Penjelasan Komnas HAM Terang Benderang Soal Senjata FPI

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Jumat kemarin 8 Januari 2021,  Komnas HAM sudah menyampaikan paparan hasil penyelidikan mengenai kasus kematian laskar FPI yang terjadi pada 7 Desember. Hasilnya melegakan sekaligus mengherankan.

Dikatakan melegakan karena hasil penyelidikan Komnas HAM ini menunjukkan pihak kepolisian telah memberikan informasi jujur selama ini.

Dan ini membantah berbagai kesimpangsiuran informasi yang diakibatkan hoax, disinformasi maupun pemberitaan tendensius yang di sebarkan baik melalui media massa dan media sosial yang menyudutkan polisi.

Dikatakan mengherankan karena kesimpulan akhir Komnas HAM bahwa tewasnya 4 anggota FPI merupakan kategori pelanggaran HAM, dan mengindikasikan adanya unlawful killing, nampaknya perlu dijelaskan lebih jauh agar tidak tdiak terjadi kesalahpahaman.

Kita mulai dengan yang melegakan.

Setidaknya ada 5 hal penting dari penjelasan Komnas HAM yang bisa membantah beragam hoax dan disinformasi..

Pertama, Komnas menemukan bahwa pihak FPI memang melakukan penembakan. Ini berarti FPI bohong ketika mengatakan mereka tidak membawa senjata.

Kedua, Komnas menemukan bahwa para petugas kepolisian yang membuntuti rombongan Rizieq di Tol Jakarta-Cikampek memang ditugaskan untuk memantau dan mengintai.

Ini artinya mereka tidak ditugaskan untuk menyerang rombongan Rizieq.

Sekadar untuk menjernihkan ingatan, di malam penuh darah itu, ada sembilan mobil kubu Rizieq meninggalkan lokasi di Sentul menuju Cikampek melalui jalan tol. Rombongan ini yang dikuntit sejumlah mbil polisi yang memang bertugas untuk mengawasi terus Rizieq.

Ketiga, Komnas menemukan bentrok antara polisi dan laskar terjadi karena adanya upaya sengaja mobil laskar Rizieq untuk memepet, membenturkan dan menghambat laju mobil polisi.

Ini kembali membantah penjelasan FPI bahwa mereka diserang polisi. Rizieq bahkan mengatakan bahwa mereka digiring ke ladang pembantaian.

Komnas bahkan menekankan, mobil-mobil laskar FPI tersebut sebenarnya dapat menghindari terjadi bentrok, karena mobil-mobil polisi sudah jauh tertinggal ketika masuk ke Kerawang.

Tapi yang terjadi, mobil FPI dengan sengaja menunggu di wilayah Hotel Swiss-Bell Karawang, sampai mobil polisi datang.

Mobil FPI kemudian memepet dan membentur mobil polisi.

Akibat serangan itu, polisi kemudian mengejar mobil FPI, yang diikuti dengan saling serang dan tembak yang mengakibatkan tewasnya dua anggota laskar FPI.

Keempat, Komnas HAM menemukan bahwa di tubuh para laskar FPI yang tewas, tidak ditemukan adanya bukti penyiksaan.

Yang ditemukan hanyalah 18 bukti luka tembak di tubuh 6 anggota laskar.

Ini membantah informasi yang disebarkan tim wartawan sebuah media yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan yang mereka lakukan terhadap tubuh laskar ditemukan adanya luka lain di luar luka tembak, bekas jahitan dan luka bakar, yang mengesankan adanya bekas penyiksaan di luar bukti penembakan.

Kelima, Komnas HAM menemukan bahwa tidak ada mobil-mobil polisi yang sejak Isya diparkir di rest area KM 50 menjelang insiden tewasnya laskar FPI.

Ini penting mengingat media memang membangun kesan bahwa polisi sudah berencana untuk menyerang rombongan FPI, dengan bukti bahwa polisi sudah menyiapkan mobil-mobil di rest area KM 50.

Komnas menemukan bahwa konsentrasi petugas bersenjata lengkap yang terdapat di rest area KM 50 adalah tim yang yang akan mengiringi rombongan pembawa vaksin Covid 19 dari Bandara Soeharto Hatta menuju Bio Farma Bandung.

Itulah fakta penting yang disajikan Komnas HAM.

Rangkaian temuan tersebut menunjukkan bahwa kepolisian sudah bicara apa adanya tentang peristwa tersebut.

Tapi, seperti saya katakan, Komnas HAM polisi juga mengeluarkan kesimpulan yang bisa menimbulkan salah persepsi.

Ini terkait dengan kematian 4 anggota FPI di dalam mobil polisi yang terjadi setelah laskar FPI tersebut diringkus di reast area KM 50.

Polisi menjelaskan bahwa penambakan yang menewaskan 4 anggota FPI itu dilakukan petugas kepolisian dalam rangka membela diri.

Jadi setelah mobil FPI tersebut berhasil dilumpuhkan di Rest Area KM50, ditemukan bahwa sudah ada dua anggota FPI yang tewas saat terjadi saling tembak di sepanjang pengejaran.

Empat anggota FPI yang tersisa kemudian dimasukkan ke dalam mobil Avanza milik polisi.

Tiga anggota FPI duduk di baris terakhir, satu orang duduk di baris kedua bersama seorang anggota polisi yang memegang pistol.

Dua polisi duduk di baris pertama.

Para anggota FPI tidak diborgol karena tim polisi tersebut memang tidak dilengkapi dengan peralatan penahanan mengingat tim polisi tersebut sebenarnya bertugas untuk mengintai.

Di tengah perjalanan menuju kantor polisi, para anggota FPI berusaha mencekik anggota polisi dan merebut pistol polisi.

Tanpa pikir panjang, dua anggota polisi menembak keempat anggota FPI tersebut dari jarak dekat untuk mempertahankan diri.

Tembakan itulah yang menewaskan empat anggota laskar yang tersisa.

Penembakan yang menewaskan empat anggota laskar FPI itu disebut Komnas HAM sebagai tindakan yang merupakan kategori dari pelanggaran HAM.

Komnas menyatakan bahwa penembakan empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawful killing.

Menurut saya, kesimpulan KOMNAS ini perlu penjelasan lebih lanjut.

Pertama apa yang disebut sebagai kategori dari pelanggaran HAM?

Komnas sendiri nampaknya ragu dengan istilah yang mereka gunakan.

Kedua, apakah polisi yang sedang berusaha membela diri tidak diizinkan untuk menembak orang yang membahayakan nyawa mereka?

Apalagi itu berlangsung dalam sebuah mobil sempit.

Apakah itu layak disebut ‘unlawful’.

Apakah yang dimaksud Komnas bahwa polisi seharusnya melakukan ‘upaya lain untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa’?

Memang kalau kita baca kepustakaan istilah hukum, yang disebut sebagai unlawful killing adalah pembunuhan yang perlu dibuktikan oleh pengadilan bahwa pembunuhan tersebut memang melanggar hukum pidana dan tak dapat dibenarkan secara hukum.

Sebagai contoh, kalau dalam sebuah kerusuhan seorang aparat keamanan sampai memukul seorang penjarah sampai tewas, itu bisa masuk dalam kontroversi ‘unlawful killing’.

Menurut saya, Komnas HAM harus menjelaskan sikap mereka tentang tewasnya 4 anggota FPI tersebut di tangan polisi yang menyatakan sedang membela diri.

Komnas HAM memang menyatakan bahwa mereka merekomendasikan agar kasus ini diajukan ke pengadilan pidana.

Namun adalah penting bahwa Komnas HAM bersikap tegas: apakah menurut mereka MEMANG ada pelanggaran HAM, dan kalau ada bagian mana dari tindakan polisi yang melanggar HAM dan merupakan ‘unlawful killing’.

Bagaimanapun, kita semua perlu bersyukur bahwa penyelidikan Komnas HAM ini menunjukkan bahwa kita bisa percaya sepenuhnya pada polisi Indonesia.

Mereka jujur dan bersikap tegas dalam melindungi kepentingan rakyat.

Yuk bantu terus POLRI.

Penulis: Ade Armando 

Dosen Universitas Indonesia, Penulis, Praktisi Media 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini