Apa yang Kamu Lakukan Saat 17-an?

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Hmm… Enggak terasa ulang tahun tanah kelahiran sudah di depan mata. Sejak awal Agustus, Merah Putih sudah berkibar di setiap rumah warga. Tidak lupa, lampu dan pernak-pernik sudah menunjukkan geloranya dalam memeriahkan perayaan. Meski, gerak kita dibatasi oleh makhluk yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Hebat ya Indonesia sudah bertahan. Setelah hampir enam bulan, tiba-tiba Indonesia diserang oleh segerombolan kaum, dia masih kuat; tak pernah menyerah.

Oh iya! Apakah di daerah kalian perayaan kemerdekaan Indonesia juga tidak menunjukkan keramaian? Kalau aku iya. Meski, tidak terlalu sepi. Bahkan aku sama sekali tidak merasakan betapa hidupnya semangat kemerdekaan itu. Entahlah, sama seperti hari raya Idul Fitri lalu. Rasanya sepi meski silaturahmi hanya sebatas layar smartphone. Semoga semuanya segera berakhir ya. Aamiin.

Apakah kalian bosan di rumah saja? Kalau aku fifty fifty. Karena sebelum pandemi, aku setiap hari di rumah. Bedanya, waktuku lebih banyak dihabiskan di rumah. AHAHAHAHA!!! Sebenarnya itu hanya alibiku saja. Aku bukan orang yang sering menghabiskan waktu di luar rumah memangnya. Tapi tetap saja, aku mulai bosan.

Satu hari sebelum ulang tahun kemerdekaan, aku menerima undangan untuk menghadiri acara di kampungku. Acara itu digagas oleh Karang Taruna. Sebenarnya aku agak sungkan menghadirinya karena jarang aktif di organisasi tersebut. Untungnya, teman-temanku yang senasib denganku ikut. Pokoknya setelah acara selesai, kita akan membantu.

Jeng! Jeng! Jeng! Acara sudah dimulai. Semua orang berkumpul di lapangan sebelah sekolah dasar. Duduk melingkar dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Acara dibuka dengan sambutan para tokoh masyarakat, Ketua Karang Taruna, dan diakhiri dengan doa bersama untuk kebaikan kampung dan umumnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya ada acara potong tumpeng dan pembagian kotak nasi.

Ah! Aku melupakan sesuatu. Kami tadi juga menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan berdiri. Kulihat anak kecil di sebelahku yang dengan semangat menyanyikannya. Mengingatkan pada masa kecil dulu yang belum tahu makna sebenarnya kemerdekaan. Meski semangat mereka dalam menyanyi Indonesia Raya sudah bisa menjadi bibit semangat untuk mereka nanti. Supaya ketika mereka besar, Indonesia Raya bukanlah semata-mata hanya lagu. Namun ada harapan pada setiap liriknya. Yang harus diwujudkan.
Saat ini yang paling kutunggu-tunggu. Nobar film Darah Garuda. Proyektor diarahkan ke dinding putih sekolah dasar. Beberapa orang masih belum meninggalkan tempatnya. Ingin menyaksikan film tersebut. Sama sepertiku. Karena aku juga belum pernah menontonnya.

Sepanjang menonton film, aku tidak diam. Karena mulutku mengunyah nasi yang dibagikan tadi. Perutku lapar karena sengaja menunggu nasi dibagikan. Oke lupakan. Karena aku sedang fokus melihat perjuangan rakyat dalam melawan Belanda. Ah nama kaptennya siapa ya? Aku sudah lupa. Yang kuingat Thomas dan Mario itu pejuang Indonesia.

Aku bergidik ngeri membayangkan apakah aku masih hidup jika harus menghadapi Belanda pada saat itu. Keluar rumah seperti menantang maut. Apalagi bertemu hutan dan perkebunan pastilah sudah tidak aman. Baku tembak akan sering terjadi. Padahal itu setelah Indonesia merdeka. Sekitar tahun 1946.

Hanya saja aku sedih karena ada satu teman yang mereka tinggalkan. Hingga dia harus diinterogasi Kapten Belanda. Tidak luput siksaaan yang terus Belanda berikan padanya. Aku jadi memikirkan kenapa begitu tega ya Belanda melakukan itu? Apakah saat melakukannya sedang dalam kondisi sadar? Ataukah mereka mabuk terlebih dahulu supaya bisa ‘santai’ dalam menyiksa orang? Aku tidak tahu.

Aku melihat ke belakangku. Masih ada gerombolan anak kecil yang menyaksikan Darah Garuda. Bagiku tontonan seperti ini kurang pas dilihat mereka. Kecuali ada yang membimbingnya. Karena ada kekerasan dan hal ‘lain’ yang tidak mudah dicerna oleh mereka.

Ehem. Kenapa aku bercerocos tentang film ya. Aku sudahi saja. 17-an ku tidak di rumah saja. Tapi aku mencoba merasakan bagaimana perasaan pejuang dahulu untuk memerdekakan Indonesia. Bahkan setelah Indonesia merdeka mereka masih berjuang. Bukankah begitu? Hidup selalu tentang perjuangan. Perjuangan dahulu berbeda dengan perjuangan sekarang. Tidak bisa disamakan. Sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Meski, masih ada beberapa hal yang belum dimerdekakan. Artinya, kita harus berjuang kan? Untuk melengkapi kemerdekaan yang lain.

Penulis: Yuliana Sajidah Fatmawati
Ig: linasajidah_
Twitter: @BTenteng

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini