Finalisasi RKUHP Libatkan Partisipasi Masyarakat

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Meski sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan keberadaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Presiden RI Joko Widodo ingin agar finalisasi RKUHP melibatkan partisipasi seluruh masyarakat.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pihaknya diminta untuk mendiskusikannya lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberikan pengertian dan justru meminta pendapat serta usul-usul dari masyarakat. Presiden juga ingin agar publik benar-benar memahami masalah dari RKUHP itu.

Atas hal tersebut, diskusi yang lebih masif dengan publik akan dilakukan. Intinya Jokowi telah memberikan perintah untuk memastikan bahwa masyarakat sudah paham terhadap masalah-masalah yang masih diperdebatkan itu.

Mahfud juga menjelaskan mengenai hukum sebagai cermin kesadaran hidup masyarakat. Menurutnya, hukum yang akan diberlakukan harus mendapatkan pemahaman serta persetujuan dari masyarakat. Karena hal itu merupakan hakikat dalam konteks pemberlakuan hukum.

Selanjutnya 14 poin yang saat ini masih menjadi masalah dalam pembahasan RKUHP akan dibahas dalam diskusi-diskusi yang lebih terbuka. Terdapat dua jalur pembahasan yang akan dilakukan. Pertama akan terus dibahas di DPR untuk menyelesaikan 14 masalah ini, kemudian jalur yang kedua adalah terus melakukan sosialisasi dan diskusi ke simpul-simpul masyarakat yang terkait dengan masalah-masalah yang masih didiskusikan. Apalagi RKUHP ini memuat hukum materiil, sehingga secara otomatis di dalamnya banyak asas dan banyak teori yang akan dibuat. Selain itu, RKUHP juga termasuk rancangan kitab UU yang akan terdiri dari sekian pasal, sehingga di dalam pembahasannya harus melibatkan masyarakat, khususnya para pakar.

Perlu diketahui bahwa pada 2021, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sudah melakukan sosialisasi mengenai RKUHP di 12 kota besar. Pada kegiatan tersebut, juga diundang perwakilan dari berbagai elemen masyarkat untuk berdiskusi dan membahas 14 isu yang krusial.

Masyarakat saja tidak perlu khawatir karena dalam prosesnya ada lebih dari 6.500 daftar inventaris masalah yang melibatkan masyarakat dalam perumusannya. Ini menunjukkan bahwa pemerintah juga melibatkan masyarkat dalam setiap kebijakan yang diambil.

Pada 2022 ini, RKUHP masuk ke tahap penyempurnaan. Tahapan ini terdiri dari 7 hal mulai dari pembahasan 14 isu krusial, ancaman pidana, sinkronisasi penjelasan batang tubuh dengan penjelasan, harmonisasi dengan undang-undang di luar KUHP, hingga penyempurnaan masalah teknis penulisan.

Mahfud juga mengatakan bahwa RKUHP saat ini relatif siap diundangkan. Dia juga menambahkan salah satu hukum peninggalan zaman kolonial Belanda yang harus diganti adalah Kitab Undang-undang hukum Pidana atau KUHP. Setelah tidak kurang dari 59 tahun, tepatnya sejak 1963, RKUHP telah didiskusikan. Sosialisasi dan dialog telah dilakukan secara masif di parlemen, kantor-kantor pemerintah, kampus dan masyarakat luas selama 59 tahun perjalanan RKUHP ini.

Mahfud menyebutkan, RKUHP menganut dua jalur pengenaan sanksi, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan. Selain itu RKUHP juga memberikan tempat penting atas konsep restorative justice. RKUHP juga mengatur soal hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui serta menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat. Tentunya dengan tetap mendasarkan pada 3 prinsip dasar negara yakni Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Mahfud juga berharap KUHP yang berlaku sejak zaman Kolonial Belanda dapat segera diganti dengan RKUHP yang saat ini sedang disosialisasikan oleh pemerintah. RUU KUHP akan kembali dibahas komisi III DPR bersama dengan pemerintah, khsusus pada 14 isu krusial karena RUU ini merupakan RUU operan (Carryover) DPR periode 2014-2019.

Artinya dengan metode tersebut, RUU tersebut tidak akan dibahas secara keseluruhan dari awal, tetapi langsung di-take over persoalan-persoalan yang mengganjal yang menjadi 14 isu krusial yang akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan yang nanti akan dilakukan DPR dengan pemerintah.

Untuk itu, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menaruh perhatian besar terhadap masalah ini, pemerintah akan mengagendakan penyelenggaraan diskusi-diskusi untuk menyerap usul dari masyarakat. Nantinya diskusi tersebut akan diselenggarakan serta difasilitasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sementara untuk materinya akan disiapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Sementara itu, beberapa orang telah menganggap bahwa RKUHP bertujuan untuk menghidupkan kembali kolonialisasi, tapi nyatanya tidak ada kajian khusus yang benar-benar spesifik mengurai apa saja yang disebut sebagai warisan nilai-budaya kebarat-barata, khususnya dalam hukum di Indonesia.

Di sisi lain, apa yang disebut sebagai nilai-budaya kebarat-baratan itu sendiri juga memang tidak jelas, tidak ada indikator yang jelas pula dengan apa yang disebut sebagai kebarat-baratan dan mengapa hal yag berbau kebarat-baratan tersebut dianggap lebih buruk dan hina dengan yang berbau keindonesiaan.

Oleh karena itu partisipasi berbagai elemen mutlak diperlukan agar masyarakat benar-benar memahami tentang substansi dari RKUHP yang akan segera dirampungkan pada tahun 2022.

Penulis: Pandu Wibowo

Kontributor Lingkar Pers

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Hoaks OPM, TNI : Rumah Bupati Puncak yang Dibakar Bukan PosMiliter

Oleh: Loa Murib Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama merekadalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upayamembenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik BupatiPuncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militeryang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer danterbukti tidak memiliki dasar fakta. TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri CandraKurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikansebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengajauntuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakanstrategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan. Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasanbersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Merekamenciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan olehkelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusakkepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan. Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksiOPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer PemerintahKabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkanbahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alattawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru. Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepatbegitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, sertamengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwanegara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapisegala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwaseluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuaihukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkanmerusak keutuhan dan kedamaian di Papua. Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasiberulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkanketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengankenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan. Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidakterprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindunganterhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dariwarga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen pentingdalam menjaga keamanan. Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatankeamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telahdigulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan danpemberdayaan. Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telahditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata danpropaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas. Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasiantara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolakaksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh burukdari kelompok separatis. Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-matatanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalammenjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkusdengan dalih perjuangan. Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harusterus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaandan kehadiran negara yang nyata,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini