MATA INDONESIA, – Hingga saat tulisan ini dibuat, tahun 2020 sudah berjalan lebih dari separuh waktunya dan kehidupan masih senantiasa memberikan kejutan yang tak kunjung selesai. Tentu saja di luar dugaan semua orang bahwa sudah 5 (lima) bulan proses kehidupan berjalan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Serangan Covid-19 yang tidak terduga telah membuat seluruh Negara di belahan dunia terbelalak akan hebatnya kekuatan virus yang diduga berasal dari sebuah pasar di Wuhan, China tersebut.
Perlahan terasa sudah 5 bulan Indonesia memasuki kondisi pandemik dan data juga menunjukkan sudah tersebar di seluruh provinsi, lepas dari masih atau tidaknya situasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilaksanakan. Di bulan ke-8 tahun 2020 ini, Indonesia akan genap berusia 75 tahun pasca kemerdekaan. Tradisi merayakan kemerdekaan selain dengan upacara bendera di tempat kerja pada umumnya juga sering diadakan lomba-lomba yang menjunjung sportivitas di lingkungan rumah. Sehingga membuat aktivitas sosialisasi dengan tetangga akan semakin dekat. Namun bagaimana kiranya dengan perayaan tahun ini?
Tentu saja antusias masyarakat dalam menghadapi hari kemerdekaan tahun ini perlu disesuaikan dengan situasi pandemik dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Kegiatan tujuh belasan yang selalu dirayakan di lingkungan rumah, saat ini nampaknya hanya dapat dilakukan dari dalam rumah masing-masing. Hal tersebut mengingat salah satu bentuk penularan Covid-19 yang tidak lagi hanya melalui droplet tapi juga dapat melalui udara (airbone). Sehingga akan sangat beresiko dan mudah saling menularkan apabila kita berinteraksi terlalu dekat dengan banyak orang.
Perayaan tujuh belasan tahun ini dapat menjadi ajang kreativitas bagi para pengurus kegiatan di lingkungan rumah, untuk mencari inovasi bagaimana kegiatan tujuh belasan yang biasanya terdiri dari lomba-lomba menjadi kegiatan lain yang mungkin akan jadi bersifat virtual. Solusi virtual memang menjadi pilihan alternatif untuk kegiatan-kegiatan yang menuntut adanya pertemuan tatap muka dengan banyak orang. Hal tersebut dapat menjadi salah satu solusi apabila kegiatan tujuh belasan tetap perlu dilakukan, hanya saja tidak menutup kemungkinan kegiatan dapat dialihkan atau mungkin ditiadakan untuk tahun ini. Setiap keluarga dapat melakukan inisiatif sendiri kegiatan apa yang akan mereka lakukan di rumah untuk mengisi makna hari kemerdekaan tersebut.
Di lingkungan saya sendiri nampaknya ketua RT juga sudah mengimbau warga untuk tidak mengadakan kegiatan di luar rumah pada tanggal 17 Agustus. Oleh sebab itu, saya berinisiatif untuk mengisi hari tersebut yang kebetulan tahun ini adalah long weekend dengan menargetkan beberapa hal yang menjadi pengganti kegiatan tujuh belasan tersebut.
Felisha, keponakan saya baru saja naik kelas 2 SMP. Hingga bulan Agustus ini, kegiatan sekolahnya bahkan saya sendiri harus bekerja dari rumah dengan sistem online. Dia menanyakan perihal tujuh belasan yang membuat saya harus berfikir lebih keras untuk meembuat dia tetap merasakan suasana kemerdekaan. Memasang bendera di depan pagar rumah juga sudah dilakukan. Saya terpikirkan ide untuk melakukan upacara kecil di rumah berhubung tahun ini Felisha nampaknya tidak ada kegiatan upacara di sekolahnya.
Bendera yang sudah terpasang di depan pagar dengan tiang bambu yang menempel di pagar kami gunakan sebagai tiang bendera yang seolah-olah kami kibarkan dan hormati sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Kami berdua latihan sehari sebelumnya. Latihan bagaimana melipat bendera supaya pas saat akan diikat dan dikibarkan. Proses latihan pengibaran bendera yang seharusnya membagi tugas untuk tiga orang, kami sesuaikan menjadi kami berdua saja. Tidak ada bagian menarik ke atas tiang, karena yang kami gunakan hanya sebatang bambu. Yang penting Felisha latihan bagaimana mengikat bendera secara sederhana saja. Bendera kami ikatkan langsung di bagian ujung tiang sehingga saat kami tegakan bambu tersebut bendera sudah gagah di atas. Kami mengajak Mba yang membantu di rumah beserta anaknya untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil melakukan gerakan hormat, sedangkan kami ikut menyanyikan namun sambil mengikatkan bendera pada tiang bambu. Anak si Mba baru masuk sekolah dasar semester ini, saat mengetahui kami ingin melakukan ‘upacara’ bendera sederhana dia semangat untuk ikutan. Berhubung dia belum pernah merasakan bagaimana upacara bendera di sekolah yang sebenarnya.
Demi menghargai momen upacara sederhana kami menggunakan pakaian rapih dan bersih dan tidak lupa masker, meskipun kami hanya di dalam halaman rumah. Saat pengikatan selesai namun lagu belum kunjung selesai maka si Mba dan anaknya turut bergerak jalan perlahan sambil hormat ke arah pagar dimana tiang bendera akan kami ikatkan.
Setelah selesai seharusnya kami melakukan penutupan dengan membaca doa seperti halnya upacara yang sesungghunya, namun semuanya sudah keburu ‘awkward’ jadi pusat perhatian orang-orang yang lewat saat menyanyikan lagu. Terlebih si anak kecil yang menyanyikan lagu dengan keras, saking semangatnya. Jadi upacara yang sebenarnya hanya prosesi pemasangan dan pengikatan bendera tersebut kami akhirinya hanya dengan senyum mesem-mesem, berharap keponakan dan si bocah bisa turut merasakan nasionalisme saat membawa dan mengikat bendera serta saat menyanyikan lagu kebangsaan. Saya sendiri sudah lama tidak melakukan hal-hal yang bersifat nasionalis, momen tujuh belasan merupakan hari dimana setiap warga Indonesia pasti merasakan hal yang sama dengan saya. Ada rasa hormat, ingin melindungi sang bendera, serta lega atau bersyukur karena hingga detik ini meskipun kondisi sedang pandemik dan menerapkan new normal yang tidak biasa ini, kita sebagai warga Negara, sebagai manusia masih diberi kesempatan nikmat hidup dan merdeka.
Penulis: Fika Afriyani