Menelisik Kasus Pembunuhan Astrid dan Lael

Baca Juga

MATA INDONESIA – ????? ????? ?????????, ????? ??? ??? ??? ????? ???? ?????????? ?? ??? ????? ???? ????????? ??????? ????? ?????????. (????? ??????? ??????)

Pembunuhan ibu dan anak di Penkase adalah kejahatan kemanusiaan yang menampar kewarasan masyarakat Nusa Tenggara Timur. Sejak penetapan tersangka tanpa kerja keras kepolisian karena yang bersangkutan mengakui kejahatannya di hadapan hukum, saat itu pula masyarakat NTT digugat kesanggupannya dalam berpikir karena cenderung menaruh harap pada aparat penegak hukum yang dalam pelaksanaan amanahnya cenderung gagu dalam menentukan kepastian hukum bagi pelaku.

Muatan kepentingan telah dimulai ketika tanpa usaha yang diduga pelaku menyerahkan diri dan kepolisian seolah mengistimewakannya hingga mempertemukannya dengan Kapolda. Aparat kepolisian pun cenderung gagap dalam menentukan pasal yang tetap pada kejahatan yang disangkakan pada pelaku. Tidak bisa dipungkiri, tekanan publik membuat penetapan pasal pada pelaku mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

???????????? ??????

Kasus ini memicu rasionalitas masyarakat Nusa Tenggara yang muncul dalam sekian dalil di media sosial dan aksi masa beruntun mempertanyakan kepastian hukum pelaku dan keadilan pada korban. Meski, rasionalitas ini mesti dicurigai sebagai partisipan karena muncul dalam hal-hal artifisial seperti menyingkap privasi individu yang terkait dengan kasus ini yang seharusnya tidak muncul dalam diskursus. Tetapi, ada satu hal penting yang muncul adalah konstruksi kesadaran publik yang menyeruak karena kinerja aparatur penegak hukum yang timpang.

Pada sisi lain, masyarakat cencerung tanggap dalam persoalan yang hanya menyangkut kepentingan perseorangan tetapi bila mencuat kasus struktural-komunal oleh negara dan aktornya seperti perdagangan orang, korupsi dan perampasan lahan yang terjadi di Besipae, Rendu, Wae Sano, Lingko Liok, atau banalitas rezim Victory-Joss, ternyata tidak menjadi perhatian luas. Hal ini berarti masyarakat kita lebih tanggap pada persoalan dosa sosial daripada dosa komunal yang menyengsarakan lebih banyak orang.

Coba bandingkan berapa banyak yang mengkritisi pemerintah karena merampas lahan atau korupsi dibanding yang mencela Randy atau Ira karena konspirasi yang mereka buat. Mengkritisi inkompetensi pemerintah terlanjur dianggap sebagai tabu; misalnya bagaimana reaksi orang NTT ketika masyarakat Timor Tengah Selatan dikatai ‘??????’ dan ‘??????’ di Sumba. Umumnya cenderung diam. Bahkan yang mengaku progresif pun masih lebih banyak bungkam karena mengamankan posisi. Bagaimana kita bisa mengharap pada simultanisasi pergerakan karena kepedulian?

Pembunuhan Astrid dan Lael mencuat ke publik karena mencederai harkat dan martabat manusia NTT atas pembunuhan ibu dan anak yang tidak manusiawi. Pembodohan publik’ melalui proses penegakan hukum yang penuh drama. Miskomunikasi di dalam tubuh kepolisian daerah Nusa Tenggara Timur untuk menjelaskan alur kasus kepada publik. Begitu pula, dengan waktu penanganan kasus yang berlarut-larut hingga pergantian personel dalam tubuh kepolisian yang bersangkutan dengan kasus ini.

Persoalan ini memberi pelajaran penting bagi masyarakat Nusa Tenggara bahwa kita cepat tanggap pada kejahatan personal tetapi dalam kejahatan strukural_komunal kita cenderung bungkam pada kesewenang-wenangan. Pada satu sisi, rasionalitas publik dibuktikan dengan mengkritisi kejanggalan yang mencuat ke publik tanpa perlu analisis hukum lebih mendalam, seperti: kejanggalan dalam mengeksekusi korban, bukti percakapan antara individu yang terkait dengan pelaku yang tidak menjadi pertimbangan hukum sampai proses hukum yang berlarut. Tarik ulur berkas pemeriksaan antara jaksa dan kepolisian sampai 4 kali.

Kinerja Kepolisian

Kacamata awam yang tidak mengerti proses penetapan tersangka, alur logika kasus dan legislasi yang mengaturnya, dengan mudah dikritisi masyarakat awam karena kinerja kepolisian yang tidak profesional. Mengukirbalikan logika manusia bahwa pembunuhan atas dua nyawa tidak mungkin dilakukan oleh seorang individu yang dalam kesehariannya terlihat polos dan lugu. Tidak mungkin menyakiti orang yang dikasihinya meski tidak ada ikatan sah.

Bagaimana mungkin petunjuk bahwa eksekutor atas ibu dan anak dilakukan oleh orang yang mencintai kekasih lamanya sembari mempertahankan rumah tangganya tidak mampu dinalari oleh polisi di NTT yang sudah menangani sekian kasus kriminal.
Apa para polisi sebagai penyidik tidak melihat fakta psikologis dalam kasus ini? Kecenderungan untuk melihat suatu kasus secara legal positivistik telah menjadi kecendrungan umum para penegak hukum. Melihat secara komprehensif faktum personal yang multidimensional dalam sebuah kasus adalah kemustahilan. Maka tidak heran, sejak penetapan tersangka bukan karena kinerja kepolisian dalam menyingkap misteri kasuistik tetapi karena pengakuan tersangka pasal yang diterapkan dan perlakuan pada pelaku berubah-ubah. Sampai kapan kepolisian daerah Nusa Tenggara Timur mengolok-olok kesadaran masyarakat bahwa ada konspirasi dan ketimpangan dalam kasus ini.

Kalau masyarakat awam sudah mempertanyakan kinerja kalian para polisi yang makan dari uang rakyat dalam menyikapi kasus, semestinya kalian bertanya pada diri sendiri apa proses yang dilewatkan atau diabaikan dalam penyingkapan kasus ini? Mestinya kalian bertanya sudah sejauh mana kinerja kalian dalam menyingkap kasus yang berlarut seperti kasus pembunuhan Paulus Usnaat, Bripda Obaja, perdagangan Orang yang dituduhkan kepada Sam Kawengian, korupsi Pemda yang tak pernah sampai meja hijau? Jangan memperburuk citra polisi yang hanya berani kepada yang tidak mengenakan helm saat operasi ketertiban lalu lintas.

Tuntutan publik sederhana. Aparat penegak hukum dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan marwah yang telah diembannya dalam peraturan perundang-udangan. Amanah yang diemban dan profesionalitas dalam menjalakan tugas dapat tercermin ke publik ketika keadilan dapat ditegakkan dan kejahatan dapat dihukum.

Pada akhirnya, dalam masa penjajahan Belanda pemberontakan kepada represifitas dan koersifitas kolonial bertumbuh subur lebih dari pada 1000-an pemberontakan di tanah air. Mengapa di saat kemerdekaan dengan segala kemewahan kebebasan berpendapat kita masih bungkam terhadap kesewenang-wenangan dan pembodohan public. Itu membuktikan bahwa rezim yang terus berganti tidak memajukan rasionalitas publik dalam mengkritisi kebijakannya dan menyatakan keberpihakannya kepada ketidakadilan.

Sekarang, tersangka tinggal menunggu waktu persidangan. Publik akan menyimak sejauh mana rasa keadilan dapat menjelma dalam proses hukum dan vonis hakim. Pengabaian terhadap tuntutan publik dan privilese terhadap pelaku hendaknya berhenti dalam taraf penyelidikan di kepolisian. Bila masih terus berlanjut, tentu gelombang protes atas ketidakpuasan akan kian membesar.

Penulis : Ardy Milik

(Anggota Aliansi Peduli Kemanusiaan)

1 KOMENTAR

  1. Kalimatnya bikin pening. Terlalu banyak istilah asing– yang sebenarnya tak perlu, membuat makna tulisan menjadi “kabur”. Belum lagi kalimat majemuk yang bertebaran dari awal sampai akhir, melengkapi keruwetan artikel ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini