Berani Sabar di Masa Sukar demi Indonesia Bangkit

Baca Juga

MATA INDONESIA, – “Kesabaran bukan hanya kemampuan untuk menunggu-itu adalah bagaimana kita berperilaku saat kita menunggu” ( Pauline Joyce Meyer, pengarang dan presiden Joyce Meyer Ministries, Amerika Serikat )

Menunggu akan menjadi ritual yang membosankan jika salah memaknai, tetapi menunggu menjadi energi positif jika disikapi dengan kesabaran tanpa batas. Pandemi covid-19 adalah sebuah kesukaran  yang datangnya secara tiba-tiba sehingga memaksa semua orang memiliki daya tahan prima, baik secara fisik maupun mental.

Dampaknya sangat luas dan terasa dalam berbagai bidang kehidupan termasuk di dalamnya  pendidikan. Pemerintah pun menyikapinya dengan kebijakan PJJ (Pembelajaran Jarak jauh) walaupun dikhawatirkan berdampak negatif terhadap perkembangan jiwa dan sosial peserta didik. Untuk itu dibutuhkan kesabaran tanpa batas dalam menerima dan menjalani sistem pembelajaran selama pandemi covid-19 belum teratasi.

Berbicara kesabaran tanpa batas, mari belajar tentang filosofi petani. Baginya, kesabaran adalah kekuatan dalam menghadapi segala keadaan, harapan di tengah menunggu dalam ketidakpastian. Bagaimana tidak, menuai hasil panen adalah sebuah perjalanan sangat panjang dan melelahkan. Ia harus rajin menanam, sabar menunggu datangnya hujan, tekun memberi pengairan dan pupuk agar bertumbuh dengan subur dan bertahan dari serangan hama.

Panas terik dan peluh keringat menjadi penyemangat hingga panen yang dinantikan itu pun tiba. Semua memerlukan proses, pengorbanan dan kerja keras, kerja cerdas, serta kerja tuntas. Itulah kesabaran seorang petani. Lalu bagaimana dengan kesabaran seorang pendidik di tengah situasi sukar akibat pandemi yang memaksa pendidik dan siswa terdidik melakukan semua aktivitas pembelajaran secara virtual? Dunia Pendidikan seolah “terpenjara” dalam dunia maya/virtual akibat situasi pandemi covid-19. Orang tua, peserta didik, dan guru menjadi “korban” yang tak terelakkan. Haruskah menyerah kalah? atau berani berubah untuk bisa mengubah kesukaran  menjadi kesempatan?

Saya teringat sebuah nasihat orang bijak, “Jangan menjadi guru kalau hanya sekedar berilmu, tetapi jadilah guru yang mau berubah dan berdampak bagi orang di sekitarmu”. Perubahan itu berproses seperti ulat yang berproses hingga menjadi kupu-kupu yang cantik. Ada hal yang harus dikorbankan, apakah zona nyaman, status, bahkan kesenangan. Perubahan itu harus terbaca dan dirasakan. Itulah makna kehadiran seorang guru. Dia akan mengubah dirinya sendiri sebelum mengubah orang lain. Tidaklah mudah menjalaninya, tapi bukan berarti mustahil untuk dikerjakan.

Saya sebagai guru yang terlahir dari generasi “baby boomers” tidaklah mudah menghadapi situasi sulit ini. Perubahan menjadi sesuatu yang menakutkan. Hanya orang yang mau dan mampu berubahlah yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Pengalaman saya yang berpuluh-puluh tahun sebagai pendidik ternyata tidaklah cukup, dibutuhkan ketangguhan dan kesabaran untuk bertahan.

Ini situasi yang sangat sukar. Diam tertelan atau bertahan sambil menunggu keajaiban. Saya memilih bertahan untuk menunggu sambil menciptakan sebuah keajaiban. Bertahan bukan berarti diam, bertahan berarti bergerak aktif mengidentifikasi persoalan yang datang dan menemukan solusi sebagai langkah antisipasi. Kesabaran untuk berani berubah dan mengubah menjadi kekuatan untuk bertahan sekaligus keluar dari situasi sukar. Kata-kata ini menjadi energi yang membangkitkan sebuah harapan bagi saya sebagi guru dari masa lalu yang mendidik untuk masa kini dan masa akan datang. Harapan untuk maju, menjadi lebih baik, dan bermanfaat bagi orang lain demi Indonesia bangkit

Kesabaran harus dibangun dari suatu pemahaman bahwa untuk bisa menolong peserta didik maka terlebih dahulu harus bisa menolong diri sendiri. Kesadaran menjadi manusia pembelajar sangat penting dilakukan dengan banyak bertanya kepada guru-guru muda atau belajar dari tutorial yang disediakan oleh youtube. Saya menjalaninya dengan sabar.

Saya harus berproses sebelum memroses orang lain. Tiada hari tanpa bertanya, tiada hari tanpa belajar, karena belajar itu halal dan dapat dilakukan sepanjang hayat, di semua tempat dan kesempatan. Melek teknologi menjadi keharusan. Ketrampilan menjadi senjata menghadapi lawan. Dunia virtual menjadi sahabat yang memajukan. Ini semua perlu kesabaran. Beruntungnya saya diberikan kesabaran yang lebih oleh Tuhan. Situasi boleh sukar tapi selalu ada jalan keluar.

Waktu menjadi saksi, ketika pengetahuan dan keterampilan terkuasai dengan baik, tentu sangatlah mudah untuk mengubah perilaku pembelajaran dengan menghadirkan sebuah pembelajaran yang berbasis media elektronik yang dikenal dengan istilah PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Laptop atau handphone menjadi “dewa” penolong yang memerdekakan dari situasi keterbatasan komunikasi dan relasi.

Pada awalnya saya dan peserta didik merasa proses pembelajaran secara vitual menjadi beban, selain butuh ketrampilan yang memadai  terkadang membosankan. Kehadirannya kurang diminati karena terkesan merepotkan dan melelahkan.

Paradigma ini harus diubah dengan sebuah kemampuan berkreasi yang bernuansa seni. Secara kontinu saya melakukan edukasi kepada para peserta didik tentang pentingnya bersahabat dengan situasi pandemi dengan pendekatan teknologi. Sekalipun saya sadar bahwa setiap pendelegasian tugas, pengerjaan hingga penilaian akan menjadi tantangan yang tidak mudah untuk dihadapi.

Kebersamaan menjadi garda terdepan dalam menyikapi perubahan. Seiring dengan waktu, saya tidak terlalu banyak mengalami kesulitan, ketika mengedepankan prinsip komunikasi efektif dua arah. Komunikasi dibangun dengan prinsip saling belajar dan berbagi, bukan indoktrinasi yang membebani.

Banyak kisah dan cerita menarik dalam proses pembelajaran selama pandemi . Sebagai guru, saya sadar bahwa ini kesulitan bersama, maka harus dihadapi bersama-sama juga baik itu guru maupun siswa, bahkan terkadang melibatkan orang tua. Lalu apa yang bisa saya lakukan, siswa lakukan? Menata diri, berkompromi dengan situasi lalu melangkah sekecil apapun.

Bukankah melangkah itu harapan suatu pencerahan ? Sebagai guru saya harus membangun harapan di tengah kesulitan pembelajaran. Ketakutan kehilangan masa depan peserta didik harus dijawab dengan keterampilan. Merdeka mengajar dan belajar menjadi “roh” yang menggerakkan kreativitas. Saatnya untuk tidak takut mencoba, tidak takut untuk merdeka dan terus berkarya. Inilah makna berani sabar dalam situasi sukar.

Menjadi guru itu pasti, menjadi aktor, itu baru seru. Walaupun selama ini saya adalah salah satu aktor di depan kelas bagi anak didik saya. Tetapi menjadi aktor di youtube, bermimpi pun tidak terpikirkan. Transformasi menjadi kunci perubahan diri sebagai langkah antipasi situasi yang serba sukar di masa pandemi. Pengalaman pertama saya menjadi aktor youtube sangat menegangkan karena tanpa pengalaman, hanya modal kemauan dan tekad yang membaja.

Seiring dengan waktu dan tuntutan pembelajaran ” asyncronus” maka menjadi aktor dadakan adalah keharusan yang menyenangkan. Kesulitan jaman memanggil menjadi bermain peran dalam setiap pembelajaran. Seperti halnya menyajikan sebuah masakan lezat dengan daya tariknya, maka materi yang tekstual harus diracik, ditambahkan dengan berbagai bumbu dan aroma menarik sehingga pembelajaran menjadi kontekstual dan aktual. Sebagai guru diperlukan kemampuan menjadi “koki” yang handal. Materi harus tersaji apik dan menarik, syukur-syukur bisa menggelitik.

Sebagai guru pembelajar, saya mencoba menghadirkan sebuah kreativitas dalam pembelajaran “daring”. Kemauan dan kemampuan bertemu menjelma menjadi keberanian. Saya mulai berani membuat konten-konten materi pembelajaran berbasis teknologi. Youtube menjadi arena kreasi dan saji pendalaman materi. Sebagai contoh, ketika menyampaikan materi “Nasionalisme Indonesia” saya membuat konten di youtube dengan cara menulis dan membacakan sebuah karya puisi.

Saya memberi ruang dialog antara hati peserta didik dengan negaranya melalui tulisan dan membaca puisi. Menjadi pendongeng ketika menyajikan materi pentingnya belajar sejarah. Saya mendorong mereka menjadi penutur sejarah kehidupan manusia. Menjadi orator yang meledak-ledak ketika menyajikan materi pentingnya bela negara bagi siswa. Saya menginspirasi peserta didik mengkritisi bangsa dengan bijak dan mencari solusi demi kebaikan negerinya.

Menjadi sosok tokoh presiden Soekarno ketika membaca teks proklamasi dan memaknai dalam kehidupan sehari-hari. Saya memberikan ruang bermain peran menirukan suara Bung Karno dengan segala atributnya sehingga nuansa kemerdekaan yang heroik itupun dirasakan. Menjadi presenter pembaca berita nasional ketika menjelaskan suatu materi yang agak sulit dipahami, atau bahkan membuat podcast ketika menyajikan materi cerita kemerdekaan di kalangan anak muda, dan lain-lainnya. Bahkan sangat berkesan ketika bersama siswa dan guru memaknai kemerdekaan Indonesia tahun 2021 Agustus dengan menjadi pembicara secara virtual.

Menghidupkan sebuah materi pembelajaran melalui tayangan audio visual singkat menjadi kekuatan menerobos “kebosanan” dan rutinitas yang mudah terbaca. Seperti sebuah “orchestra music”, ketika guru berani berkreasi dan menghidupi setiap materi maka tidaklah sulit untuk mengajak peserta didik untuk di”drive” membuat suatu produk hasil belajar karya sendiri dalam berbagai bentuk seperti membuat podcast, menjadi youtuber, orator/pidato, pendongeng, penyair, presentasi bergambar atau berliterasi tulis dengan membuat artikel dan essay.

Peserta didik berada dalam atmosfer sedang belajar mengaktualisasi diri. Penugasan dan penilaian menjadi menarik, karena peserta didik tidak merasa selalu “digurui”. Saatnya peserta didik menjadi subyek bukan obyek dalam dunia pendidikan. Materi pembelajaran dijadikan kompas untuk menemukan “harta karun” sebuah perjalanan panjang penuh tantangan, perubahan dan pemaknaan.

Disinilah makna pembelajaran “critical thinking” terjadi. Pemaknaan sebuah materi pembelajaran yang berkorelasi dengan kehidupan nyata yang sedang dan akan dihadapi di masa akan datang. Banyak kesulitan sebagai guru dan peserta didik yang harus dihadapi tetapi pada saat yang sama, kesulitan itu menjadi suatu keindahan, kenikmatan yang sesekali untuk ditertawaakan.

Selain bermain peran, ada misi yang harus dilakukan sebagai seorang guru yaitu menjadi “role model”. Keteladanan dalam berkomunikasi dan berempati dengan kesulitan yang dialami peserta didik sangat dibutuhkan. Sentuhan emosi harus terjaga jika ingin peserta didik bertahan di depan layar monitor. Saya selalu memulai pembelajaran dengan menanyakan kabar dan situasi batin, terkadang sesekali bercerita tentang hal-hal yang sedang viral di media sosial.   Ini semua bisa dilakukan hanya dengan sebuah kesabaran tanpa batas. Saya sadar bahwa guru ditakdirkan menjadi “setengah dewa” untuk menuntaskan setiap persoalan khususnya dalam dunia pendidikan.

Sebagai guru, senang rasanya bisa mengantarkan peserta didik untuk terus bertumbuh dan berpengharapan akan masa depan yang lebih baik. Harapan yang terbangun dari sebuah kesadaran dan kesabaran untuk terus mau belajar.  Karena kesabaran itu berbicara tentang kita. Kita tidak berfokus pada diri kita sendiri, tetapi pada orang di sekitar kita. Kesabaran akhirnya muncul sebagai kekuatan dahsyat dalam menghadapi setiap kesulitan. Saatnya guru mencerdaskan intektual, emosi, daya juang, dan spiritual peserta didik menuju Indonesia bangkit dari segala kesulitan dan tantangan jaman.  Saatnya menjadi guru yang selalu melayani  bukan dilayani, yang sabar di masa sukar demi mengantarkan anak-anak bangsa menyonsong Indonesia bangkit.

Masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh setiap anak bangsa untuk menjadi bagian dari solusi di masa sukar akibat pandemi covid-19.  Yang penting mau bergerak, melangkah dan berbuat yang bermanfaat bagi orang di sekitar. Orang bijak pernah mengingatkan, “ Hidup itu memang bukan soal pencapaian, tetapi yang terpenting ialah soal pembelajaran”. Dengan terus belajar, kita akan semakin mantap dalam menapaki hidup untuk masa depan (ke depannya).

Penulis: Sutarno

  • IG : @sutarno.hrjosntono

15 KOMENTAR

  1. Keren Pak, memang masa pandemic ini Harus kita sikapi dengan berbagai sudut Pandang positif,dengan demikian kreativitas berpikir Akan muncul, sehingga kita tidak terpuruk Karena kita bisa menyiasatinya dengan kreativitas gaya /cara/upaya menjalani hidup.

  2. Sabar adalah ciri dari bangsa Nusantara. Penulis juga menyatakan contoh dari petani, yang banyak dikata orang sang saka “Guru” bangsa, petani adalah orang yang belajar dari peng”Alam”an,ia terjun langsung mengusahakan kesuburan tanah, mengolahnya agar bisa ditanami, melalui proses panjang sampai tanaman dapat dituai, hingga menyebar panennya ke seluruh lapisan masyarakat, dengan “sabar” kita meniru prilaku Alam, yang merupakan manifestasi kasih Tuhan, yang menghidupi dan menopang insan dunia dari zaman ke zaman, maka tidaklah mengherankan peng”Alam”an adalah guru terbaik

  3. Sangat mengiinspirasi sya sebagai guru bagaimana mempersiapkan mental siswa agar bisa bersabar dan selalu berjuang tetap belajar untuk Indonesia Bangkit

  4. Tulisan berdasarkan pengalaman dan langkah nyata, didasari hati yang murni ingin memberkati. Penuh energi dan sangat menarik !
    Ditunggu selalu karya-karya berikutnya Pak Dhe Sutarno

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jaga Demokrasi Pilkada Papua, Pemerintah Antisipasi Gangguan OPM

PAPUA — Pemerintah dan aparat keamanan berkomitmen kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas demi kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)...
- Advertisement -

Baca berita yang ini