Perjuangan Siti Manggopoh dari Gemerlap Panggung Teater

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Tulisan ini berangkat dari refleksi atas pengalaman saya yang mencapai titik kulminasinya pada sebuah pementasan teater berjudul ‘Siti Manggopoh’. Ditampilkan pada bulan November tahun 2017, pertunjukan ini menceritakan kisah hidup sosok pahlawan kebanggaan Nagari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat yang bernama Siti Manggopoh.

Sebagai pemeran utama sekaligus penulis naskah, alasan saya mengangkat cerita tersebut ke dalam sebuah seni pertunjukan terbilang sederhana sekaligus kompleks. Sederhana sebab saya menyukai bentuk aksi perjuangan yang maskulin. Sedangkan kompleks karena keinginan saya menyuarakan pentingnya idealisme dalam setiap upaya perjuangan.

Terkesan klise. Namun hal inilah yang memicu saya untuk merancang gagasan segar untuk pertunjukan ini. Tentu saja saya didampingi dan didukung oleh beberapa kolega yang sepemikiran dan satu frekuensi.

Dipikir-pikir, mementaskan sebuah teater bertajuk sejarah yang akan ditonton khalayak ramai dengan beragam latar belakang, ada baiknya memilih tokoh yang dikenal secara luas. Pasalnya, menampilkan pementasan dengan tokoh utama yang sudah dikenal umum akan membuat penonton lebih santai dalam menikmati cerita tanpa harus menerka-nerka siapa sosok yang tengah diceritakan.

“Bagaimana kalau kita menampilkan sosok pahlawan dari daerah asal kita?”

Ternyata bukan hanya saya yang berpikir demikian. Dengan mengemukakan usul serupa, saya dan seorang teman menuangkan segala ide ke dalam selembar kertas. Ajaibnya, gagasan tersebut mengalir deras. Tak henti-hentinya kami menulis hingga menghabiskan beberapa lembar kertas. Ide berhasil ditulis. Selanjutnya, sekaligus bagian tersulit, adalah bagaimana menerjemahkan ide tersebut menjadi sebuah produk visual.

Pertunjukan diawali dengan lantunan lagu-lagu tradisional Minangkabau. Terlihat penari latar dan beberapa pemain teater yang mendukung suasana. Dikisahkan mereka adalah para gadis yang sibuk menampi beras dan para bujang yang sedang membajak sawah.

Siti Manggopoh ialah pejuang perempuan yang gagah berani, cerdas, dan berjiwa keibuan. Menyandingkan persona gagah dan keibuan menjadi momok tersendiri bagi kami yang tak ingin penonton salah kaprah. Olehnya, kami menampilkan cuplikan saat Siti menitipkan bayinya kepada kedua orang tuanya. Setelahnya, Siti dan Rasyid (suami Siti) bersiap menuju medan pertempuran.

Salah satu unsur yang tak boleh alpa dari sebuah pertunjukan adalah keindahan. Kostum yang apik tak serta-merta mendukung keseluruhan pertunjukan jika adegan yang ditampilakan tidak indah. Adegan Siti betemu Rasyid kami bawakan dengan penuh suka cita melalui tari payung berpasangan. Disambut adegan Rasyid yang memberi sekuntum mawar merah pada Siti, melambangkan ketulusan Rasyid yang hendak menikahi Siti dan memutuskan berjuang di jalan yang sama. Tak lupa adegan Siti berlatih silek (seni bela diri tradisional Minangkabau) dengan rekan seperjuangannya yang kami tunjukan melalui randai1.

Pertunjukan diakhiri dengan tari kreasi bertajuk kemenangan. Tarian ini merupakan simbol atas kemenangan Siti Manggopoh dan rekan seperjuangannya dalam mengusir pasukan Belanda. Rasanya masih segar dalam ingatan saya ketika berteriak, “Akulah singa betina dari Manggopoh” dengan lantang hingga menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Siti Manggopoh adalah salah satu pahlawan perempuan yang sudah lebih dahulu menyadari potensi kaum hawa dalam ranah pertempuran. Sekalipun harus angkat senjata. Meski bentuk perjuangannya tidak lagi relevan dengan zaman sekarang yang serba digital, akan tetapi nilai-nilai perjuangannya sarat akan intelektualitas. Setidaknya ada dua poin penting yang kita dapatkan melalui perjuangannya.

Pertama, perjuangannya berhasil memantik semangat perempuan untuk berani speak up. Perempuan memiliki derajat yang sama dengan laki-laki dalam hal bersuara dan berpendapat. Lebih lanjut lagi, sudah semestinya perempuan diberi ruang yang aman untuk mewadahi suara-suara tersebut. Kedua, Ia berhasil meruntuhkan dinding yang selama ini membatasi perempuan dan sosok pemimpin. Dengan kata lain, perempuan yang menjadi pemimpin bukanlah sebuah kemustahilan.

Melakoni Siti Manggopoh adalah pengalaman unik dan berharga bagi saya. Seorang tokoh yang sosoknya terukir dalam sebuah patung yang berdiri kokoh di Nagari Manggopoh -yang selalu saya lewati setiap pulang kampung, adalah seorang pahlawan yang senantiasa menginspirasi saya untuk menjadi perempuan garis depan. Biar kata milenial, melihat semangat dan kreativitas tim teater Siti Manggopoh waktu itu berhasil membuat saya optimistis. Tidak masalah genre apa yang kami pilih untuk menyuarakan perjuangan, yang terpenting adalah bagaimana membawakan narasinya dengan baik tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur di dalamnya. Setidaknya dengan cara inilah saya dan rekan-rekan memperkenalkan sosok pahlawan yang jarang terdengar dalam corong arus utama.

Penulis: Andini Khairat Besral

Ig: @andinikb 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini