Apa Kabar Ketersediaan Air Bersih di Dunia?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA– Selamat Hari Air Sedunia! Pada 22 Maret 2021, dalam memperingati Hari Air Sedunia juga mengingatkan pada tertundanya pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh PBB dengan salah satu dari 17 tujuannya yakni peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi.

Di situasi saat ini yang masih dalam keadaan terjerat oleh virus Covid-19, ternyata juga sangat memengaruhi ketersediaan air bersih di dunia. Negara-negara berkembang masih terus menghadapi permasalahan kelangkaan air bersih termasuk di lingkungan sulit air bersih seperti lingkungan kumuh juga pinggiran kota.

Diketahui bahwa air menutupi 70 persen daratan bumi. Dari 100 persen sumber air yang tersedia di muka bumi, pada kenyataannya 97 persen terdiri dari air laut dan air payau yang tidak dapat diminum.

Sekitar kurang dari 3 persen sebagian besar terdiri dari air tawar yang dipergunakan untuk sumber air manusia. Ada pula air tawar yang tersimpan namun berbentuk es dan gletser endapan salju.

Ketersediaan cadangan air terbagi secara merata di permukaan bumi meski tidak merata. Tak bisa dipungkiri, manusia pun tidak bisa hidup tanpa adanya air, khususnya air bersih.

Dikutip dari data UN Water PBB, tercatat bahwa 1 dari 3 manusia dinyatakan tidak bisa terpenuhi pasokan air minum dengan aman. Pada tahun 2050 diperkirkan akan ada 5,7 miliar manusia yang tinggal di daerah kekurangan air akan mengalami sukarnya air setidaknya selama satu bulan dalam setahun.

Pandemi memang berdampak pada kehidupan sehari-hari. Negara-negara di kawasan Afrika dan Asia Selatan sebagai tempat tinggalnya populasi manusia sekitar 85 persen sedang menghadapi kesulitan dalam mendapati air bersih untuk diminum.

Beberapa wilayah di dunia semakin banyak yang harus menderita kekurangan air bersih. Wilayah Sahel Afrika salah satunya yang harus menghadapi krisis air di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Bukan hanya untuk mencuci tangan, warga di daerah padat penduduk seperti Afrika sukar mendapatkan air untuk memenuhi keburutan sehari-harinya. Dari data kelompok riset Afrobarometer mencatat bahwa setengah dari jumlah penduduk Afrika yang sekitar 1,3 miliar orang itu harus meninggalkan rumah demi mendapatkan air.

Tak hanya dialami oleh negara-negara berkembang di dunia, negara-negara maju juga mendapati masalah krisis air yang serupa meski tidak sesukar negara berkembang. Di tahun 2014, krisis itu sudah terjadi di Flint, Amerika Serikat. Di tahun 2000, wilayah Walkerton, Kanada bahkan sudah mengalami krisis air yang berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakatnya.

Hingga dibuatnya solusi sistem point of treatment di masing-masing rumah untuk mendapatkan air yang bersih dan kini bagi mereka air kemasan merupakan pilihan yang tepat sebab dianggap lebih bersih dan aman.

Sudah sejak akhir tahun 1970-an, sudah diupayakan advokasi untuk meningkatkan ketersediaan sumber air oleh PBB. Meski sumber air tersebut tidak secara khusus dalam artian air bersih.

Dikutip dari laman BIG, manusia membutuhkan sekitar 60 liter air bagi setiap orang dalam satu hari. Hal itu diperkirakan karena kebutuhan yang meningkat setiap tahunnya.

Dari sebuah Jurnal Ilmu Lingkungan tahun 2014, tercatat 6.121 miliar jumlah penduduk dunia yang memerlukan air bersih sebanyak 367 km3 dalam sehari. Diprediksi jumlah tersebut akan semakin naik dan di 2025 diperkirakan melonjak 492 km3 per harinya.

Meski pada dasarnya air memiliki siklus pembaharuan alami, masih terdapat daerah yang tidak dapat lagi menyimpan air dengan jumlah yang mencukupi dan kualitas dari kebersihan airnya.

Hal itu disebabkan dengan meningkatkan kebutuhan manusia terhadap ketersediaan air bersih serta cadangan air yang semakin berkurang seiring bertambahnya populasi manusia. Pencemaran lingkungan dan perubahan iklim juga memengaruhi penurunan ketersediaan cadangan air bersih yang tersebar di dunia.

Penulis: Irania Zulia/Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta   

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini