karakter. Blyton selalu menggambarkan orang berkulit hitam atau cokelat sebagai karakter penjahat ataupun pembantu.

Dulu, isu tentang ras dan kesetaraan memang tidak terlalu menjadi bahan pembicaraan di India. Tapi, di masa sekarang rasanya para pembaca akan jauh lebih sadar akan isu tersebut.

Untuk memperbaiki berbagai kritik ini, sekarang ada banyak penulis yang ikut campur tangan dalam serinya. Seperti Sufiya Ahmed yang membuat seri Lima Sekawan jadi lebih beragam.

Tulisannya menggambarkan dunia yang lebih realistis tanpa menghilangkan citra orisinil ceritanya sendiri. Temanya lebih bervariasi dengan karakter yang punya latar belakang berbeda-beda. Bukan hanya orang kulit putih saja.

Sekarang Lima Sekawan jauh lebih kaya variasi. Karakternya ada yang dari Asia Selatan sampai Nigeria, dengan kultur dan budaya yang berbeda.

Begitupun dengan representasi gender di ceritanya. Tidak ada lagi stereotipe bahwa pekerjaan rumah hanya milik wanita—seperti dunia pada hari ini. Semuanya lebih setara.

Tapi, dengan popularitasnya, Blyton tak bisa memonopoli dunia perbukuan atau budaya di India. Mereka masih punya buku sendiri yang mengajarkan anak-anak tentang kultur negaranya.

Walau begitu, Enid Blyton akan tetap jadi figur nostalgia untuk banyak orang. Seperti cerita Purandare yang melihat anaknya sedang membaca buku Blyton bersama sang Nenek.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

A2RTU Gelar Expo Sistem Refrigerasi dan Tata Udara Pendukung Ketahanan Pangan dan Net Zero Emission

Mata Indonesia, Yogyakarta - Ketahanan pangan menjadi isu yang masif didengungkan oleh pemerintah. Terlebih, saat ini Indonesia bersiap menyongsong Indonesia Emas 2045. Di sisi lain, dalam Rencana Strategis (Renstra) Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang kini diubah menjadi Badan Pangan Nasional (Bapanas) Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) Tahun 2020-2024 menyebut bahwa pembangunan pangan di Indonesia masih menghadapi masalah. Utamanya, terkait dengan penyediaan (supply) pangan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini